Kenangan Gencatan Senjata Natal 1914, Dua Kubu yang Berseteru Pesta Bersama

Sifi Masdi

Tuesday, 25-12-2018 | 23:06 pm

MDN
Para pasukan yang berseteru bermain sepak bola saat gencetan senjata 1914 demi Natal [ist]

London, Inako

Perang membawa kehancuran, duka, dan kesengsaraan bagi kedua belah pihak yang berseturu. Selama Perang Dunia I, Blok Sekutu (Inggris, Perancis, Rusia) dan Blok Sentral ( Jerman, Italia, Austria-Hongaria) berusaha untuk menaklukkan satu sama lain.

Warga sipil yang tak berdosa yang banyak menjadi korban karena perang. Mereka terkena tembakan, reruntuhan bangunan, atau ditawan musuh. Semua ini terjadi selama beberapa tahun dan menewaskan ratusan ribu warga sipil yang tak berdosa.

Ketika salah satu kubu belum kalah atau menyerah, mereka akan terus berusaha menyerang. Namun, peperangan bisa terhenti ketika ada momen perayaan tertentu, baik itu disepakati ataupun tidak.

Hari ini 104 tahun yang lalu, tepatnya pada 25 Desember 1914, genjatan senjata dilakukan antara Blok Sekutu dan Blok Sentral pada tahun pertama Perang Dunia I. Mereka sepakat tak saling menyerang dan menurunkan senjata untuk merayakan Natal.

Natal memberikan kedamaian, membuat kesepakatan di antara mereka untuk berhenti berperang. Kedua belah pihak kemudian mengirim tentaranya untuk berkumpul bersama keluarga dan kerabat untuk merayakan Natal.

Untuk prajurit yang masih berada di medan pertempuran, mereka menggunakan momen genjatan ini untuk bersantai dan berkumpul sesama prajurit lainnya.

Dilansir dari History.com, genjatan senjata terjadi tepat tengah malam pada perayaan Natal. Mayoritas pasukan Jerman yang terlibat dalam Perang Dunia I berhenti menembakkan senjata dan artileri mereka. Para tentara kemudian menyanyikan lagu-lagu Natal sambil makan bersama.

Pada titik di sepanjang front timur dan barat, prajurit Rusia, Perancis, dan Inggris bahkan mendengar pasukan Jerman dalam nyanyian suka cita mereka. Pada saat fajar menyingsing, banyak tentara Jerman muncul dari parit mereka dan mendekati Sekutu pada tanah yang netral. Pasukan Jerman berteriak "Selamat Natal" menggunakan bahasa lawannya.

Awalnya muncul kekawatiran ketika pasukan Jerman mendatangi garis perbatasan. Pasukan Sekutu pun mulai mempersiapkan persenjataan mereka. Namun, karena pasukan Jerman datang tak membawa senjata, kedua pihak kemudian berani mendekat dan mulai mengulurkan tangan untuk berjabat tangan.

Akhirnya momen ini disambut tentara Sekutu dengan baik dan saling menukar senyuman. Pada pria bertukar hadiah, rokok dan saling menyanyikan lagu Natal bersama-sama. Selain itu ada juga momen makan bersama di antara mereka.

Tampaknya, momen Natal yang penuh dengan kedamaian membuat kedua belah pihak yang berseturu untuk rehat dalam perang. Gencatan senjata Natal 1914 bukanlah gencatan senjata tidak resmi pertama dari konflik besar ini, tetapi tentu saja salah satu yang terakhir. Suara percakapan pihak lain, tawa, rintihan dan nyanyian menggantikan suara tembakan dan hujan batu.

Beberapa sumber menyatakan, kebahagiaan antara kedua belah pihak dalam merayakan Natal terdokumentasi dengan permainan sepak bola. Mereka memainkan sepak bola di garis perbatasan Belgia.

Seorang prajurit berusia 19 tahun di Resimen Cheshire 6 Batalyon bernama Ernie Williams yang ditempatkan di dekat Belgia, menggambarkan bagaimana sepak bola menyatukan kedua pihak.

Williams juga menceritakan kisahnya yang direkam pada 1983. Menurut Williams, bola muncul dari suatu tempat. Tak ada yang tak tahu dari mana asalnya bola, namun kedua belah pihak berkumpul dan saling memberikan umpan untuk bermain sepak bola. Semua orang tampaknya menikmati permainan sepak bola itu.

Dalam jurnal yang ditulis oleh Letnan Charles Brockbank yang merupakan anggota Batalion Cheshire ke-6, permainan berlangsung tak lama setelah Jerman berteriak dan keluar dari parit. Salah satu dari mereka keluar di depan tanpa senapan atau senjata.

Kerumunan besar terbentuk. Salah satu dari kedua belah pihak telah menemukan bola karet kecil dan pertandingan sepak bola menyatukan mereka. Meskipun fakta bahwa itu hanya berlangsung satu jam dan dan tak memakai wasit.

Seperti yang diharapkan, kebahagiaan tak bisa bertahan dan selalu berlalu dengan cepat. Dalam sebuah artikel yang diterbitkan di The Guardian, Orang Inggris berterima kasih atas genjatan senjata dan mereka bisa bermain sepak bola lagi.

Apa yang disebut Gencatan Senjata Natal tahun 1914 datang hanya lima bulan setelah pecahnya perang di Eropa dan merupakan terakhir yang dilakukan. Pada 1915, konsep genjatan senjata sudah tak terpikirkan lagi oleh kedua belah pihak.

KOMENTAR