Komnas Perempuan Nilai Surat Edaran MA tentang Nikah Beda Agama Diskriminatif

JAKARTA, INAKORAN.COM
Mahkamah Agung (MA) meminta pengadilan menolak permohonan pencatatan perkawinan antarumat berbeda agama dan kepercayaan. Permintaan itu disampaikan melalui Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 2 Tahun 2023.
Ada dua ketentuan yang disebutkan dalam SEMA yang diterbitkan pada Senin, 17 Juli 2023 itu.
Pertama, perkawinan sah adalah pernikahan yang dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaan. Kedua, pengadilan tidak mengabulkan permohonan pencatatan perkawinan antarumat berbeda agama dan kepercayaan.
Komisi Nasional Anti-Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menilai kebijakan itu diskriminatif. Komnas Perempuan meminta MA mencabut surat edaran tersebut.
“SEMA ini merupakan bentuk pengabaian lembaga negara pada pelaksanaan kewajiban konstitusional dan hak hukum warga negara, serta bentuk diskriminasi lembaga negara di bidang perkawinan,” ujar komisioner Komnas Perempuan, Dewi Kanti.
Perempuan yang menikah beda agama rentan mengalami kekerasan dari keluarga, baik secara psikis, maupun secara fisik dengan memisahkan dia dari suami dan anaknya.
Kekerasan itu akan semakin besar jika perkawinan beda agama tidak dicatat di pengadilan. Ruang bagi terjadinya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) akan semakin terbuka lebar.
SEMA ini juga dinilai membingungkan. Pasalnya, pernikahan beda agama sudah menjadi realitas sosial yang sudah terjadi sejak dahulu.
Dikutip dari Kompas (2/8/2023), sosiolog di Universitas Padjajaran, Budi Rajab menyebut, kebijakan MA ini menimbulkan keresahan di masyarakat.
“Mengapa setelah sekian lama terjadi (perkawinan beda agama) muncul aturan yang melarang atau tak membolehkan. Ini akan membuat masyarakat resah,” ungkap Budi, Selasa (1/8/2023).
KOMENTAR