Laporan Terbaru WWF Terkait Kondisi Keanekaragaman Hayati Dunia

Sifi Masdi

Wednesday, 21-11-2018 | 07:45 am

MDN
Kondisi Keanekaragaman Hayati [ist]

Jakarta, Inako

World Wide Fund for Nature (WWF) merilis Living Planet Report 2018 yang berisi seputar pentingnya menjaga biodiversitas atau keanekaragaman hayati di dunia.

"Laporan ini terbit setiap dua tahun sekali, yang mengulas bagaimana gambaran dan kondisi hasil pemantauan yang cukup panjang dari status biodiversitas. Buku dibuat oleh 83 orang yang terlibat termasuk saintis dari 26 institusi di setiap benua dengan 11 negara yang bekerja di masing-masing benua," ujar Head of Coservation Science Unit WWF Indonesia Thomas Barano, dalam presentasinya, Jumat (16/11/2018), di Perpustakaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Gedung A, Senayan, Jakarta Pusat.

Laporan yang terbit awal November 2018 menjelaskan bagaimana planet bumi mendukung semua sendi kegiatan manusia. Mulai dari situasi lanskap yang indah dan alami, sampai daerah urban, seperti Jakarta sebagai bagian dari ekosistem atau yang disebut sebagai aktivisial atau hasil kreasi manusia.

Contohnya, kata Thomas, seperti taman kota, jalan yang udaranya bersih, juga MRT merupakan bagian dari kreasi. Jadi menurut dia, semakin sehat lingkungan sekitar maka daya kreasi masyarakat semakin tinggi.

"Sampai saat ini, kita menikmati berbagai macam sumber daya di bumi. Misalnya, menyediakan makanan, obat, mengatur secara teratur penguapan di laut, hujan turun dan supporting ketika menghadapi bencana. Serta culture secara turun temurun berinteraksi dengan alam," kata Thomas.

Selain itu, laporan tersebut berisi tentang bagaimana manusia tanpa sadar terus menikmati pelayanan, tapi dibeberapa hal tidak bertanggung jawab, seperti adanya persenjataan yang canggih dan buldoser yang berkembang cepat dan faktor yang mengakibatkan berbagai sektor yang memenuhi permintaan konsumsi dan produksi.

Beberapa sektor, Thomas melanjutkan, ada yang melakukan dengan tanggung jawab, tapi banyak juga yang tidak. Itu menjadi ancaman yang akan berakibat pada biodiversitas. Laporan menggambarkan mulai pada 1700 hingga 1950 terdapat lonjakan besar dalam permintaan skala global.

"Ada dua pola yaitu sosial ekonomik tren dan sistem planet. Contoh di daratnya, ada opsi pilihan seperti apa kita menggunakan sumber daya kita, misal kita menggunakan minyak itu punya konsekuensi, semua seperti gangguan fungsi, polusi udara dan lain-lain," tambah Thomas.

"Pada 1950 hingga 2000 intensitas pemanfaatannya semakin luas, ini menggambarkan secara masif bagaimana kita memanfaatkan alam kita".

Bagaimana tren pemanfaatan alam juga masuk dalam laporan itu. Dari banyak indikator yang dipakai, sejak 1970 hingga 2014, menggambarkan secara global tanpa manusia sadari bahwa ada sekitar 60 persen populasi yang hilang. Sama halnya ekosostem air tawar, keanekaragaman air tawar dengan sampel 3000 spesies di planet bumi manusia harus tahu bagaimana pola melakukan konservasi.

"Laporan ini selama 20 tahun dibuat dan diperbarui, sebelumnya hanya ada kemelimpahan yang ada di bumi. Dan laporan yang baru dilengkapi dengan distribuasi dan laporan kepunahan. Harapannya adalah ada pada tiga kelompok besar, yaitu kesadaran individu, menggeser bisnis menjadi ramah lingkungan dan kebijakan pemerintah yang memperkuat aspek biodiversitas," lanjut Thomas.


 

 

KOMENTAR