Jokowi Ancam Jika Aparat Peras Pelaku Usaha atau Investor

Penulis : Azas Tigor Nainggolan
Pengamat Kebijakan Publik
Jakarta, Inako
Presiden Joko Widodo kembali menunjukan ketegasannya dan membuka bahwa ia kerap mendapat laporan mengenai banyaknya oknum polisi dan
jaksa yang melakukan pemerasan kepada pelaku usaha atau investor. Sikap tegas itu disampaikan presiden Jokowi dalam Rapat Koordinasi Nasional Pemerintah Pusat dan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah 2019 di Sentul, Bogor, Rabu (13/11/2019).
Salah satu contoh kasus besar yang terjadi juga adalah tindakan pejabat di BUMN yang memeras dan merubah secara sepihak kesepakatan kerja sama secara semaunya di tengah proses kerja sama yang berjalan. Upaya menekan pelaku usaha atau investor itu bahkan sampai menggunakan gugatan ke pengadilan.
Sengketa gugatan pembangunan infrastruktur pelabuhan di Marunda antara PT Kawasan Berikat Nusantara (PT KBN) dengan partner investornya PT Karya Citra Nusantara (PT KCN) sebenarnya sudah selesai dan diputus oleh Mahkamah Agung. PT KBN menggugat PT KCN yang sedang membangun dengan modal sendiri tanpa adanya modal dari APBN atau pun APBD dalam membangun Pelabuhan Marunda. Awalnya telah disepakati dalam perjanjian kerja sama bahwa pembagian jumlah sahamnya: 85 persen PT KCN dan 15 persen PT KBN. Tetapi di tengah jalan, saat pembangunan PT KCN mendapat gangguan dari pihak PT KBN sendiri.
Akhirnya PT KCN digugat oleh induknya sendiri PT KBN ke pengadilan agar merubah komposisi pemegang saham menjadi 50,5 persen PT KBN-49,5 persen PT KCN. Tetapi upaya kotor tersebut kandas di tingkat kasasi, Mahkamah Agung menolak gugatan PT KBN dan memenangkan PT KCN. Sengketa ini berawal dari adanya kesepakatan antara PT KCN dengan Kementerian Perhubungan RI dalam pengelolaan Pelabuhan Marunda yang sedang dibangun oleh PT KCN. Tentunya karena yang dibangun dan akan dioperasikan adalah sarana pelabuhan maka konsesi dilakukan oleh KCN dengan Kementrian Perhubungan sebagai otoritas regulator pelabuhan nasional.
Rupanya PT KBN tidak senang dengan kehadiran Kementerian Perhubungan dan ditakutkan akan mengurangi pendapatan Dirut PT KBN. Lihat saja upaya Dirut PT KBN mau menekan dan memeras PT KCN tidak berhasil. Hingga upaya menaikan kepemilikan saham PT KBN pun gagal karena memang itu upaya ilegal melanggar kesepakatan.
Sikap tidak senang itu diperlihatkan dengan digugatnya PT KCN bersama Kementerian Perhubungan oleh PT KBN ke pengadilan. Atas gugatan PT KBN itu, Pengadilan Negeri Jakarta Utara dan Pengadilan Tinggi Jakarta menghukum PT KCN dan Kementerian Perhubungan membayar denda secara tanggung renteng sebesar Rp 737 milyar. Untung saja putusan membayar denda sebesar Rp 737 milyar kepada PT KBN dibatalkan oleh putusan kasasi Mahkamah Agung.
Upaya kotor dan serakah Dirut PT KBN, M Sattar Taba terhadap keuangan PT KCN ini sudah masuk dalam katagori memeras pelaku usaha atau investor yang ingin ditiadakan oleh presiden Jokowi. Tokoh kotor dan terindikasi korup seperti M Sattar Taba, menurut ukuran Presiden Jokowi sudah selayaknya dipecat dan diadili secara hukum. Memang orang-orang seperti ini akan mengganggu upaya mewujudkan agenda nasional, pembangunan dan pemerataan kesejahteraan rakyat.
Tindakan memeras dan menekan agar PT KCN merubah kepemilikan saham tentunya akan mengganggu iklim usaha sehat dan bersih di Indonesia. Pada saatnya orang seperti M Sattar Taba akan menjadi contoh buruk, menghilangkan kepercayaan pelaku usaha membangun, menginvestasi modalnya dalam usaha di Indonesia. Jadi memang orang seperti M Sattar Taba tidak bisa didiamkan dan harus dihukum, dimana menteri BUMN harus segera memecat M Sattar Taba dari posisi dirut PT KBN. Begitu pula aparat penegak hukum seperti KPK, Kepolisian dan Kejaksaan menangkap memeriksa segera tindakan terindikasi korup terhadap keuangan PT KCN.
Jakarta, Senin, 18 November 2019
TAG#Jakarta, #Azas Tigor Nainggolan
190233135
KOMENTAR