China dan Rusia Nyatakan Keprihatinan atas Kudeta Berdarah di Myanmar

Jakarta, INAKORAN
Penangguhan kesepakatan perdagangan AS terjadi setelah Presiden Joe Biden mengutuk peristiwa akhir pekan itu sebagai "mengerikan", sementara utusan hak asasi PBB mengecam tindakan "memalukan, pengecut, brutal" dari pasukan keamanan, demikian dilansir dari Agencies Selasa (30/3)
BACA:
AS menangguhkan semua keterlibatan perdagangan dengan Myanmar sampai pemerintah terpilih kembali
Dewan Keamanan PBB akan bertemu pada Rabu untuk membahas situasi tersebut, kata sumber diplomatik, setelah Inggris menyerukan pembicaraan darurat
China menambahkan suaranya ke paduan suara keprihatinan internasional, menyerukan pengekangan dari semua sisi.
"Kekerasan dan bentrokan berdarah tidak memenuhi kepentingan pihak manapun. Korbannya adalah orang-orang Myanmar," kata juru bicara kementerian luar negeri China Zhao Lijian.
Rusia pada Senin mengakui pihaknya mengembangkan hubungan dengan Myanmar setelah wakil menteri pertahanan Alexander Fomin dan pejabat lainnya bergabung dalam parade akhir pekan, tetapi mengatakan itu tidak berarti menyetujui "peristiwa tragis" yang terjadi.
"Kami sangat prihatin dengan meningkatnya jumlah korban sipil," kata juru bicara Kremlin Dmitry Peskov.
Sejauh ini, berminggu-minggu permohonan pengekangan yang berulang-ulang dan bahkan sanksi internasional tidak berhasil meyakinkan para jenderal.
Kebrutalan berlanjut pada Senin di Yangon, dengan tiga orang tewas, termasuk seorang anak berusia 20 tahun yang ditembak mati, kata petugas penyelamat kepada AFP.
Satu orang juga tewas di kota Bago, kata media pemerintah, menambahkan bahwa seorang petugas polisi juga tewas di Mandalay setelah dibakar oleh pengunjuk rasa.
198735251
KOMENTAR