INDEF: Ekonomi Tumbuh Temporer Atau Berlanjut?

Melalui Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN 2015-2019) pemerintah akan membenahi diri semua bidang di sektor riil.
Struktur industri yang masih lemah, ekspor masih didominasi bahan mentah, hingga ketergantungan impor bahan baku domestik. Mutlak peran bersama dalam menyelesaikan permasalahan di sektor riil.
Namun demikian laporan Badan Pusat Statistik tentang kondisi perekonomian Indonesia pada triwulan II/2018, mendapat catatan dari INDEF.
Dr. Enny Sri Hartati ekonom Institute For Development of Economics and Finance (INDEF) terperanjat membaca laporan Ekonomi Indonesia tersebut tumbuh sebesar 5,27 persen yoy, terjadi peningkatan yang sangat signifikan dibandingkan triwulan I / 2018 (5,06 persen yoy).
Capaian kinerja perekonomian yang cukup mengejutkan di tengah pucat pasi sektor riil. Meskipun masih lebih rendah dari target APBN 2018 sebesar 5.4 persen.
Momentum musiman, bulan puasa dan lebaran, pemilihan kepala daerah (pilkada) 171 daerah, dan percepatan realisasi belanja pemerintah mendapat sumbangan utama terjadinya eskalasi pertumbuhan.
Ekonom INDEF meneropong terjadi paradoks atas kinerja variabel makro ekonomi yang menjadi kontributor utama pertumbuhan ekonomi di Indonesia, dimana stimulus atau pancingan fiskal pemerintah dinilai gagal. Pasalnya akselerasi belanja pemerintah hanya berdampak peningkatan sektor konsumtif (konsumsi rumah tangga), pungkas Enny, kepada wartawan Kamis, (8/8/2018)
Sementara sektor produktif (investasi) justru terjun menuju jurang bahaya, baik dari sisi pertumbuhan maupun kontribusinya.
Lebih jauh dalam catatan INDEF menyampaikan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) pada triwulan I/2018 tumbuh 7,95 persen dengan kontribusi 32,12 persen. Namun pada triwulan II/2018 hanya tumbuh 5,87 persen dan kontribusinya turun menjadi 31,15 persen.
Lalu sektor industri produktif non migas juga melorot dari 5.07 persen ke 4,41 persen. Secara keseluruhan pertumbuhan sektor industri anjlok hanya 3,9 persen pada triwulan II. Artinya dampak dari peningkatan belanja pemerintah hanya berdampak pada peningkatan konsumsi rumah tangga dari 4,95 persen pada triwulan I/2018 menjadi 5,14 persen pada triwulan II/2018. Termasuk ditopang oleh momentum lebaran dengan adanya THR dan Pilkada.
Ancaman Stagnasi Pada Semester II/2018
INDEF mengingatkan sektor riil sebagai penopang utama penyerapan tenaga kerja tidak menggeliat oleh karena hilangnya kemewahan mesin utama pertumbuhan sektor riil yang hanya tumbuh 3,97 persen dan, industri non migas tumbuh hanya 4,41 persen.
Kondisi ini dinilai akan sulit terjadi akselerasi pertumbuhan ekonomi yang diperparah oleh ekspektasi Prompt Manufacturing Index (PMI) triwulan III/2018 turun menjadi 51,81 persen dengan SBT turun menjadi 3,43 dari 3,96 persen triwulan II/2018.
Demikian juga Indeks Tendensi Konsumen (ITK) triwulan III/2018 turun dari 125,43 (triwulan II) menjadi pesimis 96,99.
Kalangan dunia usaha masih wait and see terkait kondisi ekonomi terkini hal ini ditandai dengan menurunnya investasi pada triwulan II yang hanya tumbuh 5,87 persen
Namun demikian dari catatan INDEF masih ada harapan sektor riil bangkit setidaknya terjadi pada helatan AsianGames 2018 dan tahun Politik menjelang 2019 dan IMF-WB Annual Meetings oktober mendatang di Bali.
TAG#INDEF, #Dr. Enny Sri Hartati
190232447
KOMENTAR