Kampanye Negatif Tantangan Industri Kelapa Sawit

Hila Bame

Friday, 29-06-2018 | 13:21 pm

MDN

Jakarta, Inako

Iklim tropis yang dimiliki Indonesia memungkinkan  komponen biotik dapat hidup dengan baik termasuk tanaman kelapa sawit, petani maupun pelaku usahanya. Tanaman kelapa sawit sebagai salah satu komoditi ekspor negara Indonesia ke berbagai negara Uni Eropa, Tiongkok, Afrika dan India.

Namun industri kelapa sawit menghadapi tantangan besar yang pertama adalah bersumber dari volume serapan pasar internasional dan sisi lainnya kontra kampanye negatif dari pesaing komoditi yang sama, disamping persoalan produktivitas dan efesiensi adalah tantangan klasik yang ketiga dari sebuah industri.    

Berbagai upaya dilakukan termasuk membangun kemitraan dengan petani sawit perihal tata kelola industri sawit yang berkelanjutan  atau dimaknai bagaimana "memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi masa depan". (Our Common Future,/ Laporan Brundtland:  World Commission on Environment and Development)

Ketua Umum GAPKI (Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia) Joko Supriyono mengatakan perusahaan kelapa sawit harus bisa membantu perkebunan rakyat untuk meningkatkan produktivitas, baik melalui pemilihan benih unggul maupun perbaikan tata kelola perkebunan.

Menurutnya perkebunan kelapa sawit rakyat di Indonesia akan menghadapi dua tantangan besar. Pertama, tantangan eksternal terkait kampanye negatif, isu keberlanjutan, dan penerimaan pasar terutama di negara maju.

"Kedua adalah tantangan dari dalam negeri. Yaitu, produktivitas dan efisiensi yang secara rerata masih rendah dan pengembangan perkebunan rakyat," kata Joko di Asian Agriculture & Food Forum (ASAFF) 2018, Kamis (28/6/2018).

Menjawab tantangan tersebut, perusahaan perkebunan kelapa sawit harus menjalin kemitraan dan membantu perkebunan rakyat untuk meningkatkan produktivitas. Perkebunan rakyat, katanya, semakin memainkan peran penting dalam industri kelapa sawit nasional.

"Program Research and Development, mekanisasi dan otomasi yang dilakukan perusahaan, juga perlu ditularkan kepada perkebunan rakyat sehingga produktivitas kebun mereka juga meningkat," katanya.

Joko mengatakan, Indonesia masih kukuh menjadi negara produsen minyak sawit terbesar di dunia dengan total produksi tahun 2017 sebesar 42,04 juta ton. Dari total produksi tersebut, sekitar 31,05 juta ton terserap di pasar ekspor.

"Dengan produksi dan ekspor sebesar itu, minyak sawit adalah komoditas penyumbang devisa terbesar yang mencapai USD 22,9 miliar," kata Joko.

Beberapa negara tujuan ekspor utama minyak sawit Indonesia pada tahun 2017 antara lain India (7,62 juta ton), Uni Eropa (5,03 juta ton), Tiongkok (3,73 juta ton), Afrika (2,28 juta ton), dan sejumlah negara lainnya.

"Ada peningkatan permintaan akan minyak nabati hingga 5 juta ton setiap tahun di seluruh dunia. Sebagai minyak nabati dengan produktivitas tertinggi, maka sawit memberikan peran signfikan dalam konteks ketahanan pangan di dunia,"pungkasnya.

TAG#Sawit, #Uni Eropa, #GAPKI

198746573

KOMENTAR