LHKPN (Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara) Konsep Ateis?

Oleh: Drs. GF Didinong Say,
Alumni STF Driyarkara
Pemerhati masalah sosial dan budaya
Jakarta, Inako
Kejujuran selalu hadir sebagai nilai dan prinsip dalam semua ajaran keagamaan maupun sistem kebudayaan. Kejujuran dalam artian konsistensi kebenaran dan kesesuaian antara hal intrinsik dengan hal ekstrinsik dengan demikian dapat disimpulkan sebagai suatu wujud keutamaan (virtue) universal imperatif yang mendasari kemanusiaan sebagai kreasi Sang Pencipta. Dengan kata lain, kejujuran adalah manifestasi beriman bahkan keimanan itu sendiri.
Kejujuran, pertama tama seharusnya bersifat subjektif individual. Artinya, siapapun dimanapun kapanpun harus jujur pada dirinya sendiri terlebih dahulu karena ada Dia yang Maha Mengetahui dan Maha Mengadili terhadap kebenaran dari setiap insan ciptaan. Maka setiap diskursus yang berkaitan dengan substansi kejujuran sesungguhnya selalu berada dalam lingkungan konseptual teologis dan keimanan.
Selanjutnya, kejujuran subjektif seharusnya (wajib) diverifikasi dalam interaksi horizontal dalam berbagai bidang kehidupan bersama manusia. Dengan demikian dapat muncul kejujuran objektif, yaitu nilai nilai kejujuran yang dianut dan disepakati serta dipraktikan dalam kehidupan bersama. Kejujuran objektif mutlak ada demi tercipta tata sitem kehidupan bersama yang teratur tertib berkeadilan berperikemanusiaan dan seterusnya. Dapat disimpulkan bahwa pihak manapun yang berkuasa dan memiliki kontrol terhadap interaksi dan kehidupan bersama manusia wajib memiliki keutamaan kejujuran subjektif serta sekaligus menjalankan kejujuran objektif tersebut demi terciptanya tata kehidupan (peradaban) yang berperikemanusiaan dan berperikeadilan
Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) konsep ateis?
Sebagaimana dirilis oleh TEMPO.CO, Jakarta - Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (Capim KPK) dari jajaran kepolisian, Inspektur Jenderal Dharma Pongrekun mengatakan kebijakan untuk memberikan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) tidak sesuai dengan konsep berTuhan dan Pancasila.
Bila kebijakan administratif LHKPN diasumsikan sebagai syarat integritas dalam hal kejujuran capim KPK, maka sikap dan pernyataan di atas secara terang benderang menunjukkan mispersepsi tentang keutamaan kejujuran sebagai suatu konsep teologis. Ketidakjujuran terhadap diri sendiri dan Tuhan pada gilirannya akan berdampak kepada sesama. Sungguh celaka nasib masyarakat yang dikontrol dipimpin oleh penguasa yang tidak jujur kepada diri sendiri dan Tuhan.
Maka benarlah adagium yang berbunyi bahwa mereka yang bersedia bergiat dalam lembaga anti rasuah semestinya adalah mereka yang sudah selesai dengan dirinya. Keterikatan mereka terhadap material hanyalah karena kebutuhan bukan keinginan. Mereka tidak berada dalam posisi mencari dan menambah melainkan bekerja dan hidup. Mereka yang bergiat dalam lembaga anti rasuah adalah orang orang pilihan yang sudah lolos uji kejujuran subjektif maupun uji kejujuran objektif.
Kalau sekedar membuat LHKPN saja berkeberatan dan beralasan yang tidak logis maka sebaiknya segera dicermati secara mendalam.
KOMENTAR