Kasus Intimidasi Siswi Tidak Berjilbab di Sragen Terus Bergulir

Binsar

Tuesday, 14-01-2020 | 15:13 pm

MDN
Para siswi SMAN 1 Gemolong, Sragen Jawa Tengah berjilbab saat mengikuti pelajaran [ist]

Sragen, Inako

Agung Purnomo, orang tua Z, siswi SMAN 1 Gemolong, Sragen Jawa Tengah kecewa dengan pihak sekolah yang dianggap tidak mampu menyelesaikan kasus intimidasi yang dialami putrinya karena tidak memakai jilbab saat sekolah.

Agung bahkan menilai intimidasi yang menimpa anaknya itu terjadi secara sistematis dan massif di sekolah itu.

Sebelumnya, putrinya mendapatkan teror karena tidak memakai jilbab. Saat mengetahui kejadian itu, sikap pihak sekolah terkesan apatis. Pihak sekolah, katanya, bukan meredam atau mengingatkan rohis yang melakukan pemaksaan, tetapi beberapa pihak di sekolah itu justru menyudutkan putrinya.

"Kami merasa prihatin, bullying yang menimpa anak kami seolah dianggap sejalan dengan visi misi sekolah. Saat anak kami diteror karena tak pakai jilbab justru anak kami yang dianggap salah paham," katanya kepada wartawan, Selasa (14/1/2020).

Agung menyayangkan sikap sekolah, guru, hingga kepala sekolah yang tak segera melakukan koreksi, tapi malah terkesan menganggap kasus itu sebagai hal biasa. Statement kepala sekolah yang menganggap Z tidak memakai jilbab karena belum mendapat hidayah juga dinilai sangat menyakitkan.

Putri Diliyanti dari Komunitas Perempuan Solo mengaku miris mendengar kasus yang menimpa Z. Dia menyesalkan di Indonesia yang notabene berbhineka tunggal ika dan melindungi perbedaan, justru ada sistem yang masih mendiskriminasi perempuan dan anak. Intimidasi terhadap Z dinilai sudah mengarah pada pembunuhan karakter dan bisa berdampak merusak mental.

"Saya berharap kasus di SMAN 1 Gemolong bisa menjadi perhatian luas masyarakat dan pemerintah," kata aktivis perempuan ini.

Sementara itu, Kepala SMAN 1 Gemolong Sragen, Suparno membenarkan adanya laporan dari wali murid. Menurutnya, pihak sekolah telah melakukan mediasi dan meminta maaf atas intimidasi terhadap Z dari oknum pengurus rohis. Pihak sekolah tidak memberlakukan kewajiban berjilbab bagi siswi-siswinya.

Suparno berjanji akan mengevaluasi kegiatan para siswa yang tergabung dalam Kerohanian Islam (Rohis). Karena kajian Islam biasanya dilakukan pada Sabtu atau di luar jam belajar, maka pihak sekolah akan melakukan penjadwalan ulang kajian Islami dapat melakukan pengawasan.

"Ini sebagai upaya kasus intimidasi atau intolerasi tidak terulang kembali," katanya.

KOMENTAR