Lee Kuan Yew: Infrastruktur Salah satu Unsur yang Perlu Jika Indonesia Ingin Maju

JAKARTA, INAKORAN
Menurut mantan Perdana Menteri Singapura Lee Kuan Yew, ada tiga masalah yang harus diatasi apabila Indonesia ingin maju yaitu kemacetan proses politik atau (political gridlock) yang kedua adalah korupsi dan yang ketiga adalah infrastruktur yang buruk. (kutipan dari buku berjudul One Man`s View of the Word)
baca:
Bandara Toraja dan Bandara Pantar Siap Digunakan untuk Konektivitas dan Pertumbuhan Ekonomi
Demikian selanjutnya Prof Boediono Ekonom UGM menyebut Lee Kuan Yew sebagai LKY dalam buku Ekonomi Dalam Lintasan Sejarah yang ditulis oleh Prof Boediono.
Tiga persoalan tersebut tidak sulit bagi Indonesia untuk menyebut contoh-contoh konkrit kemacetan proses politik di negeri ini daerah maupun di tingkat pusat.
Satu observasi beliau yang saya (Boediono) sebutkan di sini melihat bahwa sistem kita memilih langsung presiden dan legislatif cenderung menimbulkan political gridlock .
Kita melihat sistem Perancis yang memberikan kekuasan kepada presiden untuk membubarkan parlemen dan meminta diadakan apabila macetan terjadi bisa benar bisa salah, tapi sinyalemen mengingatkan kita akan rugi untuk mengatasi masalah sistem yang mengganggu
Mengenai penanganan masalah korupsi sekira banyak pelajaran yang dapat kita ambil dari pengalaman mereka terutama dalam memadukan upaya penegakan hukum dengan program yang lebih besar lagi yaitu pembangunan birokrasi apabila Singapura berbangga mengenai prestasinya di bidang ini
LKY menggarisbawahi sangat pentingnya pembangunan infrastruktur perhubungan bagi negara kepulauan seperti Indonesia.
Pendapat ini seribu persen benar, dan sejalan dengan apa yang kita rasakan dan pikirkan.
Keutuhan politik suatu bangsa hanya bisa berlanjut apabila dilandaskan pada keutuhan ekonomi dan keutuhan ekonomi suatu negara hanya bisa terwujud apabila ada jaringan transportasi dan komunikasi antar daerah yang efisien.
Masalahnya tidak sekedar mengenai pembebasan tanah atau mencari investor atau menyisihkan dana APBN bagi proyek yang ada.
Itu semua penting. Tapi ada masalah yang paling mendasar adalah bagaimana mencapai konsensus mengenai desain yang terbaik bagi jaringan transportasi dan komunikasi nasional yang tetap relevan 30 atau 50 tahun kedepan.
Sesuatu yang, harus di akui, tidak mudah dicapai dalam desentralisasi dan demokrasi dengan siklus politik 5 tahun yang ada.
Pada saat seperti ini kita merindukan para negarawan yang berwawasan nasional berpikir panjang berhitung antar generasi
TAG#LEE KUAN YEW, #BOEDIONO, #UGM, #BUKU
190216178
KOMENTAR