Ekonom Nilai Paket Kebijakan Ekonomi Jokowi Penyebab Turunnya Peringkat Kemudahan Investasi di Indonesia

Sifi Masdi

Saturday, 03-11-2018 | 22:03 pm

MDN
Ilustrasi paket kebijakan OSS [ist]

Jakarta, Inako

Bank Dunia pernah merilis peringkat ease of doing business atau kemudahan bisnis di Indonesia meningkat. Pada Oktober 2016 Bank Dunia melaporkan peringkat kemudahan bisnis di Indonesia naik 15 poin dari 106 ke 91. 

Kemudian di November 2017 Bank Dunia kembali merilis peringkat kemudahan bisnis di Indonesia naik 19 poin dari 91 ke 72. Mengacu pada dua kali kenaikan peringkat itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memasang target tinggi peringkat kemudahan bisnis harus naik ke 40.

Ternyata bukannya naik, peringkat kemudahan bisnis di Indonesia malah turun. Pada Kamis (1/11/2018) Bank Dunia merilis peringkat kemudahan bisnis di Indonesia turun dari 72 ke 73.

Penurunan ini terjadi setelah pemerintah meluncurkan kebijakan sistem perizinan terpadu atau online single submission (OSS). Selain itu, pemerintah juga telah meluncurkan 16 paket kebijakan ekonomi yang tujuannya untuk meningkatkan kemudahan bisnis dan investasi di tanah air.

Nah, pertanyaannya kenapa peringkat kemudahan bisnis justru turun di tengah upaya memudahkan urusan perizinan investasi? Berikut penjelasan lengkapnya.

Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Pieter Abdullah Redjalam mengatakan, turunnya peringkat kemudahan berusaha di Indonesia karena macetnya implementasi paket kebijakan pemerintah.

"Pemerintah memang sudah cukup banyak mengeluarkan paket kebijakan untuk memperbaiki peringkat EoDB dan daya saing. Tapi hasilnya masih belum memuaskan," kata Piter, di Jakarta, Jumat (2/11/2018).

Pemerintah telah menerbitkan 16 paket kebijakan, menurut Piter sebagian dari paket tersebut belum bekerja secara optimal. 

"Masalah utamanya adalah paket-paket kebijakan itu saya lihat tidak terintegrasi, tidak menciptakan koordinasi yang sesungguhnya sangat dibutuhkan dalam banyak hal termasuk di antaranya misal perizinan," jelas dia.

Koordinasi yang dimaksud, kata Piter adalah antara pusat dengan daerah. Sehingga, implementasi serta kontribusi dalam memudahkan proses izin usaha di tanah air masih macet.

Jauh sebelum turun, pemerintah gencar membenahi proses perizinan berusaha Indonesia, mulai dari paket kebijakan, hingga yang teranyar online single submission (OSS) atau sistem perizinan terpadu.

Turunnya posisi EODB nasional pun menjadi pertanyaan kontribusi OSS yang telah diimplementasikan sejak Juli 2018.

Sementara itu, Peneliti dari INDEF Bhima Yudhistira mengatakan layanan perizinan berusaha terintegrasi secara elektronik (OSS) justru membuat bingung investor.

Menurut Bhima, OSS seharusnya berada di bawah Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) harus diambil sementara Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Hal itu menandakan belum kuatnya koordinasi.

KOMENTAR