Koalisi Perempuan Indonesia Rancang Strategi Sosialisasi UU No.16 Tahun 2019 Tentang Perkawinan Hingga Tingkat Desa

Jakarta, Inako
Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) sedang merancang strategi untuk mensosialisasikan UU No.16 Tahun 2019 tentang perkawinan, pasca DPR mengesahkan Perubahan Usia Perkawinan dalam Undang-Undang itu September lalu.
Sekjen KPI Dian Kartikasari mengatakan, pihaknya merasa memiliki tanggung jawab moral mensosialisasikan esensi undang-undang itu, sebab sejak awal lembaga yang dia pimpin juga menyusun naskah akademik terkait undang-undang itu.
.jpg)
“Kami berkomitmen mensosilaisasikan isi undang-undang ini hingga ke keluarga-kelaurga yang ada di desa-desa agar orang tua dan anak-anak mereka mengerti sehingga pada akhirnya diharapkan dapat mencegah atau membendung lajunya angka perkawinan anak di negeri ini,” kata Dian kepada Inakoran.com/Ina TV, di sela-sela Seminar dan Lokakarya Undang-Undang No.16 Tahun 2019, yang digelar di Redtop Hotel, Jakarta, Selasa (26/11).
Seminar yang dimoderatori sendiri oleh Dian Kartikasari itu menghadirkan tiga narasumber yakni Lenny N Rosalin (Deputi Menteri PPPA Bidang Tumbuh Kembang Anak); Saiful, S.Ag, MH, (dari Mahkamah Agung); Anggara Suwahju (Koalisi 18+); dan H. Muhammad Adib (Kemenag)
Kepada Inakoran, Dian mengatakan, komitmen KPI terhadap undang-undang ini, lahir dari keprihatinan akan terus meningkatnya kasus perkawinan anak di tanah air.
Sosialisasi yang akan dilakukan KPI dan Kementerian PPPA, dimaksudkan agar para orangtua dan anak-anak memahami esensi dari undang-undang itu.
Secara esensial, Undang-undang No. 16 Tahun 2019 bertujuan mencegah terjadinya perkawinan anak yang belakangan ini masih sering terjadi di berbagai daerah di tanah air.
UU No.16 Tahun 2019 merupakan Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perkawinan.
Perubahan itu telah ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 14 Oktober 2019 setelah sebelumnya disahkan oleh DPR dalam rapat paripurna DPR RI pada 16 September 2019.
Salah satu perubahan penting undang-undang ini yaitu pada pasal 7. Pada UU No.1 Tahun 2014. Dalam pasal itu disebutkan, perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun.
Dalam UU No. 16 tahun 2019, isi pasal ini diubah menjadi, "Perkawinan hanya dizinkan apabila pria dan wanita sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun."
.jpg)
Berdasar undang-undang itu, pernikahan yang tak sesuai dengan umur itu, diharuskan meminta dispensasi kepada pengadilan disertai bukti pendukung yang cukup.
“Pemberian dispensasi oleh Pengadilan sebagaimana dimaksud wajib mendengarkan pendapat kedua belah calon mempelai yang akan melangsungkan perkawinan.”
Dalam UU ini juga disebutkan, pada saat undang-undang ini mulai berlaku, permohonan perkawinan yang telah didaftarkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, tetap dilanjutkan prosesnya sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Sebelumnya, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengesahkan revisi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dalam rapat paripurna yang digelar di Gedung DPR, Jakarta, Senin, 16 September 2019.
Kala itu, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Yohana Yembise menyampaikan pandangan pemerintah terhadap revisi undang-undang tersebut. Persetujuan DPR, merupakan buah dari perjuangan yang panjang selama 45 tahun.
Berdasarkan data, kasus perkawinan anak terus mengalami peningkatan tiap tahun. Data Susenas menyebutkan, pada tahun 2008-2017 angka perkawinan anak terus mengalami kenaikan. Pada tahun 2017 tercatat sebesar 25,7 persen.

Sulawesi Barat terbukti menjadi provinsi yang paling banyak melegalkan perkawinan anak di bawah umur, yaitu sebesar 34 persen.
Untuk menurunkan angka perkawinan dan kekerasan anak perlu adanya kerjasama berbagai pihak seperti pemerintah, LSM dan masyarakat.
Dalam konteks itu, KPI merasa memiliki tanggung jawab moral untuk mensosialisasikan UU No.16 Tahun 2019 tentang perkawinan sehingga dapat dipahami para orang tua yang ada di desa-desa terpencil guna mencegah atau membendung angka perkawinan anak yang masih tnggi hingga saat ini.
TAG#UU No.16, #Perkawinan, #KPI
198737921
KOMENTAR