Indonesia Bisa Belajar Dari Penyidangan Kasus  Reynhard Sinaga di Pengadilan Inggris

Sifi Masdi

Friday, 10-01-2020 | 14:11 pm

MDN
Amsori dari  Islamic Law Firm [Instagram]

Oleh Amsori, Praktisi Hukum dari Islamic Law Firm

Jakarta, Inako

Sidang kasus Reynhard Sinaga yang dilangsungkan di pengadilan Inggris merupakan hal yang menarik untuk ditelisik. Kalau kasus pemerkosaan ini diadili di Indonesia mungkin ceritanya akan menjadi lain.

Seperti diketahui, akhir-akhur ini, media ramai memberitakan kasus Reynhard (36 tahun), yang terbukti melakukan 159 kasus tindak pidana pemerkosaan dan serangan seksual terhadap 48 pria. Pengadilan Manchester, Inggris, telah menjatuhui hukuman seumur hidup atas Reynhard. Reynhard terbukti membius sang korban sebelumnya ia melakukan aksi bejatnya. Tidak mudah memang polisi Inggris membongkar kasus tersebut karena semua korban berada dalam kondisi tidak sadar diri saat diperkosa.  Untung saja, ada satu korban yang sadar saat diperkosa, dan ia pun langsung melaporkan kejadian ini kepada polisi.

Amsori dengan Wakapolri Komjen Pol Dr. Gatot Eddy Pramono, M.Si [dok:pribadi]


Saya melihat ada hal yang manarik untuk dipelajari dari kasus ini, terutama untuk pembuat kebijakan. Catatan yang menarik dari kasus ini, yakni hukuman atas Reynhard tidak hanya berhenti seputar pergunjingan soal orientasi seksualnya. Tetapi hakim juga menelusuri runutan kejadian, termasuk soal jumlah korban, sehingga hakim mempunyai diskresi untuk menjatuhkan hukuman seumur hidup  atas Reynhard. Tentu kasus ini layak dijadikan sebagai studi perbandingan dalam merumuskan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) dan RKUHP, sebuah peraturan yang sempat dibahas oleh DPR periode 2014-2019 tapi gagal disahkan karena masih banyak perdebatan dan akan segera dilanjutkan oleh DPR periode sekarang.

Terlepas dari soal seberapa besar hukuman yang dijatuhkan kepada Reynhard, sebagai warga negara yang mempunyai hak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari negara, pemerintah Indonesia perlu memberikan bantuan hukum kepada pelaku dan ganti kerugian bagi para korban. Hal ini bisa dilakukan dan difasilitasi oleh negara melalui Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) London. Adalah sesuatu yang lumrah bahwa bantuan hukum tersebut merupakan kewajiban negara bagi seluruh warga negara Indonesia yang sedang mengalami kasus hukum. Dan ini dibenarkan secara hukum. Bantuan hukum bertujuan untuk memastikan Reynhard mendapatkan hak-haknya secara adil, termasuk memantau proses hukum dalam sistem peradilan setempat.

Dalam sidang di Pengadilan Manchester, hakim mendakwa Reynhard Sinaga, pria asal Indonesia ini, sebagai pemerkosa berantai berdarah dingin. Dia didakwa telah memperkosa korbannya dengan tidak mempedulikan kondisi korban yang tidak sadar akibat dibius (pingsan) dan terus melakukan perkosaan sambil memfilmkannya. Tindakan Serial Rapist atau pengalaman berhasilnya seseorang melakukan pemerkosaan akan menimbulkan kepuasan sendiri yang akhirnya mendorong pelaku melakukan hal yang sama berulang kali, dan dikhawatirkan menjadi trauma yang berkepanjangan bagi para korban.

Hakim Suzanne Goddard memimpin sidang kasus perkosaan berantai oleh Reynhard Sinaga - yang disebut polisi sebagai kasus perkosaan terbesar dalam sejarah hukum Inggris - dalam empat tahap, sejak Juni 2018 sampai putusan pada Senin, 6 Januari 2020. Total korban yang kasusnya digelar dalam empat sidang ini adalah 48 pria dengan 159 dakwaan. Dari sidang tahap pertama (Juni - Juli 2018), tahap kedua (7 Mei - 21 Juni 2019), tahap ketiga (16 September - 4 Oktober 2019), dan sidang tahap keempat (2 Desember-18 Desember 2019). Dalam sidang pengadilan Reynhard selalu membela diri dengan menyanggah melakukan pemerkosaan dan menyebutkan hubungan seksual tersebut dilakukan atas dasar suka sama suka.

Buku karya Amsori 

 

Vonis sidang pertama dan kedua adalah hukuman seumur hidup dengan minimal hukuman penjara selama 20 tahun. Sedangkan putusan sidang ketiga dan keempat yang dijatuhkan Hakim Goddard pada hari yang sama, 6 Januari 2020, Reynhard dijatuhi hukuman seumur hidup. Sejak ditahan pada Juni 2017, Reynhard mendekam di penjara Manchester.

Berbeda dengan hukum pidana di Indonesia, Pasal 285 KUHP mengatur tindak pidana perkosaan secara umum bahwa, "barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa perempuan yang bukan istrinya bersetubuh dengan dia di luar perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan dengan pidana penjara paling lama 12 tahun". 

Tetapi tim perumus RKUHP melakukan perubahan mendasar dengan memperluas cakupan tindak pidana perkosaan, bahkan diperinci apa saja yang termasuk kategori tindak pidana tersebut, misalnya, oral seks dan sodomi baik secara sadar atau dalam kondisi tidak sadar. Namun, KUHP belum mengatur cakupan aspek perkosaan secara luas, oleh karenanya seringkali tidak sedikit para penegak hukum dalam sistem peradilan pidana, mulai dari Penyidik menganggap dugaan terhadap pelaku tindak pidana perkosaan hanya sebagai perbuatan persetubuhan dengan kekerasan, dan sedikit mengarah pada pelecehan seksual atau bahkan pencabulan.  Akibatnya, Jaksa hanya menuntut hukuman rendah, sehingga Hakim pun lebih memperhatikan hal yang meringankan pelaku dan tidak sedikit pula perhatian berupa pemberian ganti kerugian terhadap korban (restorative justice).

Sedangkan, Pasal 1 angka 30 Qanun Aceh No. 6 tahun 2014 tentang Hukum Jinayat, pemerkosaan didefiniskan sebagai, hubungan seksual terhadap faraj atau dubur orang lain sebagai korban dengan zakar pelaku atau benda lainnya yang digunakan pelaku atau terhadap faraj atau zakar korban dengan mulut pelaku atau terhadap mulut korban dengan zakar pelaku, dengan kekerasan atau paksaan atau ancaman terhadap korban.

Mengenai perbuatan pemerkosaan dalam definisi di atas digunakan istilah hubungan seksual, tetapi sekiranya definisi di atas dibaca sampai lengkap, maka dapat disimpulkan bahwa hubungan seksual dalam definisi ini, bukan saja menghubungkan alat kelamin dengan alat kelamin, tetapi meliputi juga hubungan seksual yang menggunakan benda lain sebagai media, dengan demikian hubungan seksual dapat dipahami meliputi juga perbuatan-perbuatan yang bertujuan untuk memperoleh sensasi dan rangsangan seksual, yang mungkin untuk kepuasan pelaku, tetapi mungkin juga untuk menyakiti, menghina atau mempermalukan korban.

Dalam definisi di atas paling kurang ada lima hal yang perlu dijelaskan, yakni pengertian perbuatan pemerkosaan, objek pemerkosaan, media yang digunakan untuk melakukan pemerkosaan, orang yang menjadi pelaku dan orang yang menjadi korban pemerkosaan. Selanjutnya, semangat qanun jinayat adalah memberikan perlindungan kepada korban dengan cara memberikan restitusi.



 

KOMENTAR