Ini Komentar Komisi VIII DPR Soal Petisi Tolak ‘Negara Atur Sekolah Minggu’

Sifi Masdi

Saturday, 27-10-2018 | 12:10 pm

MDN
Ilustrasi petisi penolakan negara mengatur Sekolah Minggu [ist]

Jakarta, Inako

Muncul petisi penolakan terhadap dua pasal di RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan yang mengatur tentang Sekolah Minggu dan katekisasi. Komisi VIII DPR selaku salah satu pihak yang ditembuskan dalam petisi itu mengatakan mereka sama sekali tak ikut menyusun draft RUU tersebut. 

"Draft RUU tersebut masuk tidak melalui Komisi VIII, tapi melalui Baleg. Jadi kami dalam penyusunan draft/konsep tidak terlibat baik proses atau konten," ujar Wakil Ketua Komisi VIII DPR Sodik Mudjahid saat dikonfirmasi, Sabtu (27/10/2018). 

Sodik menyebut Baleg atau Badan Legislasi DPR segera menyerahkan draft RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan kepada pihaknya untuk dibahas lebih lanjut. Dia menegaskan Komisi VIII siap membahas seluruh masukan yang ada. 

"Akan tetapi, dari Baleg draft tersebut akan diserahkan kepada Komisi VIII untuk pembahasan selanjutnya," ucap Sodik.

"Dalam proses pembahasan di Komisi VIII nanti, kami akan mengundang semua stakeholders yang terkait pendidikan keagamaan agar mendapat rumusan yang paling baik untuk bangsa, untuk semua pihak dan untuk penyelenggaraan pendidikan keagamaan," imbuh politikus Partai Gerindra itu.

Dia menegaskan Komisi VIII DPR segera menggelar rapat terkait RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan. Rapat yang juga akan mengundang PGI sebagai salah satu pihak yang berkepentingan kemungkinan digelar bulan depan.

"(Rapat) setelah reses. Akhir November atau awal Desember. Penyerahan resmi dari Baleg juga belum," katanya.

Petisi tersebut muncul di laman change.org. Seperti diketahui sejak pukul 14.16 WIB, Jumat (26/10), 78.137 orang yang menandatangani petisi berjudul 'Negara Tidak Perlu Mengatur Sekolah Minggu dan Katekisasi' ini. Petisi ini ditujukan untuk Ketua DPR, Komisi VIII DPR, dan Presiden Joko Widodo. 

"Petisi ini menolak kepengaturan pendidikan non-formal agama Kristen dalam suatu Undang-Undang karena berpotensi menjadi "pedang" bagi kelompok-kelompok tertentu menghalangi, membubarkan, mempersekusi dengan kekerasan, proses sekolah minggu dan katekisasi yang tidak sesuai persyartan RUU tersebut," kata Jusuf Nikolas Anamofa, pengagas petisi tersebut seperti dikuti dari laman change.org.

Jusuf Nikolasi mengatakan, dalam RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan, kepengaturan itu nampak pada upaya pengusulan agar pendidikan non-formal agama-agama diatur dalam UU.

Dalam RUU tersebut, Pasal 69 (1) menegaskan bahwa sekolah minggu dan katekisasi termasuk jalur pendidikan non-formal agama Kristen. Pasal 69 (3) menegaskan bahwa jumlah peserta didik pendidikan non-formal agama Kristen itu paling sedikit 15 (limabelas) orang. Pasal 69 (4) menegaskan bahwa harus ada ijin dari pemerintah Kabupaten/Kota untuk penyelenggaraan Sekolah Minggu dan katekisasi.

Untuk diketahui, RUU Pesantren dan Pendidikan Agama ini tidak hanya mengatur pesantren dan madrasah, tapi juga mengatur konsep pendidikan agama di luar Islam. Dalam pasal yang membahas pendidikan umat Kristen, PGI memberikan catatan. 


 

 

KOMENTAR