Amsori: Pilkada di Tengah Pandemi Covid-19 Berisiko, Tapi Harus Tetap Dilaksanakan

.jpeg)
Jakarta, Inako
Pilkada serentak kali ini berbeda dengan gelaran serupa sebelumnya. Tahun ini Pilkada serentak yang akan digelar di 270 daerah dilakukan di tengah pandemi Covid-19.
Sejak kasus pertama diumumkan pada awal Maret lalu, virus ini terus menular dan menyebar. Angka kasus orang yang terpapar virus ini terus naik. Bahkan, dalam beberapa hari terakhir terjadi kenaikan yang signifikan.
Perjalanan sejarah yang panjang pada akhirnya Indonesia menganut sistem demokrasi secara langsung, dimana rakyat menjadi penentu pada setiap perhelatan pesta demokrasi.
“Insya Allah, 9 Desember 2020 nanti di 9 Provinsi, 224 kabupaten dan 37 kota, Indonesia akan melaksanakan pemilihan kepala daerah (Pilkada) dengan jumlah total 270 daerah secara serentak. Jumlah yang cukup besar jika dibandingkan dengan Pilkada sebelumnya. Kampanye telah dijadwalkan dimulai pada 26 September sampai 5 Desember, dan masa tenang dimulai pada 6-8 Desember,” tegas Amsori, Wakil Ketua LPBH PBNU dan juga Direktur LBH Forum Betawi Rempug (FBR).
.jpeg)
Menurut Amsori, Perppu No 2 Tahun 2020 tentang Pilkada yang telah ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjadi landasan hukum, dimana Pilkada saat ini di tengah pandemi covid 19 merupakan yang pertama dalam sejarah dan belum pernah dilakukan oleh pemerintah manapun sebelumnya, yang pada akhirnya KPU sebagai penyelenggara Pilkada harus menjalankan amanat undang-undang tersebut.
Pemerintah, KPU, DPR dan bahkan Maklumat POLRI yang menghimbau agar protokol kesehatan harus dipatuhi dan diikuti oleh semua pihak. Jika jaminan itu tidak ada, sebaiknya pemerintah menunda Pilkada serentak tahun ini. Karena jika tidak, Pilkada dapat menjadi klaster baru penyebaran Covid-19. Namun, penundaan Pilkada juga bukan tanpa risiko dimana belum ada kepastian tentang kapan pandemi akan berakhir.
KPU telah menetapkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum No. 13 Tahun 2020 yang merevisi peraturan sebelumnya. Pasal 58 dalam peraturan baru menyatakan para kandidat dalam Pilkada serentak 2020 harus mengutamakan kegiatan kampanye di media sosial dan media daring. Jika kampanye tidak dapat dilakukan melalui media sosial dan media daring, maka dibolehkan pertemuan tatap muka dengan jumlah peserta yang hadir paling banyak 50 orang serta menerapkan protokol kesehatan untuk mencegah penyebaran Covid-19.
Pada pasal 88C, KPU dengan tegas melarang tim kampanye melaksanakan kegiatan yang biasanya mengumpulkan massa dalam jumlah besar seperti rapat umum, kegiatan kebudayaan seperti pentas seni atau konser musik, kegiatan olahraga, perlombaan, kegiatan sosial, atau peringatan hari ulang tahun partai politik.
Oleh karena itu, setidaknya ada dua beban dilema berpilkada di masa pandemi ini, yakni akuntabilitas terhadap terlaksananya prinsip-prinsip Pilkada demokratis, dan akuntabilitas terhadap kesehatan serta keselamatan publik terhadap penyebaran virus Covid 19. Konstitusi memerintahkan keduanya harus berjalan bersamaan. Seiring dengan itu, maka beban terberat Pilkada akan terletak pada penyelenggara Pilkada.
Selanjutnya, menurut Amsori, wacana pro dan kontra terus bergulir muncul agar Pilkada dihentikan dengan alasan masih dalam masa Pandemi, meskipun tidak ada yang bisa memastikan kapan pandemi ini akan berakhir. Di satu sisi, hak konstitusional dimana pada periode pergantian kepemimpinan di tingkat daerah (Provinsi & Kabupaten/Kota) harus terus dilakukan yang berimbas terhadap tata kelola anggaran. Jika jika Pilkada ditunda tahun ini maka anggaran yang cair pada tahun 2020 akan percuma karena telah melewati masa tahun anggaran.
.jpeg)
Amsori secara tegas mengatakan, sebaiknya Pilkada tidak perlu ditakuti dan sudah saatnya negeri ini mencari solusi untuk berdamai dengan Pandemi Covid-19, sehingga masyarakat dapat berpandangan positif untuk mengubah paradigma terkait pemimpin daerah yang mampu mengatasi berbagai permasalahan di masa Pandemi Covid-19.
Oleh karena itu, Amsori menyarankan masyarakat agar waspada saat berkampanye menggunakan media sosial dari ancaman disinformasi dan berita bohong (hoaks) yang dapat membuat masyarakat semakin terpolarisasi dan berujung mengarah ke sanksi hukum pidana.
TAG#Pilkada, #Pilkada Serentak, #Pergantian Pemimpin, #Amsori, #Hukum, #Kepastian Hukum
190215247
KOMENTAR