Kawin Paksa Masuk Kategori Pidana di RUU Penghapusan Kekerasan Seksual

Sifi Masdi

Tuesday, 05-02-2019 | 17:46 pm

MDN
Ilustrasi  kawin paksa [ist]

Jakarta, Inako

Pembahasan Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) belum dilakukan secara mendalam oleh DPR. Meski demikian, penolakan terhadap RUU PKS sudah muncul melalui sebuah petisi.

Petisi penolakan RUU PKS dilayangkan oleh orang yang pernah membuat petisi terkait iklan yang dibintangi Blackpink, Maimon Herawati di situs change.org pada Minggu (27/1/2019).

Maimon menilai RUU PKS pro terhadap perzinahan karena hanya melarang hal-hal terkait seksual yang bersifat pemaksaan.

"RUU ini bagus, tapi tidak lengkap. RUU ini tidak mengatur kejahatan seksual yang dilarang agama dan nilai tata susila ketimuran. Dengan demikian, konsep hukum terkait pelarangan. Jika tidak dilarang, berarti boleh," kata Maimon saat dihubungi.

Dalam draf RUU PKS yang diunggah dari situs DPR RI, terdapat sembilan poin tindak pidana. Namun, sembilan poin itu tak mengatur tindak pidana mengenai hubungan seksual sukarela. Namun mengatur juga soal pemaksaan perkawinan. Berikut kutipannya:

Pasal 11 
(1) Setiap orang dilarang melakukan Kekerasan Seksual.
(2) Kekerasan seksual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:
a. pelecehan seksual;
b. eksploitasi seksual;
c. pemaksaan kontrasepsi;
d. pemaksaan aborsi;
e. perkosaan;
f. pemaksaan perkawinan;
g. pemaksaan pelacuran;
h. perbudakan seksual; dan/atau
i. penyiksaan seksual.

(3) Kekerasan Seksual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi peristiwa Kekerasan Seksual dalam lingkup relasi personal, rumah tangga, relasi kerja, publik, dan situasi khusus lainnya. 

Pasal berikutnya yakni dari Pasal 12-20 kemudian dijelaskan definisi dari masing-masing poin yang terdapat dalam Pasal 11 ayat 2, termasuk soal definisi pemaksaan perkawinan yang dijelaskan dalam Pasal 17. Berikut petikannya:

Pasal 12
(1) Pelecehan seksual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf a adalah Kekerasan Seksual yang dilakukan dalam bentuk tindakan fisik atau non-fisik kepada orang lain, yang berhubungan dengan bagian tubuh seseorang dan terkait hasrat seksual, sehingga mengakibatkan orang lain terintimidasi, terhina, direndahkan, atau dipermalukan.

(2) Pelecehan seksual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf a adalah delik aduan, kecuali jika dilakukan terhadap anak, penyandang disabilitas dan anak dengan disabilitas.

Pasal 13
Eksploitasi seksual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf b adalah Kekerasan Seksual yang dilakukan dalam bentuk kekerasan, ancaman kekerasan, tipu daya, rangkaian kebohongan, nama atau identitas atau martabat palsu, atau penyalahgunaan kepercayaan, agar seseorang melakukan hubungan seksual dengannya atau orang lain dan/atau perbuatan yang memanfaatkan tubuh orang tersebut yang terkait hasrat seksual, dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain.

Pasal 14
Pemaksaan kontrasepsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf c adalah Kekerasan Seksual yang dilakukan dalam bentuk mengatur, menghentikan dan/atau merusak organ, fungsi dan/atau sistem reproduksi biologis orang lain, dengan kekerasan, ancaman kekerasan, tipu muslihat, rangkaian kebohongan, atau penyalahgunaan kekuasaan, sehingga orang tersebut kehilangan kontrol terhadap organ, fungsi dan/atau sistem reproduksinya yang mengakibatkan Korban tidak dapat memiliki keturunan.

Pasal 15
Pemaksaan aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf d adalah Kekerasan Seksual yang dilakukan dalam bentuk memaksa orang lain untuk melakukan aborsi dengan kekerasan, ancaman kekerasan, tipu muslihat, rangkaian kebohongan, penyalahgunaan kekuasaan, atau menggunakan kondisi seseorang yang tidak mampu memberikan persetujuan.

Pasal 16
Perkosaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf e adalah Kekerasan Seksual yang dilakukan dalam bentuk kekerasan, ancaman kekerasan, atau tipu muslihat, atau menggunakan kondisi seseorang yang tidak mampu memberikan persetujuan untuk melakukan hubungan seksual.

Pasal 17
Pemaksaan perkawinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf f adalah Kekerasan Seksual yang dilakukan dalam bentuk menyalahgunakan kekuasaan dengan kekerasan, ancaman kekerasan, tipu muslihat, rangkaian kebohongan, atau tekanan psikis lainnya sehingga seseorang tidak dapat memberikan persetujuan yang sesungguhnya untuk melakukan perkawinan.

Pasal 18
Pemaksaan pelacuran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf g adalah Kekerasan Seksual yang dilakukan dalam bentuk kekerasan, ancaman kekerasan, rangkaian kebohongan, nama, identitas, atau martabat palsu, atau penyalahgunaan kepercayaan, melacurkan seseorang dengan maksud menguntungkan diri sendiri dan/atau orang lain. 

Pasal 19
Perbudakan seksual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf h adalah Kekerasan Seksual yang dilakukan dalam bentuk membatasi ruang gerak atau mencabut kebebasan seseorang, dengan tujuan menempatkan orang tersebut melayani kebutuhan seksual dirinya sendiri atau orang lain dalam jangka waktu tertentu.

Pasal 20
Penyiksaan seksual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf i adalah Kekerasan Seksual yang dilakukan dalam bentuk menyiksa Korban.

 

 


 

KOMENTAR