Indramayu, Korupsi dan Pengkhianatan

Johanes

Wednesday, 18-12-2019 | 07:33 am

MDN
Wakil Sekretaris PWNU Jawa Barat, Adlan Daie

Oleh : Adlan Daie
Wakil Sekretaris PWNU Jawa Barat

Indramayu, Inako

Tindak pidana korupsi tidak cukup dilabeli sebagai tindakan extra ordinary crimes,kejahatan luar biasa melainkan tindakan terang-terangan menghina Pancasila di ruang publlik. Pelaku tindak pidana korupsi tidak cukup dijerat dengan pasal-pasal pidana biasa, harus ditindih dengan sanksi-sanksi sosial sebagai pengkhianat terhadap Pancasila dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Anatomi korupsi dalam perspektif Robert Klitgaart, ilmuan dan penggiat anti korupsi di California University, adalah bertemunya kekuasaan politik hegemonik, kewenangan diskresi tak terbatas dan tukar tambah kepentingan ekonomis. Dalam konteks ini, tindak pidana korupsi bukanlah tindakan oknum melainkan sebuah perselingkuhan politis yang sambung menyambung menjadi satu antara pejabat negara, pelaksana teknis birokratis, broker swasta dan rekanan sekaligus kasir politik jaringan penguasa.

Tindak pidana korupsi dalam konteks diatas telah memenuhi unsur untuk disebut tindakan pengkhianatan terhadap Pancasila dan NKRI karena beberapa hal :

Pertama, korupsi adalah tindak pidana yang direncanakan (by design) melalui rapat-rapat antar pihak untuk memanipulasi uang negara, lebih dari sekedar gambaran tikus menggerogoti lumbung padi, tidak melewati rapat-rapat secara khusus.

Kedua, pelaku tindak pidana korupsi pastilah pejabat negara, menggunakan instrument, perangkat dan fasilitasi birokratis negara untuk memuluskan aksi-aksi tindakan koruptifnya. Daya rusaknya sangat dahsyat bukan saja merugikan uang negara dan lumpuhnya pelayanan publik , lebih jauh menindih sadis perasaan jutaan rakyat atas hak-haknya terhadap keuangan negara.

Ketiga,  pejabat negara saat dilantik dipayungi kitab suci agama yang dianutnya di atas kepalanya dan dengan penuh khitmad bersumpah, "Demi Allah, saya bersumpah akan setia pada Pancasila dan NKRI serta menjalankan tugas dan tanggung jawab dengan selurus-lurusnya". Karena itu ketika ia melakukan tindak pidana korupsi sesungguhnya melakukan pengkhianatan pada Allah (Tuhan), Pancasila, NKRI dan rakyat sekaligus.

Kasus OTT KPK di Indramayu dalam pemahaman sebagaimana digambarkan di atas adalah potret sempurna betapa rusak dan culasnya mentalitas pejabat dengan bungkus aksesoris pakaian lahiriyah dan rasa percaya diri serba protokoler yang pongah. Abai bahwa effect daya rusaknya meruntuhkan tingkat peradabannya, jauh lebih jahiliyah dan lebih primitif dibanding peradaban bangsa Arab dulu, era dimana cahaya Al-Qur'an belum turun menyentuh ke"bumi".

Pilkada Indramayu 2020 adalah momentum  menutup ruang  politik bagi siapapun yang terpapar tindak pidana korupsi baik bersifat manifes maupun berpotensi bahaya laten untuk menghadirkan pemimpin bersih, amanah, religius lahir batin dan memiliki "inner power" untuk langkah bersama memajukan seluruh rakyat Indramayu. Bukan menghadirkan pemimpin instrumental mesin mencetak uang yang mengabdi hanya untuk kepentingan gerbong politiknya secara manipulatif dan koruptif.

Semoga bermanfaat.

KOMENTAR