H. Dedi Wahidi dan Kampus Hijau Kaplongan

Oleh. : Adlan Daie
Pengamat dan Pemerhati Politik elektoral Indramayu.
Jakarta, Inako
Membaca dan menimbang figur H. Dedi Wahidi sekedar sukses dalam mobilitas vertikal karier politiknya saja tentu tidak memadai. Anies Baswedan (kini Gubernur DKI Jakarta) saat berkunjung ke Kampus Hijau Kaplongan Indramayu lima tahun silam dalam kapasitas sebagai mendikbud RI berlatar belakang intelektual dan praktisi pendidikan menggambarkan sisi lain H. Dedi Wahidi dengan pilihan diksi yang tepat sebagai pelukis yang terus menggambar masa depan sosial masyaralkathya.
Dalam sambutannya di depan ribuan para undangan dan pimpinan penyelenggara pendidikan Anies Baswedan melukiskannya sebagai berikut ; "Sulit membayangkan capaian moblitas kemajuan sosial masyarakat kaplongan dan sekitarnya hari ini jika 30 tahun silam H. Dedi Wahidi tidak tekun melukis kanvas masa depan mereka.melalui proses pendidikan", demikian kurang lebih narasinya masih terekam dalam benak penulis.yang ikut menghadiri secara langsung acara kunjungannya ke Kampus Hijau Kaplongan.
Memang, H. Dedi.Wahidi tidak dapat dipisahkan dari proses berdiri, bertumbuh, mekar.dan megahnya kompleks pendidikan pesantren Darul Maarif dengan sebutan familier kampus hijau kaplongan.Tentu tidak sekedar sebuah nama dan pilihan warna melainkan mewakili spektrum pandangan keagamaan jam'iyah Nahdlatul Ulama (NU), ormas keagamaan Islam terbesar di Indonesia dengan doktrin moderat, toleran dan berimbang (tawashut, tasamuh wat tawazun) sebagai basis dan praksis dari seluruh proses sirkulasi kependidikannya.
H. Dedi Wahidi (ist)
Kompleks pendidikannya terintegrasi dalam satu area seluas lebih dari 31 hektar dengan satuan pendidikan di dalamnya mulai TK NU, SD NU, SMP NU, SMP DARUL MAARIF (khusus pesantren putra/putri),. SMA NU, SMK NU, SMK MARITIM NU,. STKIP NU dan (dalam proses) Universitas Nahslatul Ulama (UNU) dengan jumlah siswa, santri dan mahasiswa kurang lebh 7500 orang. Sebuah legacy pembuktian faktual tanpa kata atas keberhasilan H. Dedi Wahidi melukis kanvas bertumbuhnya kampus hijau sebagai lembaga pendidikan sangat representatif.
Presiden Jokowi dua kali berkunjung ke kampus hijau kaplongan. Pertama tahun 2014 saat menjadi calon presiden dan kedua tahun 2018 di tengah memangku jabatan presiden RI dalam sambutannya selalu berdesak kagum atas desain.tata ruang dan kualitas fisik bangunannya
hingga beliau meyakini bahwa dari lembaga inilah dengan management modern dan instrument sarana pendukung lain didalamnya kelak akan lahir kualitas SDM yang kompatibel dan tidak kalah kompetensinya dibanding lulusan sekolah sekolah favorit di kota kota besar.
Dalam konteks di atas.itulah, titik keseimbangan kampus hijau kaplongan mengaktualisaikan doktrin "Almuhafadhoh 'ala al qomidis sholih wal akhdhu bil jadidil aslah", bahwa semangat memelihara tradisi berimbang dengan spirit open minded terhadap pembaharuan instrumental pendidikan yang lebih kompatibel. Sebuah visi yang selalu dipompakan pula kepada sejawat organisasinya dalam visi membangun pendidikan berbasis pandangan ke NU an di Jawa Barat agar ikhtiar menangkal arus radikalisme yang menguat di Jawa Barat lebih bersifat preventif secara sistemik dibanding sekedar berkhotbah di mimbar mimbar yang jargonistik.
Karena itu, dari sudut pandang penulis sesungguhnya tidak mengejutkan jika sejumlah tokoh dari beragam segmentasi sosial menarik narik H. Dedi Wahidi untuk maju dalam kontestasi pilkada serentak 2020 tentu selain kapasitas dan rekam jejak politiknya sangat memadai juga dengan harapan keberhasilannya mengelola kampus hijau kaplongan menjadi tirik harapan baru bagi masa depan indramayu minimal hingga lima tahun ke depan untuk mengejar ketertinggalan IPM Indramayu di posisi paling buncit di wilayah III Cirebon.
Pointnya adalah jika H. Dedi Wahidi telah terbukti berhasil membangun kampus hijau dengan modal sumber daya instrumental baik sumber finansial dan SDM yang relatif terbatas dan karena itu perlu insentif ide.ide untuk menaikkan hingga ke level yang kompatibel dengan tantangan jamannya tentu relatif lebih mudah bagi H. Dedi Wahidi dengan pengalaman politiknya yang sangat memadai untuk membawa Indramayu ke level peradaban politik yang lebih maju karena daya tunjang finansialnya dalam benruk APBD dan SDM birokrasinya telah terjamin dalam proses akselerasi kepemimpinan politiknya.
BACA JUGA: Pahlawan Bangsa Satu Lagi Telah Berpulang, Meninggalkan Pilu Di Hati Anak Bangsa
Di sinilah pentingnya prakarsa kolektif para tokoh politik dan aliansi masyarakat sipil untuk membangun kesadaran publik agar tidak senang tertipu oleh kepemimpinan operasi plastik salon kecantikan politik dan otot otot kekuasaan yang nihil warisan peradaban dalam sejarah hidupnya. Dengan kata lain, dalam konteks politik Indramayu hari ini penting untuk menghadirkan kepemimpinan politik bukan sekedar penguasa mesin birokrasi miskin visi dan fakir narasi melainkan kepemimpinan yang menggerakkan hingga kelak dikenang warisan peradaban politik luhur yang ditinggalkannya.
Semoga bermanfaat.
BACA JUGA: Pelajaran Berharga dari Warren Buffet: Uang Bukan Ukuran Kualitas Hidup
TAG#ADLAN DAIE, #INDRAMAYU, #JABAR
190215089

KOMENTAR