Kemenko Marves: Indonesia Siap Terapkan Dekarbonisasi Pelayaran dan Transisi

Jakarta, Inako
Kemenko Marves melalui Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim dan Energi terus mengawal upaya transisi penggunaan bahan bakar nol karbon di berbagai kegiatan pelayaran dan memastikan kesiapan pelabuhan-pelabuhan strategis Indonesia untuk transisi menjadi "Green Port".
Pernyataan itu disampaikan ole Basilio Dias Araujo, Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim dan Energi Kemenko Marves, dalam Sesi Talkshow IMO-UNCTAD Side Event at Cop26: Seizing Opportunities for Developing Countries in Providing Zero-Carbon Fuels to Global Shipping pada hari Rabu (10/11/21).
Pada COP-26 di Glasgow, Presiden Republik Indonesia Joko Widodo menjanjikan upaya atasi perubahan iklim. Presiden Joko Widodo kembali menegaskan bahwa Indonesia mampu memenuhi komitmen pada 2030 sesuai Perjanjian Paris, yaitu pengurangan emisi sebesar 29%. Komitmen tersebut disampaikan pada COP-21 tahun 2015, Pemerintah Indonesia janji menurunkan emisi dari tahun 2020-2030 sebesar 29% (unconditional) hingga 41% (conditional) dengan skenario business as usual tahun 2030, peningkatan komitmen tanpa syarat dibandingkan tahun 2010 sebesar 26%.
“Kita terus (upayakan) penuhi komitmen Indonesia", jelas Basilio, dalam Forum Diskusi yang dihadiri berbagai negara anggota IMO tersebut.
Indonesia, kata Basilio, telah memperbarui Nationally Determined Contributions (NDC) pada Juli 2021. Terkait isu Dekarbonisasi Pelayaran, NDC Indonesia mencatat kontribusi 19% Emisi CO2 berasal dari pelayaran di Indonesia. Emisi ini berasal dari jumlah dan jenis kapal yang dimiliki Indonesia.
Indonesia memiliki 39.510 kapal kargo dan 171.754 kapal penangkap ikan yang terdaftar di database nasional. Sebagian besar kapal Kargo Indonesia dan kapal penangkap ikan berukuran kecil. Angka armada Indonesia terlalu kecil jika dibandingkan dengan 2,1 miliar DWT armada dunia yang tercatat dalam UNTACD Handbook of Statistics tahun 2020.
”Sekitar 200.000 armada dunia ini berlayar di antara tiga selat strategis Indonesia yaitu Selat Malaka (130.000/tahun), Selat Sunda (56.000/tahun) dan Selat Lombok (33.000/tahun). Ini menghasilkan juta ton CO2 yang dikeluarkan oleh armada-armada tersebut saat melewati perairan Indonesia”, papar Basilio.
Menurut Basilio, Indonesia sebagai Negara Pesisir dan negara kepulauan terbesar di dunia tetap melakukan tugasnya, meskipun masih terdapat jutaan atau bahkan giga ton emisi karbon dari kapal yang melintasi perairan Indonesia.
“Perusahaan Minyak Nasional kami mulai memproduksi Low Sulphur Marine Fuel Oil atau LS MFO untuk bahan bakar armada nasional kami. Kami bahkan mulai menyediakan LS MFO untuk pelayaran Internasional dengan peluncuran di salah satu Pelabuhan Kargo Curah di Krakatau Internasional Port (KIP) pada Agustus 2021. Pertamina Indonesia sedang mempersiapkan empat terminal LS MFO di Selat Malaka untuk melayani armada laut Internasional. Kami berharap dapat memiliki mitra internasional untuk bekerja sama dengan kami untuk membangun lebih banyak kilang guna menyediakan LS MFO untuk pelayaran global di Selat strategis kami. Di tingkat nasional, Indonesia juga kini memperkenalkan B20 dan B30 untuk transportasi darat dan udara,” jelas Basilio.
“Pemerintah Indonesia juga akan mengubah penggunaan bahan bakar minyak menjadi bahan bakar gas (BBG) untuk kapal-kapal kecil. Program ini untuk nelayan dengan kapal penangkap ikan 7.812 metrik ton. Kami juga sekarang memperkenalkan Tenaga Surya Atap untuk dipasang di semua pelabuhan kami untuk menyediakan energi hijau di pelabuhan kami,” lanjutnya.
Basilio yakin Indonesia mampu wujudkan komitmennya, namun perlu kerja sama kolektif dan kolaborasi dari semua pemangku kepentingan di sektor maritim dan energi di dalam negeri, maupun organisasi internasional seperti IMO, UNCTAD, dan World Bank.
“Saya harap IMO dapat membantu upaya kita promosikan teknologi rendah karbon. IMO bisa berikan fasilitasi kemitraan publik-swasta dan pertukaran informasi, transfer teknologi, pembangunan kapasitas SDM maritim, kerjasama teknis, dan berbagai program untuk tingkatkan efisiensi energi di kapal dan kegiatan pelayaran", harap Basilio.
"IMO mestinya juga bisa bantu pendanaan dan teknologi inovasi termasuk pengembangan kapasitas; ini salah satu langkah untuk implementasikan Strategi IMO melalui ITCP dan inisiatif lainnya termasuk proyek GloMEEP dan jaringan MTCC,” katanya.
"Tinggal kita (Indonesia) pintar manfaatkan dan maksimalkan berbagai peluang dan fasilitas dari para pihak ini", pungkas Deputi Kedaulatan Maritim dan Energi.
Sesi Talkshow ini dimoderatori oleh Chief Department of Partnerships and Projects IMO; Jose Matheickal, Deputy Secretary-General UNCTAD; Isabelle Durant, Acting Global Director for Transport, and Manager of Global Unit in the Transport Global Practice World Bank; Binyam Reja, CEO Global Marine Forum; Johannah Christensen, Principal Secretary State Department for Maritime and Shipping Affairs Kenya; Nancy Wakarime Karigithu, Senior Advisor Economic Acceleration & Special Projects, Office of the MEC for Economic Development, Environment, Agriculture & Rural Development, Gauteng Provincial Government South Africa; Jak Koseff, serta Unit head for New Energy Carriers Division for Fuels and Energy Carries Ministry of Energy Chile; Camilio Aviles Arias.
TAG#Kemenko Marves, #Basilio, #Deputi, #maritim, #energi, #dekarbonisasi, #pelayaran, #green port
190215893
KOMENTAR