Bupati, Kiai dan Pemimpin

Oleh. : Adlan Daie
Wakil Sekretaris PWNU Jawa Barat
Indramayu, Inako
Secara kategoris bupati, kiai dan pemimpin dapat dibedakan. Bupati adalah jabatan politis yang dipilih secara elektoral, kiai adalah seorang tokoh agama, antara lain, menurut Dr. Zamakhsyari Dhofir dalam bukunya 'Tradisi Pesantren', kiai termasuk salah satu dari lima 'rukun' (baca: elemen penting) pesantren. Pemimpin multi variabel definisinya, salah satunya adalah Infuential person, seorang tokoh yang memiliki pengaruh kuat secara sosial.
Tentu tidak setiap bupati bisa disebut kiai dan pemimpin tergantung kompetensi agama dan kualifikasinya secara personal. Sebaliknya, kiai dan pemimpin tidak selalu menjadi bupati tergantung minat dan intensinya. Tapi ketiga variabel diatas, yakni bupati, kiai dan pemimpin dapat menyatu dalam sosok seseorang. Inilah tipe relatif ideal dalam kepemimpinan politik Indramayu dengan mayoritas penduduknya secara demografis beragama Islam dan selama ini mengusung visi Religius.
Problem Indramayu saat ini tak dapat ditutup-tutupi oleh khotbah pencitraan para pejabat. Terkuaknya kasus OTT KPK yang merusak martabat Indramayu, IPM masyarakatnya yang rendah, pelayanan publiknya di bawah standart, arus investasi stagnan tersandra kerumitan teknis adalah tantangan serius yang tidak akan sanggup dipikul oleh seorang bupati pekerja politik, robot birokratis dan miskin ketrampilan komunikasi publik yang menginspirasi dan menggerakkan. Bupati ke depan haruslah seseorang berjiwa pemimpin dari segmentasi sosial manapun dan keragaman profesi apapun.
Dalam kitabnya Ihya Ulumudin Imam Al Ghazali mengingatkan kita bahwa rendahnya kualitas hidup rakyat bersumber dari mentalitas dan prilaku koruptif pejabatnya. Rusaknya mentalitas dan prilaku pejabat akibat para ulamanya tidak peduli urusan politik. Urusan politik dipisahkan dari urusan agama seolah-olah agama satu hal dan politik adalah hal yang lain, dipisahkan satu sama lain. Sebuah pandangan khas negara berpaham sekularistik yang sangat paradoks dengan nilai-nilai negara Pancasila.
Disinilah tanggungjawab politik seorang ulama atau seorang kiai dalam terminologi sosial masyarakat Jawa untuk terlibat dalam urusan struktural jabatan politik. Seorang kiai tidak hanya berfungsi mengingatkan secara verbal melainkan memiliki peluang yang sama dengan politisi karier, pengusaha, manager perusahaan dan birokrat untuk menjadi seorang bupati yang memiliki kewenangan eksekutif mencegah dan menggerakkan sejauh tidak miskin visi, tidak gagap narasi, tidak terpapar korupsi dan memiliki magnit kepemimpinan politik yang menginspirasi.
Pimpinan partai politik pemegang hak politik untuk mengusung calon bupati dalam kontestasi Pilkada Indramayu 2020, memiliki kewajiban dan tanggungjawab politik menghadirkan bupati sebagai pemimpin bukan bupati robotik yang digerakkan mesin protokoler. Tanggungjwab bupati sebagai pemimpin adalah tashoruful imam 'ala al roiyah manutun biil maslahah, yakni kepemimpinan politik yang terikat ketat dengan kewajiban menaikkan derajat maslahat rakyat yang dipimpinnya.
Dalam konteks Imam Al Mawardi dalam kitabnya Al Ahkam Al Sulthaniyah tanggung jawab bupati sebagai pemimpin politik adalah _li fiddin wa syiasatud dun ya, menjaga agama dan mengelola urusan kepentingan publik yang dipimpinannya. Maka, jika konsisten dengan, misalnya, visi Religius Indramayu tentulah seorang kiai kategori pemimpin layak untuk diprioritaskan sebagai calon buoati dalam kontestasi Pilkada Indramayu 2020.
Pertanyaan tersisa dan menggantung di benak publik hingga hari ini sampai kapan kita berbasa-basi politik dengan visi Religius misalnya, jika calon bupatinya hanya pekerja politik, robotik birokratis, miskin ketrampilan komunikasi publik dan rendah kompetensi pemahaman agamanya? Apakah visi Religus sekedar dimaknai aksesoris lahiriyah berpakaian koko, sarung dan berpeci untuk kepantasan tampilan di ruang publik, di acara safari romadhan, halal bi halal dan acara-acara resmi keagamaan lainnya?
Sudah saatnya visi Religius dinaikkan derajat pemaknaanya sebagai landasan etik kepemimpinan politik bagi seorang Bupati Indramayu ke depan. Suatu landasan etik dimana pemahaman keagamaannya harus memadai dan kompeten untuk mengelaborasinya hingga ke level teknis regulatif secara aplikatif dan tidak koruptif. Di sinilah pentingnya sosok seorang kiai kategori pemimpin untuk jabatan politis Bupati Indramayu ke depan.
Semoga.
TAG#Indramayu, #Bupati, #Kiai, #Bupati Indramayu, #Pilkada Indramayu
198735564

KOMENTAR