Jonan Minta BPK Rekrut Ahli ESDM Agar Paham Risiko Bisnis Sektor Migas

Jakarta, Inako
Bukan rahasia umum kalau berbisnis di sektor migas penuh risiko. Pencariannya di perut bumi tidaklah mudah dilakukan, dan hanya dua kemungkinan yang dihadapi, untung atau rugi.
Menteri ESDM Ignasius Jonan menuturkan, rumitnya bisnis ini menunjukan tingginya ketidakpastian di sektor hulu migas. Sayangnya, jika dalam proses pencarian sumber daya ini mengalami kerugian, kerap dimasukkan dalam kerugian negara hingga masuk ke pidana.
"Kandungannya pun (cadangan yang dicari dan ditemukan), setelah lengkap pasti ditulis, proven, probable, possible berapa. Kalau ini misalnya ditarik ke ranah kepastian hukum harus sekian (jumlahnya), tidak mungkin. Kalau tidak percaya, yang sekolah hukum saja masuk ke dalam perut bumi," kata Jonan dalam Seminar Nasional Memetakan Makna Risiko Bisnis dan Risiko Kerugian Keuangan Negara di Sektor Migas di Kantor Badan Pusat Keuangan (BPK), Jakarta, Senin (22/7/2019).
Untuk itu, Jonan justru menekankan pada penggunaan teknologi dalam menemukan sumber daya migas yang ada di perut bumi. Sebagai contoh, Jonan menyebutkan penemuan minyak di Blok Cepu, Jawa Tengah, yang saat ini menjadi blok penghasil minyak terbesar di Indonesia.
Jonan menyebutkan, sebelum dimiliki oleh Exxonmobile, Blok Cepu pada 30-40 tahun lalu dibor oleh PT Pertamina (Persero) dan Humpuss. Sayangnya, kala itu, perusahaan tersebut tak menemukan minyak yang dicari.
"Lalu diserahkan ke pemerintah dan diberikan ke ExxonMobil (melalui lelang). Sekarang produksinya lebih besar dari produksi Blok Mahakam. Ini satu fakta semuanya tergantung teknologi, seismik, dan sebagianya. Jadi teknologi sangat mempengaruhi," tutur Jonan.
Selain Blok Cepu, ada juga Blok Masela yang memiliki cadangan gas hingga 18,5 Trillion Cubic Feet (TCF). Baru-baru ini, Pemerinta sudah menyetujui revisi rencana pengembangan (POD) untuk Lapangan Abadi, Blok Masela, di Maluku.
Jonan mengatakan, produksi per tahunnya diperkirakan 9,5 juta ton gas setara minyak. Dia bilang, meski baru disetujui proposalnya setelah digantung 20 tahun, bukan tidak mungkin sumber gas di perut Maluku sudah ada miliaran tahun lamanya.
Jika diibaratkan, lanjut Jonan, produksi Blok Masela sama seperti Blok Corridor digabung Blok Mahakam, menyumbang 30% dari diproduksi gas nasional saat ini.
Lalu contoh lain di sumber gas cari di Tangguh, Papua yang dioperasikan perusahaan migas asal Inggris, British Petroleum. Sebelumnya, di wilayah kerja ini pernah dioperasikan badan usaha lain tapi tidak menemukan cadangan.
"Jadi sebenarnya barangnya di bawah (perut bumi) ada, cuma kita saja yang ga nemu. Kalau mau refreshing ke Cepu, lihat sejarah di sana. Dulunya enggak ketemu. Mungkin dulu sekolahnya Pertamina dan Exxon beda," kata dia.
Hal lain yang paling kritis adalah biaya pengoperasian dan produksi. Kalau mau hemat dalam investasi di sektor ini bisa. Tapi ada juga risiko di situ.
Karena riskannya bisnis ini, Jonan menyarankan adalah agar BPK merekrut tenaga ahli dari pegawai Kementerian ESDM yang paham bisnis ini. Lembaga lain yang sudah merekrut pegawai Jonan menjadi tenaga ahli adalah Komisi Pemberantasan Korupsi.
"Jadi saya saran ke tempat Prof Rizal Djalil (BPK) misalnya inspektur migas ditempatkan di sini jadi auditor. KPK sudah rekrut satu orang kami supaya ada pemahaman yang sama. Kalau tidak, nanti pemahamannya beda, bahaya sekali," jelasnya.
TAG#Kementerian ESDM, #Cadangan Minyak, #Minyak, #Gas, #Blok Masela
190215627
KOMENTAR