Jakarta Dihantam Polusi Udara: Kenapa Baru Diributkan Sekarang?

JAKARTA, INAKORAN.COM
Kalau kamu tinggal di Jakarta, kamu akan dengan sangat gampang menemukan hal-hal yang kamu butuhkan, baik barang maupun jasa atau pelayanan berbayar.
Namun, ada satu kebutuhan penting yang mungkin tidak akan lagi kamu temukan di ibu kota: langit yang warnanya biru. Dari bangun pagi hingga sore hari, langit Jakarta hampir selalu mendung.
Berbeda dengan mendung di daerah-daerah pelosok yang disebabkan oleh awan yang mengandung hujan, mendung di Jakarta disebabkan oleh udara kotor yang mengandung partikel-partikel mematikan.
Dari dulu udara Jakarta sudah kotor. Namun beberapa waktu belakangan ini, pemerintah kita seakan-akan baru terbangun untuk membereskan masalah ini. Kenapa ributnya baru sekarang?
Boleh jadi pemerintah tengah peduli dengan penduduk ibu kota. Atau boleh jadi juga ribut-ribut ini hanya sekadar untuk menjaga marwah negara, karena sebentar lagi KTT ASEAN akan digelar di kota dengan penduduk lebih dari 10 juta ini.
Baca juga: PPP Usung Ganjar, Tapi Hampir Separuh Pemilihnya Dukung Anies Baswedan
Berbagai upaya pencegahan jangka pendek mulai dilakukan. Mulai dari kebijakan WFH untuk sebagian pegawai pemerintah, rencana uji emisi kendaraan bermotor, hingga wacana menurunkan hujan buatan.
Apakah kebijakan ini efektif? Sejauh ini belum cukup berdampak. Udara Jakarta masih kotor, langit ibu kota tetap saja mendung.
Untuk itu diperlukan pencegahan jangka panjang. Tidak hanya pemerintah, masyarakat juga diminta untuk berpartisipasi dalam rencana ini.
Salah satu penyebab polusi adalah kendaraan bermotor yang setiap detik berjubel di jalanan Jakarta.
Baca juga: Pemkot Bogor Akan Menjatuhkan Sanksi Denda Rp 10 Juta Kepada Warga yang Membakar Sampah
Sudah saatnya masyarakat mengurangi kebiasaan menggunakan kendaraan pribadi dan beralih ke transportasi publik.
Namun pertanyaannya, apakah transportasi publik di Jakarta mampu memenuhi kebutuhan mobilitas semua warga kota?
Dengan jumlah armada KRL, MRT, Microtrans, dan bus TransJakarta yang “masih terbatas” apakah keamanan dan kenyamanan pengguna dapat dijamin?
Pemerintah dan para praktisi (yang peduli) lingkungan hidup boleh saja gencar mengajak masyarakat untuk beralih ke transportasi umum. Tapi ada dua hal yang perlu diperhatikan.
Baca juga: Pilihan Politik Partai Tidak Menjamin Dukungan Pemilih
Armada transportasi publik ini harus a) menjangkau seluruh sudut Jakarta dan b) menjamin keamanan dan kenyamanan pengguna. Dua kebutuhan ini sebenarnya bisa dipenuhi. Negara punya kemampuan untuk itu.
Selain meningkatkan penggunaan transportasi publik, hal lain yang perlu dibuat adalah mempeluas ruang terbuka hijau (RTH).
Saat ini, RTH di Jakarta hanya seluas 33,33 km2. Luas ini hanya 5,18 persen dari keseluruhan luas Jakarta yang mencapai 664,01 km2.
Padahal dalam Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang disebutkan bahwa RTH pada wilayah perkotaan harus sedikitnya mencapai 30 persen dari seluruh luas wilayah.
Baca juga: UNESCAP dan Yayasan Bill & Melinda Gates Sepakat Promosi Bisnis Pertanian dan Pangan
Di tengah kekurangan ruang hijau ini, Jakarta masih harus dijejali oleh jutaan kendaraan bermotor yang berjubel di jalanan setiap harinya.
Jumlah yang tidak seimbang ini menyebabkan pohon-pohon di Jakarta tidak mampu menyerap kotoran yang tiap detik dibuang ke udara, baik kotoran yang berasal dari kendaraan bermotor, batu bara, asap pabrik, maupun pembakaran sampah.
Solusi jangka pendek seperti anjuran WFH dan hujan buatan memang penting, tapi solusi jangan panjang harus terus diperjuangkan (kecuali kalau komitmen “bersihkan udara” hanya dilatarbelakangi oleh keinginan menjaga marwah negara di hadapan delegasi KTT ASEAN).
KOMENTAR