Bupati dan Pemimpin

Johanes

Wednesday, 01-01-2020 | 15:33 pm

MDN

Oleh. : Adlan Daie
Wakil Sekretaris PWNU Jawa Barat

Indramayu, Inako

Memimpin lebih dari dua juta penduduk Kabupaten Indramayu bukan urusan sederhana dan bukan perkara mudah kecuali jika memimpin sekedar diartikan jabatan bupati bersifat teknis birokratis dengan aksesoris protokoler untuk menggagah-gagahkan diri di ruang publik. Terlalu mahal ongkos Pilkada Indramayu 2020 sebesar Rp 90 milyar bersumber dari pajak rakyat hanya untuk memilih bupati kategori mesin birokratis. Terlalu besar energi rakyat terkuras oleh kebisingan proses pilkada hanya untuk memilih bupati miskin visi, gagap narasi dan hampa inner power kepemimpinan politik.

Bupati adalah jabatan elected leader, seorang pejabat yang dipilih dalam suksesi kepemimpinan politik dengan legitimasi yang kuat dan kokoh. Bukan pejabat teknokratis dan robot birokratis yang ditunjuk.Tugas dan tanggungjawab kepemimpinan bupati tidak cukup sekedar urusan administrasi birokrasi, memimpin upacara, memutasi tugas birokrat, mengutak atik proyek, membaca teks sambutan hampa pikiran dan hati, menggunting pita, selfi-sefli bergaya narsis, sawer di acara dangdutan dan lain-lain.

Kepemimpinan bupati dengan sedikit mengadaptasi   pandangan Michael H. Hart dalam bukunya The 100: A Ranking Of the most infuential Persons In History tentang 100 tokoh paling berpengaruh dalam sejarah peradaban dunia, antara lain, point pentingnya adalah menggerakkan harapan dan optimisme kolektif masa depan rakyat yang dipimpinnya, mempengaruhi sistem orkestrasi  kerja birokrasi dan menggairahkan partisipasi publik secara transformatif.

Kepemimpinan bupati dalam perspektif diatas (selain aspek kredibilitas personalnya harus bersih, jujur dan amanah) setidaknya secara minimalis harus memiliki :

Pertama, vision, memiliki kemampuan diri untuk menggambarkan, menjelaskan dan meyakinkan instrument bawahannya dan khalayak publik tentang masa depan bersama yang hendak diwujudkannya.

Kedua, influential power ,memiliki pengaruh kendali dan kuasa yang tidak hanya bersandar pada diskresi kewenangannya melainkan melekat dalam "inner power" kepemimpinannya.

Ketiga, self confidence„ memiliki kepercayaan diri untuk bertindak dengan mengaktifkan akal sehat politiknya.

Keempat, moving communication, mempunyai ketrampilan komunikasi dan narasi politik yang menggerakan dan meyakinkan. Bukan pembaca teks sambutan hampa pikiran dan hati.

Dalam sistem politik demokratis tugas dan tanggung jawab proses seleksi dan melahirkan bupati dalam perspektif kepemimpinan politik sebagaimana digamparkan di atas nyaris sepenuhnya di tangan partai  politik. Rakyat tinggal menentukan pilihannya secara terbatas atas calon bupati yang diusung partai politik dengan segala kualifikasi personal dan derajat kompetensi politiknya.

Karena itu, dalam kontestasi Pilkada Indramayu 2020 partai politik tidak arif mengisolasi diri menentukan calon bupati hanya dengan peritimbangan tampilan lahiriyah hasil mark up branding pemasaran politik dan "volume isi tas" yang berpotensi terpapar prilaku koruptif di kemudian hari. Partai politik tidak bijak bertangan besi menentukan calon bupati hanya untuk pertimbangan memproteksi kepentingan golongan politiknya dan mengendalikan bupati dalam remote kontrol tangan politiknya.

Kontestasi Pilkada Indramayu 2020 tidak cukup sekedar melahirkan bupati robot birokratis, miskin visi dan gagap narasi di ruang publik. Bupati nihil kepemimpinan politik hanyalah mesin rutin birokrasi, tidak akan sanggup mengatasi problem ketertinggalan IPM masyarakat Indramayu yang hingga tahun 2018 masih sangat rendah, yakni rentan kesehatannya, rendah level pendidikannya dan lemah kemampuan daya belinya dibanding secara komparatif rata-rata masyarakat Jawa Barat.

Kontestasi Pilkada Indramayu 2020 semoga benar-benar menjadi jalan mulia dan beradab untuk melahirkan seorang bupati dalam kategori kepemimpinan politik yang influencer, berpengaruh dan memiliki power narasi yang menggerakan instrument birokrasi dan menggairahkan partisispasi publik untuk menarik nasib gerbong panjang rakyat pada level sosial yang sepantasnya.

Dalam konteks Imam Al Mawardi dalam kitabnya Al Ahkam Al Sulthoniyah, kontestasi Pilkada Indramayu 2020 diharapkan menghadirkan bupati dalam kategori pemimpin politik yang mampu li hifdidin wa syiasatu al dun ya„ menjaga agama dan mengelola tata kehidupan sosial yang manfaat dan maslahat bagi kepentingan publik.

Saatnya kita tinggalkan kebanggaan terhadap model bupati rawan  korupsi, miskin visi, gagap narasi, dan minim prestasi kecuali kita hendak berbetah betah diri dalam stagnasi keadaban politik. Sungguh sia-sia dan mubadzir jika uang dan energy rakyat tertumpah dalam kontestasi Pilkada Indramayu hanya melahirkan bupati tanpa "ruh" kepemipinan politik. Raga bupati tanpa jiwa pemimpin.

Semoga bermanfaat.

KOMENTAR