KH Satori, Golkar dan Kekecualian Politik

Johanes

Monday, 23-12-2019 | 08:44 am

MDN
Wakil Sekretaris PWNU Jawa Barat, Adlan Daie

Oleh. :  Adlan Daie
Wakil Sekretaris PWNU Jawa Barat

Indramayu, Inako

Tidak mudah membaca intensi Partai Golkar pasca OTT KPK menjerat H. Supendi, Bupati sekaligus Ketua DPD Partai Golkar Indramayu terkait kemungkinan siapa kandidat yang paling mungkin didorong dalam kontestasi Pilkada Indramayu tahun 2020. Munculnya KH Satori di sejumlah platform media sosial sebagai salah satu kandidat Bupati Indramayu dari Partai Golkar adalah kekecualian politik yang harus dibaca dalam konstruksi problem politik yang tengah dihadapi parrai Golkar. Sebuah opsi politik moderat dari makin menyempitnya ruang pilihan figur-figur politik dalam orkestrasi politik Partai Golkar.

KH Satori tentu sangat menyadari bukan tokoh penting dalam jajaran elite Partai Golkar Indramayu dibanding H. Daniel Muttaqien (Anggota DPR RI), H. Taufik Hidayat (Plt Bupati) dan Saefuddin (Ketua DPRD). KH Satori tak lebih sekedar Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Indramayu, jabatan keumatan untuk urusan persoalan umat dalam segala konteks dan dimensinya untuk direkonstruksi solusinya dalam pendekatan fiqih melalui forum bahtsul masail ala Nahdlatul Ulama (NU).

Dalam perspektif di atas itulah dapat dibaca bahwa  KH. Satori tidak memiliki intensi dan minat untuk maju dalam kontestasi Pilkada Indramayu selain hingga saat ini tidak terlihat tanda-tanda tebar bilboard, baliho dan lain lain untuk sosialisasi brandingnya kecuali dalam platform media sosial yang diviralkan diluar skenarionya. Kesadaran posisinya meletakkan diri pada posisi standing pasif dalam proses kontestasi Pilkada Indramayu tahun 2020, tahun depan.

Dalam perspektif lain tentu ketokohan KH Satori tak dapat diabaikan dalam peta ketokohan Indramayu. Beliau lahir dan tumbuh dari tradisi sosial keagamaan NU,  menempuh pendidikan di Pesantren Babakan Ciwaringin, Kabupaten Cirebon, salah satu pesanren tertua dalam asosiasi jaringan pesantren NU di Jawa Barat. Beliau pendiri dan pengasuh Pesantren Al Amien, Wirakanan, Kandanghaur, Indramayu dengan satuan pendidikan mulai tingkat Madrasah hingga Perguruan Tinggi. 

Itulah sebabnya beliau dikategorikan dalam rumpun sosial santri. Bukan sekedar santri dalam definisi antropologi politik model Cillford Grezt, seorang ilmuan politik di Peladelphea University  sebagaimana dipaparkan dalam bukunya The Religion Of Java melainkan inklusif dalam pengertian santri secara kultural dalam timbangan definisi Dr Zamakhsyari Dhofir dalam bukunya berjudul Tradisi Pesantren.

Sebagai Ketua MUI Kabupaten Indramayu beliau bersentuhan dalam pergaulan protokoler dengan para elite politik dan pejabat daerah baik dalam lingkungan Pemda Indramayu maupun pejabat lain dari instansi vertikal. Sehingga pemahamannya terkait peta persoalan politik, keamaan dan lain-lain sangat memadai. Rekam jejaknya sebagai  mantan anggota DPRD Kabupaten Indramayu makin menguatkan pemahamannya terkait mekanisme dan pola hubungan institusional antara pemerintah daerah dan DPRD, mekanisme politik anggaran dan proses legal drafting legislasi serta forum politik pengesahannya.

Biografi singkatnya di atas menjelaskan kepada kita bahwa jika pun beliau misalnya memiliki intensi dan niat untuk mencalonkan diri atau dicalonkan oleh Partai Golkar dalam kontestasi Pilkada Indramayu tahun 2020 sesungguhnya level ketokohan, integritas personal, kapasitas keilmuan, dan rekam jejaknya pada posisi yang sangat memadai untuk level kepemimpinan politik Indramayu. Ketrampilan dan skil merumuskan narasi- narasi di panggung publik adalah nilai lebih KH Satori yang  relatif kurang dimiliki para kandidat lain yang muncul dan dimunculkan dalam peta kontestasi Pilkada Indramayu 2020.

Partai Golkar, partai pemenang Pemilu 2019 di Indramayu dengan kedewasaan dan kematangan politiknya dalam timbangan penulis paska OTT KPK yang menjerat pucuk pimpinannya dengan isu-isu turunannya yang berkembang di ruang publik akan terbuka pola rekruitmen politiknya dalam kerangka mengakomodasi figur-figur publik dalam proses kepemimpinan politik terkait kontestasi Pilkada Indramayu 2020 untuk merecovery kepercayaan publik terhadap Partai Golkar sebagai institusi politik representasi dan pemegang mandat suara publik yang telah memilihnya.

Kontestasi Pilkada Indramayu 2020 hendaknya dimaknai oleh Partai Golkar tidak berhenti hanya melahirkan seorang bupati yang mampu bekerja normal dan rutin dalam orkestrasi birokrasi. Kepemimpinan politik, termasuk level bupati dalam perspektif Gabriel Armol, penulis buku Comparative politics today tidak cukup hanya dimandatkan pada sosok pekerja politik miskin visi dan politisi birokratis nihil narasi. 

Kepemimpinan politik level bupati lebih dari sekedar gambaran di atas melainkan membutuhkan sosok lebih berkemampuan merumuskan narasi-narasi politik yang mencerahkan suasana kebatinan publik dan memiliki daya magnit untuk menggerakkan inner power  partisipasinya. Dalam konteks inilah, KH Satori adalah kekecualian politik yang penting diperrimbangkan Partai Golkar sebagai salah satu kandidat untuk diusungnya dalam kontestasi Pilkada iIndramayu 2020.

Semoga bermanfaat.

KOMENTAR