DCS DPRD Indramayu 2024 dan Proyeksi Elektoralnya

Oleh. : H. Adlan Daie
Pemerhati politik dan sosial keagamaan
JAKARTA, INAKORAN
Daftar Caleg Sementara (DCS) DPRD Indramayu 2024 yang dipublish KPU Indramayu beberapa.waktu lalu memperlihatkan sejumlah partai politik pemilik kursi DPRD kab Indramayu hampir seluruhnya menyertakan caleg "existing", yakni caleg aktif sebagai anggota DPRD Indramayu dalam DCS.
Caleg "existing" memang memiliki akses logistik dan penguasaan basis basis elektoral melalui pengawalan program aspirasi dan rutinitas kegiatan reses . Itulah keunggulan caleg "existing" dibanding caleg "new comer", pendatang baru.
Tapi di sisi lain dalam sistem proporsional "terbuka" yang berlaku saat ini caleg "existing" bisa rentan tidak dipilih kembali jika "overload" terlalu sering "PHP" (pemberi harapan palsu), bahkan potensial didowngrade caleg "new comer" sesama internal partai yang memiliki kemampuan narasi tajam dan isu isu populis yang akseptabel di ruang publik.
IItulah resiko paling nyata dari sistem politik proporsional "terbuka". Kontestasi pileg ibarat adegan film kartun "Tom And Jerry" , masing masing caleg di internal partai tak terhindarkan bertarung ketat dan keras berebut basis elektoral tetapi mereka sesungguhnya saling membutuhkan satu sama lain secara elektoral.
Artnya mereka bertarung keras untuk keterpilihan secara personal tapi keterpilihan mereka merujuk data dari 50 anggota DPRD Indramayu saat ini mereka nyaris seluruhnya "terpilih" dalam pileg 2019 bukan karena raihan elektoral personal secara "otonom" melainkan disuplay akumulasi perolehan caleg caleg lainnya sesama internal partai.
Perspektif kerja partai politik dalam kontestasi pileg yang membiarkan pertarungan keras sesama internal caleg tanpa penetrasi kerja mesin partai sulit diproyeksikan untuk pertambahan target perluasan insentif elektoral partai. Konsekuensinya sebuah partai akan sulit meraih tambahan "kursi", bahkan mungkin justru akan mengalami defisit kecuali partai tersebut mendapatkan "berkah" elektoral dari trend dan sentimen positif partai secara nasional.
Sebaliknya partai sulit mengatur ketat misalnya pembagian "daerah binaan" kerja caleg sesama internal partai dalam sistem proporsional "terbuka". Sifat naluriyah caleg selalu "dipaksa" untuk memenangkan kepentingan elektoralnya sendiri. Pertarungan ketat dan keras sesama caleg internal menjadi tak terhindarkan terutama di daerah daerah basis dan "ceruk" pemilih partai pengusungnya.
Dalam konteks itu strategi kerja politik "beauty electotal contest" penting coba dilakukan,, sebuah strategi kerja politik elektoral dalam konstruksi sistem proporsional "terbuka" yang dikembangkan dari sistem politik "stelsel aktif" model Sarwono Kusuma Atmadja, sekjend pertama Golkar dari unsur "sipil".
Strategi "beauty electoral contest" dalam konteks ini adalah partai membiarkan caleg berkontestasi sesama caleg internal partai secara ketat tetapi pada saat yang sama partai melakukan penetrasi struktural secara massif dengan aksi aksi branding partai di wilayah tertentu di.mana caleg caleg partai minim sentuhan di wilayah tersebut.
Titik temu kerja personal caleg dalam pertarungan ketat sesama caleg internal partai dan penetrasi kerja partai secara elektoral di atas membuka ruang probabilitas dan kemungkinan insentif perolehan akumulatif elektoral. Dari sini peluang sebuah partai akan meraih "kursi" atau mendapatkan tambahan perolehan "kursi" di sebuah daerah pemilihan (dapil).
Inilah rumitnya pileg sistem proporsional "terbuka" dengan resiko "ongkos" politik mahal. Caleg dipaksa bertarung ketat secara "internal" sekaligus "eksternal" dan pada saat yang sama partai dipaksa melakukan penetrasi struktural secara massif.
Tapi di sini pula asyiknya "dansa dansa" politik dalam pemilu. Rakyat pemilih menikmati "gebyar" panggung politik lima tahunan.
TAG#ADLAN
190234292

KOMENTAR