Budayawan Nilai, Keraton Agung Sejagat & Sunda Empire, Muncul Akibat Minimnya Pemahaman Sejarah

Yogyakarta, Inako
Budayawan Yogyakarta Djoko Dwiyanto mengatakan, munculnya Keraton Agung Sejagat (KAS) dan Sunda Empire terjadi akibta masyarakat memiliki pemahaman sejarah yang dangkal alias minim.
Fenomena ini, kata Djoko, tidak lebih dari suatu ekspresi dari ketidakpuasan akan ralitas kehidupan yang riil saat ini.
“Munculnya kerajaan-kerajaan baru di beberapa tempat ini merupakan upaya mewujudkan keinginan-keinginan yang tidak sesuai dengan kehidupan sehari hari,” jelasnya.
Karena keinginan tidak sesuai kenyataan, maka munculah halusinasi akan eksistensi keraton yang dipersepsikan sebagai keadaan yang penuh kedamaian dan kesejahteraan.
“Gampangnya masyarakat percaya pada ide keraton atau kerajaan baru karena selama ini mereka kurang mengerti sejarah, padahal sejarah ada sebuah cerita yang runtut dan tidak terputus,” paparnya.
Djoko menilai, ide pendirian Karaton Agung Sejagat (KAS) tidak memiliki ikatan sejarah dengan Kerajaan Majapahit, sebagaimana disampaikan penggagas KAS, Toto Santoso.
Dalam pernyataannya hari lalu, pemimpin Keraton Agung Sejagat (KAS) di Purworejo Toto Santoso mengaku kalau dirinya masih keturunan Kerajaan Majapahit.
Toto mengaku berdirinya Keraton Agung Sejagat itu untuk menunaikan janji 500 tahun sejak runtuhnya Kerajaan Majapahit, yaitu pada 1518.
“Mereka menciptakan simbol tanpa memperhatikan ikatan sejarah kerajaan,” ungkapKetua Dewan Kebudayaan DIY yang juga dosen Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya UGM ini.
Ketua Harian Majelis Adat Kerajaan Nusantara (MAKN) KPH Eddy Wirabhumi juga mempertanyakan keberadaan Keraton Agung Sejagat di Purworejo. Keberadaannya dinilai tidak memiliki sejarah yang dapat dipakai dasar. “Menurut saya tidak usah diperbincangkan lebih lanjut karena akan membuang energi,”kata Eddy, Selasa (14/1).
Keraton Agung Sejagat juga berbau mistis dan tidak masuk akal. MAKN pun tak akan mengakui keraton baru ini karena memiliki aturan baku dimana yang menjadi anggota adalah raja, sultan, pemangkuadat, dan lainnya yang memilikibasis historis kuat. MAKN pun memiliki tekad berkontribusi kepada bangsa dan negara masak ini dan masa mendatang.
Sebelumnya, masyarakat Purworejo dihebohkan dengan keraton baru yang mendadak berdiri. Terlebih kerajaan dengan nama Keraton Agung Sejagat itu mengklaim memiliki daerah kekuasaan seluruh negara di dunia.
Keraton yang berdiri di Desa PogungJurutengah, Kecamatan Bayan, Purworejo itu dipimpin seorang raja bergelar Rangkai Mataram Agung. Sebagai pendamping adalah istrinya yang biasa dipanggil Kanjeng Ratu. Keraton Agung Sejagat kini memiliki 425 pengikut setia.
Meski lemah secara historis ,menurut sosiolog Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo Drajat Trikartono, fenomenaterkait seperti ini diprediksiakan terus muncul di Indonesia, khususnya di wilayah Jawa. Pengusung ide ini menilai pemimpin Jawa urutannya dari Majapahit. Dari tinjauan sosiologis, keberadaannya terkait fatalisme atau tragedikebudayaan.
“Ini sebenarnya (seorang) fatalis saja, ini satu keyakinan dan kepercayaan. Kalau dibuktikan secara akademis memang tidak bisa,” kata Drajat.
Agar tidak terus muncul, langkah yang bisa dilakukan adalah dengan menjunjung aspek rasionalitas dan membangun pendidikan.
Sementara itu, Kapolda Jateng Irjen Rycko Amelza Dahniel mengatakan, lantaran ada penolakan warga polisi akhirnya membentuk tim untuk melakukan penyelidikan. Apalagi, dari sisi yuridis juga diduga terjadi praktik penipuan terhadap pengikut untuk menyetorkan sejumlah uang. Selain itu polisi menjerat Toto dengan pasal menebar kebohongan ke publik.
Gubernu Jateng Ganjar Pranowo meminta masyarakat tidak sembarang mendirikan kerajaan atau keraton. Diamewajibkan seluruh masyarakat yang ingin mendirikan kerajaan untuk melapor.
Selain di Purworejo, kabar berdirinya keraton juga muncul di Sukoharjo, yakni Keraton Pajang dan Keraton Djipang diCepu, Blora. Namun, kedua kerajaan ini telah mengantongi izin resmi dari pemerintah.
TAG#Keraton Agung Sejagat, #Sunda Empire, #Budayawan
198736525
KOMENTAR