Dalam Kasus Penistaan Agama Dan Intoleransi Negara Tidak Boleh Menjadi Ayam Sayur Ketika Hadapi Kelompok Intoleran

Oleh : Petrus Selestinus S.H, MH, Koordinator TPDI & Advokat PERADI
Jakarta, Inako
Polri tidak boleh bersikap diskriminatif dalam penegakan hukum terutama melakukan penindakan terhadap siapapun warga negara yang diduga melakukan kejahatan yang menimbulkan korban bagi warga negara lainnya dan bagi kepentingan umum.
Simak video InaTV jangan lupa "klik Subscribe and Like" hadirkan terang menuju Indonesia hebat.
Dalam menyikapi Laporan Masyarakat terhadap Ustadz Abdul Somad (UAS), sehubungan dengan beredarnya video rekaman tausiyah UAS dalam suatu forum tausiyah yang kontennya tentang Salib Yesus dan Setan, Polri nampak kurang merespons Laporan Masyarakat secara cepat.
.jpg)
Himbauan ini seharusnya tidak sekedar lipsync semata, semata-mata menghalau asap bukan memadamkan api, sampai kapan bara intoleran memanggang jiwa minoritas?
Sebagai alat negara penegak hukum, segala tindakan kepolisian oleh Polri terhadap warga negaranya, merupakan bentuk pengakuan, penghormatan dan perlindungan dari negara terhadap hukum dan hak-hak warga negara lainnya dalam sebuah negara hukum.
Karena esensi dalam bernegara sesungguhnya adalah menghormati dan melindungi hak setiap warga negara tanpa kecuali. Apalagi hak untuk mendapatkan perlakuan yang sama di hadapan hukum dan pemerintahan sesungguhnya adalah esensi dari negara hukum.
Dalam kasus Laporan Polisi Masyarakat terhadap UAS, Polri memiliki legal standing yang jauh lebih kuat karena Polri bertindak sebagai alat negara, untuk dan atas nama negara demi melindungi segenap warga negaranya dimanapun berada.
Oleh karena itu penjelasan Kepala Bagian Penerangan Umum Mabes Polri Komisaris Besar Asep Adi Saputra yang mengatakan bahwa pihaknya tidak serta merta menerapkan pendekatan hukum dalam kasus Ustadz Abdul Somad, Polri dalam menangani kasus UAS tidak cuma berlandaskan pada landasan yuridis, tetapi bagaimana pertimbangan sosiologisnya.
Padahal kalau berlandaskan pada landasan sosiologis, maka pertimbnagan sosiologis dan psichologis masyarakat mengharuskan Polri menindak siapapun yang melanggar hukum karena terhadap pelaku negara sudah memayungi setiap warga negaranya dengan asas praduga tak bersalah.
Jika dalam proses hukum dimana terhadap UAS dilakukan tindakan kepolisian lantas membahayakan kepentingan bangsa dan negara, maka hukum positif kita sudah memberikan payung hukum kepada Jaksa Agung untuk memberikan dopenering terhadap seorang Tersangka/Terdakwa.
Pernyataan Kabag Penerangan Umum Mabes Polri Kombes Pol. Asep Adi Saputra, memberi signyal kuat bahwa Polri akan mempetieskan Laporan Masyarakat terkait video rekaman tausiyah UAS yang saat ini menjadi obyek Laporan Masyarakat di sejumlah Polda dan juga di Bareskrim.
Sikap Polri terhadap Laporan Masyarakat atas diri UAS mengingatkan kita pada sikap Polri dalam menyikapi Laporan Masyarakat atas diri Riziq Shihab baik untuk kasus dugaan penistaan agama maupun kasus-kasus lainnya yang tidak pernah diketahui lagi perkembangan prosesnya disamping beberapa kasus sudah sampai tahap penyidikan justru di SP3-kan oleh Polri.
Sikap Polri dalam kasus-kasus intoleran, justru membingungkan masyarakat. Dua kasus Rizieq Shihab telah di SP3 oleh.Polri, sementara kasus UAS Polri justru menempatkan pertimbangan sosiologis sebagai pertimbangan utama untuk mengesampingkan proses hukum.
Padahal Negara Cq. Polri seharusnya menunjukan eksistensinya sebagai institusi yang memiliki kekuatan digdaya yaitu menegakan wibawa hukum dan wibawa negara, bukan malah sebaliknya membuat negara sebagai organisasi ayam sayur ketika menghadapi sekelompok kecil masyarakat yang bersikap intoleran terhadap yang lain.
TAG#Petrus
190231805
KOMENTAR