Keterbukaan Informasi Harus Menjadi Kultur Kolektif di Kemenhub

Jakarta, Inako
Keterbukaan informasi publik harus menjadi kultur kolektif di Kementerian Perhubungan. Hal itu penting, sebab akuntabilitas sebuah badan publik salah satunya diukur dari sejauh mana lembaga dimaksud bersikap terbuka terhadap kebutuhan masyarakat akan informasi publik yang ada di badan publik bersangkutan.
Di era yang ditandai dengan kemajuan teknologi informasi saat ini, masyarakat ingin mengetahui apa yang dikerjakan oleh sebuah badan publik dalam melayani masyarakat.
Hal itu hanya mungkin jika semua stakeholder yang ada dalam badan publik tersebut menjadikan keterbukaan informasi sebagai budaya kolektif.
.jpg)
Penegasan ini disampaikan Komisioner Komisi Informasi (KI) Pusat, Roman Ndau Lendong, M.Si, saat menjadi narasumber dalam acara Forum PPID 2020, dengan tema Implementasi Keterbukaan Informasi Publik di Era Adaptasi Kebiasaan Baru, yang diselenggarakan oleh Biro Komunikasi dan Informasi Publik, Kementerian Perhubungan, di Hotel Js Luwansa, Jakarta, Senin (30/11/20).
Budaya keterbukaan informasi khususnya di lingkungan Kemenhub, kata Lendong, harus nampak dalam sikap memberi akses seluas-luasnya kepada masyarakat, baik perorangan maupun lembaga, untuk mendapatkan informasi tentang apapun yang mereka butuhkan di lingkungan Kementerian Perhubungan.
Menurut penilaian Roman, saat ini, ada kecenderungan umum menjadikan pandemi COVID-19 sebagai alasan untuk memaklumi rendahnya pelayanan publik dari sebuah badan publik.
“Saat ini, ada kencenderungan menjadikan COVID-19 sebagai alasan untuk memaklumi rendahnya pelayanan publik,” ucap alumnus Fakultas Filsafat UGM ini.
Roman berharap, kondisi seperti ini, tidak boleh terjadi di lingkungan Kemenhub. Ia justru berharap, protokol kesehatan COVID-19 harus menjadi momen untuk tumbuhnya sebuah kultur baru di Kemenhub, yakni kultur keteladanan.
“Dan kultur baru itu harus dimulai dengan sikap dan keteladanan, bukan dengan kata-kata para elit, sebab pertumbuhan budaya baru tidak bergantung pada kata-kata, tetapi keteladanan,” tegas Roman.
.jpg)
Dengan pernyataan ini, Roman tentu tidak bermaksud meremehkan kekuatan kata-kata, melainkan hanya ingin menegaskan bahwa kata-kata tanpa keteladanan akan menjadi hampa.
Acara ini, diikuti oleh ratusan anggota PPID dari sejumlah daerah yang bertanggung jawab dalam memberikan informasi yang benar kepada masyarakat di daerahnya masing-masing.
Untuk bisa memberi informasi yang benar kepada masyarakat, sambung Roman, sorang staf PPID harus memiliki dua hal pokok yakni knowledge (pengetahuan) dan skill (kemampuan) menulis yang baik.
“Saya berharap orang yang ditempatkan di PPID harus mereka yang memiliki budaya membaca dan menulis yang baik,” tegas Lendong.
Untuk menjadi penulis yang baik, lanjutnya, maka yang bersangkutan harus mempunyai budaya membaca yang tinggi.
Mengutip Filsuf Plato, Roman menegaskan bahwa ketika kita membaca, kita sebenarnya sedang menyusun perpustakaan di otak.
“Jadi, semakin banyak anda membaca, maka perpustakaan itu semakin penuh, sebaliknya jika anda kurang membaca, maka perpustakaan itu akan kosong karena tidak ada file baru yang masuk ke otak kita,” tegas Magister Ilmu Politik Universitas Indonesia ini.
Mengakhiri paparannya, Roman mengusulkan Biro Humas Kemenhub untuk melakukan training khusus bagi para staf yang bekerja di bagian PPID, sebab menurutnya, bagian ini menjadi sangat strategis bagi sebuah lembaga atau badan publik, khsusunya Kemenhub.
Anggota PPID, katanya, merupakan bagian yang bertanggung jawab dalam mendokumentasi, menyajikan dan menyampaikan informasi publik kepada masyarakat terhadap semua aktivitas atau kegiatan yang dilakukan kemenhub dalam jangka waktu tertentu.
Untuk bisa membuatr laporan yang benar dan baik, seorang pejabat PPID harus memiliki pengetahunan dan kemampuan menulis yang baik juga, untuk itu, mereka harus dilatih cara menulis dan menyampaikan laporan yang benar.
TAG#keterbukaan informasi, #Kemenhub, #roman lendong, #kip, #budaya keterbukaan
198733814
KOMENTAR