Ini Kebijakan Jokowi-JK yang Dianggap Kontroversal Sepanjang 2018

Sifi Masdi

Saturday, 05-01-2019 | 14:19 pm

MDN
Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla [ist]

Jakarta, Inako

Sepanjang 2018, Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla mengeluarkan sejumlah kebijakan. Beberapa kebijakan Jokowi-JK menuai kontroversi, bahkan sebagian ada yang dibatalkan. Berikut kebijakan yang menuai kontroversi.

1. Gaji Pejabat BPIP

Pada 23 Mei 2018, Presiden Jokowi meneken Peraturan Presiden Nomor 42 Tahun 2018 tentang Hak Keuangan dan Fasilitas Lainnya bagi Pimpinan, Pejabat, dan Pegawai Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP). Besaran hak keuangan ini menjadi polemik, lantaran jumlahnya yang dianggap fantastis.

Ketua Dewan Pengarah BPIP misalnya, menerima hak keuangan sebesar Rp 112.548.000. Sementara Kepala BPIP menerima Rp 76.500.000. Jumlahnya melebihi gaji presiden dan wakil presiden yang masing-masing menerima Rp 62.740.030 dan Rp 42.160.000.

Wakil Ketua DPR Fadli Zon mengusulkan Perpres tersebut dicabut atau direvisi. "Perpres itu sudah melukai perasaan masyarakat yang kini sedang dihimpit kesulitan," katanya melalui keterangan tertulis, Senin, 28 Mei 2018.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, hak keuangan pejabat BPIP bukan murni gaji melainkan gabungan dengan tunjangan operasional. Gaji pokok pejabat BPIP, menurut dia, sama dengan para pejabat negara lainnya yaitu sebesar Rp 5 juta. Mereka mendapat Rp 13 juta untuk tunjangan jabatan, yang jumlahnya lebih kecil dari lembaga lain.

Sisa hak keuangan BPIP diberikan untuk operasional seperti biaya transportasi, komunikasi, dan pertemuan. Sementara sebagian lainnya untuk asuransi kesehatan dan jiwa yang masing-masing sebesar Rp 5 juta.

2. Pembatalan Kenaikan Harga Premium

Pada 10 Oktober 2018 sekitar pukul 17.00 WIB, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignatius Jonan mengumumkan harga bahan bakar bersubsidi (BBM) bersubsidi jenis premium akan naik. Dia mengatakan, perubahan harga efektif mulai pukul 18.00 WIB di hari yang sama.

Jonan menyebut harga premium di Jawa, Madura, dan Bali (Jamali) akan dipatok senilai Rp 7 ribu per liter. Sementara di luar wilayah itu harganya akan naik menjadi Rp 6.900 per liter. Saat itu harga premium di Jamali dan non-Jamali masing-masing Rp 6.550 dan Rp 6.450 per liter. Harganya tak pernah berubah sejak April 2016.

Namun sekitar setengah jam setelahnya, pemerintah menyatakan menunda kenaikan harga premium. "Sesuai arahan Bapak Presiden, rencana kenaikan harga premium di Jamali menjadi Rp 7 ribu dan di luar Jamali menjadi Rp 6.900, scepatnya pukul 18.00 hari ini, agar ditunda dan dibahas ulang sambil menunggu kesiapan PT Pertamina (Persero)," kata Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi, Publik dan Kerja Sama Kementerian ESDM, Agung Pribadi.

Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi, Erani Yustika, mengatakan keputusan pembatalan kenaikan harga premium diambil Jokowi dengan mempertimbangkan aspirasi publik. "Presiden selalu menghendaki adanya kecermatan di dalam mengambil keputusan, termasuk juga menyerap aspirasi publik," katanya melalui pesan singkat, Rabu malam, 10 Oktober 2018.

Tiga hari kemudian, Jokowi menyatakan harga premium batal naik. Dia mengatakan kenaikan harga premium tak terlalu berdampak signifikan terhadap Pertamina.

"Dihitung lagi keuntungan tambahan dari Pertamina, tidak signifikan. Sudah saya putusin premium batal (naik)," ujarnya di Istana Bogor, Sabtu, 13 Oktober 2018. Dia menuturkan, tak ada rencana kenaikan harga premium dalam waktu dekat.

3. Melantik Andika Perkasa sebagai KSAD

Keputusan Jokowi melantik Jenderal Andika Perkasa sebagia Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) untuk menggantikan Jenderal Mulyono yang akan pensiun memicu pro kontra dari sejumlah pihak. Direktur Imparsial, Al Araf, menyebut pengangkatan ini bersifat politis karena ada faktor kedekatan di lingkaran presiden.

"Keberadaan Hendropriyono sebagai tim di lingkaran presiden yang memiliki hubungan dengan Andika tentu memberi pengaruh dalam pergantian KSAD kali ini," ujar Al Araf, Kamis, 22 November 2018.

Hendropriyono yang merupakan mantan Kepala Badan Intelejen Nasional itu merupakan mertua Andika.

Al Araf mengatakan, pengangkatan ini semakin politis lantaran banyak perwira lain yang lebih senior dari Andika yang masuk di angkatan 87. Dia menyebut banyak angkatan 84, 85, dan 86 yang memiliki kapasitas untuk menduduki jabatan tersebut.

Jokowi mengatakan, Andika mendapat jabatan KSAD karena pengalamannya memimpin sejumlah satuan di TNI. "Pak Andika pernah di Kopassud, pernah jadi Pangdam, pernah jadi Komandan Paspampres, sebelumnya juga pernah di Penerangan TNI. Saya kira tour of duty-nya komplet. Semuanya komplet," kata dia di Istana Negara, Kamis, 22 November 2018.

4. Masuknya UMKM dan Koperasi dalam DNI

Pemerintah memasukkan lima sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dan Koperasi dalam revisi Daftar Negatif Investasi (DNI). Namun keputusan itu menuai polemik. Pengusaha khawatir kebijakan itu mematikan UMKM dan Koperasi.

Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin), Rosan P. Roeslani sempat meminta pemerintah memunda kebijakannya. Menurut dia, pengusaha tidak mendapat penjelasan komprehensif mengenai aturan itu. Dia mengaku tak dilibatkan dalam pembahasan dengan pemerintah.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menjelaskan, masuknya lima sektor UMKM dan Koperasi dalam DNI tak berarti membukanya 100 persen untuk asing. Pemerintah memberi batasan investasi minimal modal untuk investor asing sebesar Rp 10 miliar.

Meski begitu, polemik terus berlanjut. Jokowi kemudian memutuskan mengeluarkan kelima sektor UMKM dan Koperasi itu dari DNI.

"Saya putuskan di tempat ini bahwa UMKM dikeluarkan dari relaksasi DNI," ujar Jokowi saat menutup rapat kerja nasional Kadin Indonesia di Hotel Alila Solo, Rabu, 28 November 2018.

Dengan keputusan itu, kini tersisa 49 bidang usaha yang masuk revisi DNI. Sebanyak 25 bidang usaha terbuka 100 persen untuk asing. Sementara 24 bidang usaha lainnya terbuka untuk asing meski tidak sepenuhnya.

5. Pembentukan TGPF Novel Baswedan

Hingga akhir tahun ini, Jokowi masih belum membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) untuk kasus Novel Baswedan. Padahal desakan dari masyrakat terus datang sepanjang tahun.

Jokowi memilih menunggu keputusan kepolisian. Dia mengatakan, TGPF akan dibentuk jika Polri menyerah menangani kasus ini. "Saya masih menunggu semuanya dari kepolisian," katanya pada Minggu (8/4/2018).

Pernyataan Jokowi tak berubah setelah 600 hari kasus Novel berlalu. "Selama Kapolri belum menyampaikan seperti ini (dia mengangkat tangan) ke saya, ya silakan ditanyakan ke Kapolri," katanya usai menghadiri acara hari antikorupsi sedunia di Jakarta, Selasa, 4 Desember 2018.


 

TAG#Perpres, #Kebijakan, #Jokowi-JK

161730746

KOMENTAR