IDI : Digitalisasi Dorong Keterbukaan Dan Efisiensi BPJS Kesehatan

Hila Bame

Monday, 24-09-2018 | 15:25 pm

MDN
ilustrasi (ist)
"Ilham, Ketua Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) tidak menjelaskan secara rinci adakah dokter atau rumah sakit yang nakal dalam melayani BPJS. Kendati demikian, inefisiensi dalam BPJS Kesehatan dianggapnya tidak berkontribusi lebih besar terhadap defisit keuangan BPJS Kesehatan dibandingkan dengan jumlah iuran yang dianggap masih relatif kecil".

 

Jakarta, Inako

Digitalisasi data dan pengoperasian antara instansi terkait misalnya antara BPJS dengan pihak Rumah Sakit maupun dokter menjadi keharusan saat ini. Hal ini perlu segera dioptimalkan lagi untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. 

Digitalisasi menjadikan setiap titik inefesiensi pelayanan dapat diminimalisir, meskipun besaran uang iuran harus dipertimbangkan kembali demi pelayanan yang prima kepada masyarakat. 

Sementara Pengurus Besar (PB) Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menyatakan keterbukaan dapat mendorong efisiensi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.

Pernyataan itu disampaikan oleh Ketua Umum PB IDI Ilham Oetama Marsis seusai menemui Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (24/9/2018) bersama dengan para pengurus PB IDI lainnya.

Ilham belum bersedia menyebutkan contoh inefisiensi di BPJS Kesehatan. "Tapi dengan keterbukaan, dengan menggunakan digitalisasi, dengan gunakan istilahnya komputerisasi, semua akan terbuka. Berikut audit medik maupun audit keuangan," katanya.

Ilham mengatakan keterbukaan itu merupakan sesuatu yang diharapkan oleh IDI. Menurutnya, dengan keterbukaan, masalah yang dihadapi oleh BPJS Kesehatan dapat diselesaikan. Keterbukaan itu dapat diterapkan dengan menggunakan sistem digital atau bank data.

"Contohnya, apakah tidak ada dokter yang nakal? Ada. Apakah tidak ada rumah sakit yang nakal? Ada. Tapi dengan keterbukaan, baik BPJS, baik dokter, rumah sakit, itu dengan sangat mudah dilacak. Kalau tertutup, mana ada yang tahu. Yang menjadi korban adalah rumah sakit dan dokter. Dengan berbagai ancaman, mau dibawa ke KPK. Kalau ada keterbukaan, bukan dokter atau rumah sakit, tapi biangnya yang akan di sana (KPK)," pungkasnya.

 

 

 

 

 

 

KOMENTAR