Fit & Proper Test Andika: DPR Harus Tolak dan Jangan Jadi Juru Stempel

JAKARTA, INAKORAN
Pada tanggal 6 November 2021 DPR RI berencana melakukan fit and proper test terhadap calon Panglima TNI usulan Presiden, Jenderal Andika Perkasa. Berdasarkan informasi yang kami terima, proses fit and proper test akan dilakukan secara semi tertutup yaitu menutup akses pengawasan dan pertisipasi publik pada proses tanya jawab.
Koalisi memandang, proses uji kelayakan dan kepatutan yang rencananya dilakukan secara semi tertutup tersebut merupakan tindakan penghalang-halangan akses pengawasan dan partisipasi publik sehingga rentan terjadi kolusi dan nepotisme. Seharusnya proses yang penting ini dilakukan secara terbuka dan transparan. Jangan sampai ada kesan ada hal yang sengaja ditutup-tutupi dalam proses tersebut, demikian Rilis Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan yang diterima INAKORAN Jumat (5/11/21)
Proses yang terbuka sangat penting, tidak hanya untuk membuka ruang pengawasan dan partisipasi publik, tetapi juga mengingat Jenderal Andika Perkasa dikaitkan dengan berbagai catatan buruk terkait HAM, transparansi dan akuntabilitas harta kekayaan dan lain-lain.
Kami memandang, adanya dugaan keterkaitan Jenderal Andika Perkasa dalam pelanggaran HAM pembunuhan tokoh Papua Theiys Hiyo Eluay perlu diperdalam secara serius oleh DPR. Sebab, penghormatan terhadap HAM tentu menjadi poin penting dalam profesionalitas TNI, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 2 huruf d UU No. 34/2004 tentang TNI.
Selain itu adanya kepemilikan harta kekayaan yang fantantis dan ketidakpatuhan Jenderal Andika yang baru melaporkan Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) pada tahun ke tiga selama menjabat sebagai KSAD juga sejatinya menunjukkan lemahnya integritas dan komitmen Andika Perkasa terhadap agenda pemberantasan korupsi.
DPR seharusnya perlu terlebih dahulu meminta penjelasan kepada Presiden mengenai pengajuan Jenderal Andika sebagai calon tunggal Panglima TNI. Sebab, persoalan HAM dan integritas, sebagaimana yang kami sebutkan tadi, seharusnya menjadi poin pertimbangan dalam pengajuan calon Panglima TNI.
Dengan kondisi demikian, maka pada dasarnya kini DPR memegang peranan penting dalam upaya menjaga reformasi dan profesionalitas TNI melalui agenda fit and proper test ini.
Berdasarkan hal-hal di atas koalisi mendesak:
1. DPR membuka seluruh proses uji kelayakan dan kepatutan kepada publik sehingga tidak ada proses dan materi pembahasan yang ditutup-tutupi. Keterbukaan ini menjadi bukti bahwa fit and proper test ini bukan sekedar agenda formalitas/prosedural yang dijalankan DPR RI;
3. Persoalan-persoalan mengenai dugaan keterlibatan Jenderal Andika Perkasa dalam pelanggaran HAM maupun integritas dalam hal ketidakwajaran harta kekayaan dan ketidakpatuhan pelaporan LHKPN, harus menjadi bagian penting dalam materi pembahasan fit and proper test dan wajib melibatkan dan meminta pertimbangan Komnas HAM dan KPK;
3. DPR secara tegas menolak usulan pencalonan Andika Perkasa sebagai Panglima TNI yang baru sebagaimana hak DPR dalam Pasal 13 ayat (7) UU No.34/2004 tentang TNI.
4. Siapa pun yang terpilih menjadi Panglima TNI mempunyai rekam jejak menghormati HAM dan berkomitmen untuk memastikan penghormatan HAM dalam dan oleh institusi TNI.
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan terdiri dari:
KontraS, Imparsial, LBH Jakarta, HRWG, Setara Institute, Public Virtue Research Institute, Amnesty International Indonesia, Inisiatif Untuk Demokrasi dan Keamanan (IDeKa), Indonesia Corruption Watch (ICW), ELSAM, PBHI Nasional, LBHM, LBH Pers, ICJR.
TAG#ANDIKA PERKASA, #PANGLIMA TNI, #TNI
198730566
KOMENTAR