Industri Perbankan Alami Penurunan DPK Selama 2018

Sifi Masdi

Sunday, 30-12-2018 | 23:36 pm

MDN
lustrasi industri perbankan [ist]

Jakarta, Inako

Industri perbankan dalam negeri pada tahun ini menghadapi ketatnya likuiditas. Hal itu merupakan konsekuensi dari gencarnya bank menyalurkan kredit di tengah minimnya dana pihak ketiga (DPK). 

Per September 2018, kredit tumbuh 13%, sementara DPK hanya tumbuh 6%. Itu artinya, pertumbuhan kredit mengalami peningkatan dua kali lipat dibanding pertumbuhan dana. Hal tersebut berpotensi membuat dana modal bank tergerus. 

Dampaknya, loan to deposit ratio (LDR) perbankan menembus level 92%, yaitu mencapai 94,3% per September. Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS) menyatakan LDR saat itu berstatus waspada. 

Dampak lainnya adalah bank umum kegiatan usaha (BUKU) I yang bermodal inti kurang dari Rp 1 triliun dan BUKU II bermodal inti antara Rp 1 triliun sampai di bawah Rp 5 triliun mengalami penurunan pertumbuhan DPK hingga minus.

BUKU II menjerit paling kencang. Pada April 2018 pertumbuhan DPK sampai minus 14,42%. Hal serupa juga terjadi pada Februari minus 12,08% dan Maret minus 12,92%. Padahal di Januari sempat tumbuh 0,47%. 

Anjloknya pertumbuhan DPK bahkan masih berlangsung hingga September dengan pertumbuhan minus 8,24%, meski penurunan mulai berkurang di bulan Mei minus 3,45% dan Juni minus 3,77%.

Pada Bank BUKU I, pertumbuhan DPK sampai Mei 2018 juga mengkhawatirkan. DPK BUKU I mengalami minus dan terdalam pada awal tahun di mana DPK sempat anjlok hingga 27,84%. Lalu Juni 2018, DPK bank kecil kembali tumbuh tetapi pertumbuhannya pun tidak besar.

Penurunan DPK sebenarnya juga terjadi pada bank BUKU 3, namun tak sampai minus. Pada September 2017, DPK tumbuh 9,9% namun pada September 2018, DPK hanya tumbuh 2,9%. Hal itu membuat LDR bank BUKU 3 naik signifikan dari 89,1% menjadi 94,3%.

Ketatnya likuiditas kemudian membuat bank-bank kecil mengorbankan net interest margin agar nasabah simpanan dan debitur tidak lari. Dengan LDR capai 94%, bank mulai agresif mengumpulkan bunga deposito sangat tinggi guna melonggarkan likuiditas. Bahkan ada BUKU 3 yang memberikan bunga deposito hingga 9%.

Mau tak mau bank BUKU I dan BUKU II harus turut menaikan bunga deposito. Bila tidak maka nasabah penyimpanan bisa pindah ke bank lain. Naiknya bunga deposito membuat biaya dana bank meroket. 

Di sisi lain, bank tidak bisa membebankan ini kepada debitur dengan menaikan bunga kredit karena debitur bisa juga pindah ke bank lain. 

Kepala Eksekutif Lembaga Penjamin Simpanan Fauzi Ichsan mengatakan ketatnya likuiditas ini bisa diperkecil dengan menghambat pertumbuhan kredit atau menaikkan bunga simpanan untuk menggalang dana simpanan. 

Pasalnya, masalah utama perbankan saat ini bukanlah permodalan dan pertumbuhan ekonomi. Isu utama, khususnya bagi bank BUKU 3 adalah tantangan menggalang likuiditas. 


 

 

KOMENTAR