Kupas Tuntas OTT KPK

Johanes

Saturday, 01-02-2020 | 15:31 pm

MDN
Adlan Daie, Wakil Sekretaris PWNU Jawa Barat

Oleh  : Adlan Daie, Wakil Sekretaris PWNU Jawa Barat

 

Indramayu, Inako

Presiden legendaris AS, Abraham Lincon, memberikan petuah bijak untuk para pemegang kuasa. Menurutnya, "berbohong lebih menguras energi mental daripada mengatakan kejujuran. Tidak ada manusia yang sanggup mengingat dengan baik untuk bisa menjadi pembohong yang sukses" . 

Dalam konteks OTT KPK kesaksian seorang sopir tersangka Carsa, mantan Kadis PUPR  Didi Supriadi dan mantan Bupati Indramayu, H.Supendi, di pengadilan Tipikor Bandung adalah salah satu bukti bahwa mereka pada akhirnya gagal menjadi pembohong yang sukses dengan memilih berterus terang dalam kesaksiannya.

Tentu, dengan tetap menghormati asas praduga tak bersalah, kesaksian mereka membuka tabir baru dari sengkarut tali temali kasus OTT KPK. Kesaksian mereka tentang aliran dana, pengaturan proyek dan transaksi jual beli jabatan hingga modus pinjaman ke BPR Karya Remaja makin membenarkan teori Robert Klitgart dalam bukunya Currupt Cities bahwa tindak pidana korupsi sumbernya dari proses perselingkungan politis antara kekuasaan politik hegemonik, diskresi kewenangan tak terbatas dan tukar tambah kepentingan ekonomis.

Pertanyaan Jaksa KPK terhadap para saksi di atas yang dihadirkan dalam persidangan pengadilan Tipikor Bandung berbasis berita acara pemerikraan (BAP) dalam proses penyelidikan dan penyidikan melalui pemanggilan terhadap sejumlah saksi mulai dari unsur kontraktor, mantan pejabat, pejabat aktif, anggota DPRD, Dirut PDAM, Dirut BPR Karya Remaja dan lain-lain.

Kerja KPK begitu detail dalam mengkonstruksi pembuktian sampai jenis dan nilai pekerjaan proyek yang diatur, pecahan rupiah 20 ribuan dengan nilai kredit dua milyard yang dicairkan dari BPR Karya Remaja  jelang Pileg 2019.
Saksi H. Supendi, mantan bupati dan Didi Supriadi, mantan Kadis PUPR hanya bisa membenarkan dan menguatkan apa yang dipaparkan Jaksa Penunut Umum KPK di persidangan tersangka Carsa di tiga kali persidangan awal di pengadilan Tipikor Bandung.

Publik mulai membayangkan apa yang akan terjadi berikutnya. Pikiran-pikiran imajinatif mereka melambung jauh bagaimana jalannya persidangan atas tersangka Wempy Triyono, Omarsyah dan H. Supendi kelak ketika, misalnya, Jaksa Penuntut Umum memaparkan  berita acara pemeriksaan atas saksi-saksi kontraktor proyek seperti Badrudin, Kaswadi dan lain-lain dengan patgulipat pengaturannya, broker dan nilai ijonnya. Cara kerja KPK memang sulit dicerna awam seperti penulis terutama dalam pengumpulan bukti-bukti yang merambah jauh melampaui instansi sumber kasusnya.

Penulis teringat, dulu, begitu percaya diri Anas Urbaningrum tidak terlibat dalam pengaturan  proyek sampai bersumpah siap digantung di tiang Monas dan betapa licinnya Setya Novanto menghindar dari delik hukum dalam rekayasa pengaturan proyek E-KTP,  keduanya sebagaimana kita maklumi bersama di tangan KPK berakhir di pintu hotel prodeo alias penjara.

Rohadi, mantan panitera pengganti, putra asli Indramayu, bermula dari kasus suap Saeful Jamil, penyanyi dangdut, dan kasus Sunjaya, mantan Bupati Cirebon bermula dari kasus jual beli jabatan, keduanya bukan saja berakhir masuk penjara melainkan dimiskinkan oleh putusan pengadilan akibat jerat Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang disangkakan oleh penyidik dan jaksa KPK hingga menarik mundur dari tali temali pintu masuk kasus awalnya.

Kita tidak boleh memvonis seseorang bersalah kecuali kemampuan kita hanya menunggu proses hukum yang sedang berjalan hingga vonis diketuk hakim. Akan tetapi adalah sebuah kebohongan besar jika kasus OTT KPK di atas dianggap biasa-biasa saja dan rutin tidak berdampak merusak citra dan merugikan masyarakat Indramayu. 

Langkah bijak bagi kita adalah kesadaran bahwa kasus OTT KPK cara Tuhan menegur kita semua untuk selalu saling mengingatkan tentang kebenaran kepada pemegang kekuasaan daripada sibuk antrian  berbaris rapi untuk mempersembahkan segala puja puji kepada para penguasa dengan segala varian modus rekayasa mobilisasinya.

Sebagai penutup tulisan reflektif singkat ini mengadaptasi petuah Imam Al Ghazali dalam kitabnya Ihya Ulumudin, terutama dalam konteks jelang pilkada Indamayu 2020 hendaknya dimaknai partai Golkar untuk tidak coba coba sedikit pun bermuslihat dan berspekulasi mengusung calon bupati berpotensi terseret kasus lanjutan OTT KPK.

Marilah kita maknai proses politik di atas untuk mengusung dan memilih calon bupati yang bersih dan maslahat bagi publik. Bupati yang maslahat bersumber dari proses politik yang sehat dan para ulama yang rajin menjadi pengingat. Sebaliknya, bupati produks muslihat hasilnya bagi rakyat hanya mudlorot (perusak dan koruptif) dibingkai rekayasa puja puji berlipat-lipat.

Semoga bermanfaat.

TAG#Indramayu, #Ott KPK

190232114

KOMENTAR