6 Jenderal Lapangan Tengah Terbaik di Era 1990-an

Inakoran.com
Seorang playmaker atau gelandang sentral punya peran penting dalam permainan sepak bola. Dia yang mengatur irama permainan dan memberi jalan bagi penyerang untuk membuat gol. Selain itu, playmaker juga mengatur pertahanan tim yang bersangkutan.
Sebelum era Xavi Hernandez, Juan Roman Riquelme dan Andres Iniesta, ada beberapa nama hebat di lapangan tengah di era 1990-an.
1. Zinedine Zidane (Prancis)
Tidak mungkin melupakan nama yang satu ini. Pria yang saat ini melatih Real Madrid meraih suksesnya bersama timnas Prancis saat menjadi juara dunia di rumah sendiri (1998) dan juara Eropa tahun 2000.
Bersama Real Madrid sebagai pemain, dia berhasil membawa Los Blancos juara La Liga dan Liga Champions Eropa. Sebelumnya saat masih di Juventus, dia berhasil membawa Si Nyonya Tua meraih gelar Piala Super UEFA dan dua kali juara Serie A.
Tindakan memalukan saat menanduk Marco Materazzi di final Piala Dunia 2006 tidak mengurangi kekaguman dunia pada Zidane. Zidane tetaplah duta sepak bola yang cukup aktif menyuarakan isu-isu perdamaian dan sosial.
Simak Video Inakoran.com dan jangan lupa klik subscribe and like
Mantan rekan setimnya di Juventus, Edgar Davids, memuji Zidane sebagai pemain spesial. Zidane adalah pemain yang bisa menciptakan celah saat keadaan sempit. Tak peduli bagaimana dia mendapat bola atau bagaimana bola itu datang, Zidane selalu bisa keluar dari kesulitan.
Zidane sempat menjadi asisten Carlo Ancelotti di Real Madrid. Setelah Ancelotti pindah ke Bayern Munchen, Zidane menjadi pelatih utama El Real saat ini. Sukses membawa Madrid meraih gelar Liga Champions Eropa 2015/2016 (disusul oleh Piala Super UEFA dan Piala Dunia Antarklub), kemungkinan dia mengulang sukses dengan membawa Madrid menjuarai Liga Champions musim ini masih terbuka.
2. Michael Laudrup (Denmark)
Laudrup bersaudara, Michael dan sang adik, Brian, termasuk salah satu bintang lapangan hijau yang memukau dunia di era 1990-an. Sang adik memang lebih berkilau reputasinya dengan membawa Denmark juara Piala Eropa di Swedia tahun 1992. Brian tidak bermain karena berpendapat bahwa pelarangan Yugoslavia untuk tampil di Piala Eropa 1992 karena alasan politik itu tidak adil.
Bersama Juventus, Laudrup sempat membawa tim kota Turin ini juara Serie A di awal 1990-an. Lalu, dia pindah ke Barcelona dan menjadi salah satu pemain pujaan di Camp Nou. Michael yang saat ini menjadi pelatih di klub Qatar ini pindah ke Madrid karena perbedaan pendapat dengan pelatih Barca saat itu, Johan Cryuff.
Walau hanya bermain 62 kali bersama Madrid, namun Michael masuk dalam daftar pemain ke-12 terbaik sepanjang sejarah klub tersebut. Tahun 1999, Michael bahkan diberi penghargaan pemain asing terbaik di sepak bola Spanyol selama 25 tahun terakhir.
3. Roberto Baggio (Italia)
Rambut berkuncir menjadi ciri khas yang membuatnya mudah dikenali. Pencinta sepak bola lebih banyak mengenang dirinya saat gagal menjadi penendang penalti di final Piala Dunia 1994 di Amerika Serikat saat lawan Brasil. Tapi tidak adil hanya menghakimi karier seseorang dari satu sisi kegagalan saja.
Kegagalan mengeksekusi penalti di final Piala Dunia tidak membuat cinta publik Italia berkurang padanya. Torehan 220 gol sepanjang karier yang dihantui cedera sudah cukup membuktikan kualitasnya. Namun, setelah Piala Dunia 1994, dia kerap tersisihkan, baik saat di Juventus maupun di AC Milan. Dan akhirnya bermain di klub medioker macam Brescia. Baggio yang memeluk agama Buddha ini pensiun pada 2004.
4. Gheorghe Hagi (Rumania)
Hagi dijuluki Maradona dari Carphatians karena skill-nya. Sosoknya yang vokal dan terbuka juga mengingatkan kita pada Maradona. Bahkan pelatihnya dulu, Mircea Lucescu, mengatakan Hagi pemain hebat tanpa etika.
Hagi membawa Rumania mengejutkan dunia saat mengalahkan Argentina di babak 16 besar Piala Dunia 1994. Nyaris saja Rumania ke babak empat besar sebelum takluk dari Swedia lewat adu penalti. Di Piala Eropa 2000, Hagi membawa Rumania ke babak delapan besar sebelum kalah dari Italia yang akhirnya menjadi runner–up.
5. Paul Gascoigne (Inggris)
Sosoknya menjadi kesayangan publik saat menangis setelah Inggris kalah dari Jerman lewat adu penalti di semifinal Piala Dunia 1990 di Italia. Gazza, nama akrabnya, memang pemain hebat, namun akhir 1990-an, kehidupan pribadi dan kariernya berantakan akibat sikap indisipliner dan kecanduan alkoholnya.
Bergabung dengan Lazio tahun 1992 setelah bersinar di Piala Dunia 1990, ternyata Gazza tidak menampilkan penampilan terbaiknya karena cedera dan kelebihan berat badan. Kariernya sempat naik lagi saat bersama Glasgow Rangers di pertengahan 1990-an dengan mencetak 27 gol di dua musim pertama. Setelah itu, kita tahu bagaimana perjalanan hidupnya kemudian yang berakhir pelik.
6. Manuel Rui Costa (Portugal)
Pemain berambut panjang ini salah satu playmaker terbaik di generasinya. Mulai bersinar saat mewakili tim Portugal U-21 di bawah asuhan Carlos Queiroz di Piala Dunia U-20 mengalahkan Brasil, Rui Costa kemudian mewakili Portugal saat mencapai delapan besar Piala Eropa 1996, semifinal Piala Eropa 2000 dan final Piala Eropa 2004 di rumah sendiri.
Di level klub, Costa sukses bersama Fiorentina dan AC Milan. Costa masuk dalam skuat Milan saar juara Liga Champions Eropa musim 2002/2003 (mengalahkan saingan abadi di Serie A, Juventus).
TAG#playmaker, #tahun 1990-an, #playmaker terbaik
190215813
KOMENTAR