Dari Serangan Rusia ke Ukraina, Kita Belajar untuk Tidak Mudah Percaya pada Sokongan Negara Asing

Timoteus Duang

Monday, 14-03-2022 | 19:50 pm

MDN
Nur Amalia Dini Priatmi (Nadin), seorang mahasiswa Pascasarjana Ilmu Politik UI.

 

Jakarta, Inako

Ukraina akan mencatat dalam sejarahnya, bahwa Kamis (24/02/2022) adalah hari terburuk dalam sejarah negara mereka sejak merdeka tahun 1991. Rusia menyerang mereka dengan tujuan operasi militer khusus, melakukan ‘demiliterisasi’ dan menekan agar tidak bergabung dengan NATO.

Nur Amalia Dini Priatmi (Nadin), seorang mahasiswa Pascasarjana Ilmu Politik UI, dalam keterangan pers Senin (14/3/2022), mengatakan, Vladimir Putin merasa Rusia terancama jika Ukraina masuk menjadi anggota NATO. Lebih dari itu, serangan Rusia ke Ukraina bertujuan memberi pelajaran pada AS dan NATO.

“Ketegangan Rusia-Ukraina dimulai sejak 2008, ketika Ukraina dan Georgia diundang bergabung dengan NATO. Putin sudah mengingatkan NATO untuk tidak mengundang Ukraina. Ketidaksenangan Putin sangat beralasan, sebab Ukraina negara yang berbatasan langsung dengan Rusia. Dan ini buffer zone terakhir Rusia. Jadi ini persoalan keamanan nasional Rusia,” ujar Nadin.

Setelah sempat mereda, ketegangan ini kembali memanas pada tahun 2014 ketika Presiden Ukraina Viktor Yanukovych yang pro Russia berhasil digulingkan dan Volodymyr Zelensky menjadi Presiden. Rusia merespon dengan mencaplok Krimea. Rusia juga mendukung separatis di wilayah Donetsk dan Luhansk, untuk menentang pemerintah Ukraina dan pada 24 Februari 2022 mengakui kemerdekaan Donetsk dan Luhansk.

“Bayangin jarak Kyiv Moscow hanya 756km, masih lebih jauh jarak Kota Serang, Banten ke Surabaya, Jatim yang mencapai 829km. Jelas Russia tidak aman karena sewaktu-waktu jika terjadi perang, rudal NATO bisa lebih cepat menjangkau Moscow”, tutur Nadin.

 

“Ini bentuk Self Defense. Apa yang dilakukan Rusia adalah bentuk pertahanan untuk mengatisipasi ancaman jika Ukraina bergabung ke NATO,” sebutnya.

Menurut Nadin, Putin tidak mempersoalkan Ukraina bergabung dengan Uni Eropa. Yang Putin larang ialah tergabungnya Ukraina dengan NATO. 

Sebaiknya Angkat Bendera Putih

Nadin berpendapat, sebaiknya Ukraina menyerah. “Perang ini akan berakhir jika Zelensky menyerah. Tujuan serangan ini jelas, Rusia ingin mengganti Zelensky dengan Presiden baru yang pro kepada mereka dan memperingatkan NATO untuk tidak mengajak Ukraina bergabung.”

Menurut Nadin, secara de facto, perang ini sudah selesai. Rusia sudah berhasil mencapai sebagian besar targetnya dan NATO tidak berani berperang dengan Russia.

Kondisi Ukraina memprihatinkan, kota-kota hancur, tentara banyak yang mati, termasuk angkatan bersenjata Ukraina telah banyak dihancurkan.

Secara teoritis serangan militer dianggap berhasil jika memenuhi 3 syarat: berhasil mengisolasi suatu negara dari diplomasi internasional; berhasil menghancurkan angkatan bersenjatanya; dan berhasil menaklukkan mental tentara dan pimpinannya. Ke 3 syariat ini sudah terpenuhi di Ukraina.

 

Dari kejadian di Ukraina sekarang, kita bisa mengambil pelajaran, jangan salah pilih Presiden; jangan salah perhitungan soal perimbangan kekuatan dan peta geopolitik; jangan gegabah dan terlalu percaya diri dengan sokongan asing dan bantuan luar; jangan underestimate kepada lawan yang selama ini hanya terlihat lemah.

Rusia memang tidak pernah pamer, tapi sekali pamer bisa merusak; ukur baju sendiri dan posisi diri sebagai pemimpin; jangan pernah lengah, karena dunia ini tidak punya tempat untuk orang orang lemah dan lengah; jangan nyaman dengan kelompok sendiri, karena berada dalam komunitas lemah akan membuat kita merasa paling kuat, semacam katak di bawah tempurung karena semua punya limit.

Pelajaran bagus bagi bangsa Indonesia!!

KOMENTAR