Jokowi Lakukan Intervensi Kekuasaan Eksekutif terhadap Tugas dan wewenang Pimpinan KPK

Hila Bame

Monday, 24-05-2021 | 18:29 pm

MDN

 

 

JAKARTA, INAKORAN

Petrus Selestinus mengatakan Presiden Jokowi seharusnya mendorong 75 pegawai KPK yang dinonaktifkan oleh Pimpinan KPK untuk legowo dan menjamin akan diberikan kesempatan untuk mengisi pekerjaan lain sesuai keahlian masing-masing di luar KPK bukan melakukan intervensi, demikian pernyataan tertulis yang diterima INAKORANCOM Senin (24/5/21). 

 

Penegasan pasal 3 UU No. 19 Tahun 2019, Tentang UU KPK hasil revisi, kembali mempertegas bahwa KPK adalah lembaga negara dalam rumpun kekuasaan eksekutif yang dalam melaksanan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari kekuasaan manapun.

 

Pasal 45 UU No. 19 Tahun 2019, Tentang KPK hasil revisi, menegaskan bahwa Penyidik KPK diangkat dan diberhentikan oleh oleh Pimpinan KPK yang tata cara pengangkatan penyidik KPK diatur lebih lanjut dalam Peraturan KPK.

 

Dengan demikian, maka sikap Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menolak pemberhentian 75 pegawai KPK yang tidak lulus tes wawasan kebangsaan (TWK), adalah bentuk intervensi kekuasaan eksekutif terhadap pelaksanaan tugas dan wewenang Pimpinan KPK yang dijamin independensinya oleh UU KPK.

Presiden Jokowi seharusnya mendorong 75 pegawai KPK yang dinonaktifkan oleh Pimpinan KPK untuk legowo dan menjamin akan diberikan kesempatan untuk mengisi pekerjaan lain sesuai keahlian masing-masing di luar KPK tentu dengan mengikuti segala prosedure yang berlaku, atau menempuh upaya hukum untuk menguji keputusan Pimpinan KPK. 

PIMPINAN KPK TIDAK TERPENGARUH.

Pimpinan KPK tidak boleh terpengaruh dengan sikap Presiden Jokowi yang menolak penonaktifan 75 Pegawai KPK termasuk Novel Baswedan, karena Independensi KPK, itu juga terkandung makna kemampuan Pimpinan KPK untuk menolak secara tegas segala bentuk intervensi termasuk dari Presiden Jokowi.

 

Apa yang dikatakan oleh Presiden Jokowi yaitu menolak penonaktifan 75 Pegawai KPK, telah ditafsirkan secara keliru oleh sejumlah pengamat bahwa pernyataan Presiden Jokowi itu sebagai sebuah perintah yang mengikat Pimpinan KPK, padahal tidak demikian, karena pada saat yang bersamaan perintah Presiden itu gugur dengan sendirinya, tidak mengikat bahkan tidak bisa diikat, karena kekuatan pasal 3 UU No. 19 Tahun 2019, Tentang KPK hasil revisi, begitu jelas dan tegas.

 

Oleh karena itu, Pimpinan KPK tidak boleh terombang ambing oleh sikap pro-kontra atau pendapat umum atau opini publik, terlebih-lebih dengan pengerahan sikap puluhan Guru Besar untuk menekan Pimpinan KPK terkait penonaktifan 75 Pegawai KPK. Biarkan saja dinamika itu dan Pimpinan KPK tetap on the track.

Ini sikap "nora" karena soal wawasan kebangsan jauh lebih mahal dari nasib 75 Pegawai KPK yang dinonaktifkan Pimpinan KPK, merawat kebhinekaan, menjaga kedaulatan NKRI, Pancasila dan UUD 45 jauh lebih mahal dari kepentingan  75 Pegawai KPK yang dinonaktifkan. 

Dengan demikian Frili Bahuri dkk. jalankan dan laksanakan saja sesuai tugas dan tanggung jawab sesuai kewenangan Pimpinan KPK yang sudah diatur dalam UU KPK dan UU ASN, tidak perlu ragu, rakyat menudukung kerja Firli Bahuri dkk.

(PETRUS SELESTINUS, KOORDINATOR TPDI & ADVOKAT PERADI)

KOMENTAR