15 Tahun IKI dan Jalan Berliku Fasilitasi Adminduk Keluarga Tionghoa

Hila Bame

Sunday, 06-06-2021 | 12:14 pm

MDN
Peneliti IKI serahkan paket sembako kepada Pemulung di Rawalumbu Bekasi

 

JAKARTA, INAKORAN

 

Acien (bukan nama sebenarnya) adalah seorang keturunan Tionghoa. Kedua orangtuanya lahir di Batavia sebelum Indonesia Merdeka 17 Agustus 1945. Pada 2010 Acien berusia 44 tahun belum bisa menikah dengan alasan status kewarganegaraan belum jelas.

 

Setelah diteliti lebih jauh orangtuanya  lahir sebelum kemerdekaan Indonesia. Dan, menurut  UU Kewarganegaan 1946 memerintahkan bahwa setiap orang yang lahir di Indonesia pada kurun sebelum kemerdekaan, diakui statusnya sebagai WNI.

 

Pada 10 April 1946 lahirlah Undang-undang (UU) tentang Warga Negara dan Penduduk Negara  dengan kebijakan bahwa semua yang lahir di Batavia sebelum 17 Agustus 1945 diakui kewargnegaraannya sebagai warga negara Indonesia.

Sayangnya UU itu tidak terekspos secara luas akibatnya banyak penduduk Indonesia tidak tahu isi dari  beleid tersebut. 

Akte Kelahiran untuk warga Tionghoa pada zaman Kolonial berbunyi: Voor Chinezen (Untuk warga berbahasa Cina) tentu pihak Belanda tidak bermaksud menempatkan warga Tionghoa sebagai warga negara China (WNA)  akan tetapi pengelompokan warga, berdasarkan "bahasa" saja. 

Dalam pelaksanaannya pencantuman Voor Chinezen dianggab sebagai WNA dan berlaku bagi Acien dan keluarganya yang hanya warga Tionghoa dengan strata ekonomi pas-pasan. 


BACA:  

Dorong Politik Hijau, PDIP Umumkan Juara Lomba Karya Tulis Ilmiah Sungai Jalan Peradaban

 


 

 

Menurut pasal 163 Indische Staatsregeling (Konstitusi Hindia Belanda)  penduduk Indonesia dibagi kedalam 3 (tiga) golongan besar, yaitu:

1.Golongan Eropa

2. Golongan Timur Asing - Tionghoa - Bukan Tionghoa

3.Golongan Bumi Putera Sebagai konsekuensinya, peraturan dalam bidang catatan sipil yang berlaku bagi masing-masing golongan penduduk itu tidak sama.

Atau dengan kata lain masing-masing golongan penduduk memiliki peraturan catatan sipil sendiri-sendiri.

Hal ini menimbulkan kesan adanya diskriminasi di kalangan masyarakat, yang dapat berakibat terhambatnya pelaksanaan catatan sipil di Indonesia.

Caption

Tionghoa dan Cengkraman SBKRI (Surat Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia)

Surat Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia (SBKRI) merupakan sebuah surat yang isinya menyatakan bahwa yang bersangkutan sudah warga Indonesia. Akan tetapi, surat ini hanya diberikan kepada seseorang yang terlahir sebagai warga keturunan, khususnya keturunan Tionghoa.

Di era orde baru Soeharto, SBKRI ini merupakan salah satu persyaratan yang wajib dipenuhi, untuk mempermudah masyarakat Tionghoa dalam mengurus berbagai keperluan dokumen, salah satunya adalah untuk mengurus KTP.

Selain itu, SBKRI juga digunakan untuk mengurus permohonan paspor, memasuki dunia pendidikan, pendaftaran pemilu, menikah, dan bahkan untuk mengurus keperluan meninggal dunia sekalipun. Namun, banyak yang menganggap bahwa penerapan SBKRI tersebut sebagai tindakan diskriminatif.

Tahun 1996 : SBKRI sudah TIDAK DIBERLAKUKAN lagi. Keputusan tersebut berdasarkan Kepres No.56 tahun 1996. Akan tetapi, banyak masyarakat yang tidak tahu karena masih kurangnya sosialisasi.

Meski telah dicabut pemberlakuannya masih terdapat warga Tionghoa belum mengetahuinya. Bahkan pejabat terkait adminduk juga sama tidak tahu bahkan menjadi objek pungutan liar yang memilukan. 

Hal ini juga terjadi pada kasus Susi Susanti, peraih medali emas Olimpiade (Barcelona tahun 1992).

 Ia mengalami kesulitan saat dirinya menikah pada tahun1997. Status wargan negaranya diperdebatkan setelah setahun, pemberlakukan SKBRI dicabut oleh pemerintah. 

Kasus Susi dan Acien tentu potret sosialisasi yang belum optimum dilakukan negara. Pada tahap ini Institut Kewarganegaraan Indonesia (IKI) hadir sebagai mitra pemerintah dalam mensosialisasikan UU, khususnya UU No 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan. 

Institut Kewarganegaraan Indonesia (IKI) memasuki usianya 15 tahun dalam melayani masyarakat telah  banyak membantu warga Tionghoa mulai dari mengurus KTP, Akte Kelahiran, Surat Nikah dan administrasi kependudukan lainya yang menjadi hak mereka sebagai warga negara. 

Dalam melayani warga terkait adminduk IKI bekerjasama dengan Disdukcapil yang tersebar di puluhan kabupaten/kotamadya dan relawan mejadi mitra lembaga ini. 

Relawan IKI direkrut dari berbagai profesi dan latar belakang pendidikan. Tanpa relawan hampir mustahil pekerjaan besar ini terlaksana dengan baik ujar Prasetyadji, seorang Peneliti Senior IKI. 

TAG#IKI, #TIONGHOA

200754262

KOMENTAR