Masalah Pendidikan Di Maluku Butuh Kerja Sama Provinsi & Kabupaten

Ambon, Inako –
Kalangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Maluku menilai, pendidikan di Maluku saat ini dalam kondisi terpuruk. Untuk mengatasi kondisi tersebut, kerja sama yang baik antara pemerintah provinsi dan kabupaten menjadi hal yang tidak bisa ditawar.
"Kita akan terpuruk, dan sekarang saja dari laporan kemarin Maluku termasuk rangking paling bawah kualitas pendidikannya pada saat dilakukan evaluasi secara nasional," kata ketua komisi D DPRD Maluku Saadiah Uluputty, di Ambon, Rabu.
Menurut Saadyah, sejumlah kebijakan normatif dan afirmatif terkait pendidikan di Maluku telah dimasukan dalam undang-undang.
Namun, secara afirmatif, lanjut Saadyah, untuk merealisasikan kebijakan tersebut diperlukan dukungan banyak pihak supaya implemntasinya sesuai dengan kebutuhan masyarakat, khususnya yang tinggal di daerah tertinggal, terpencil, dan terdepan (3T).
Sekedar contoh, saat UU nomor 23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah diberlakukan, ada beberapa sekolah SMA/SMK yang terdapat di daerah 3T, yang pengelolaannya dialihkan ke provinsi. Akibatnya, pemerintah provinsi merasa terbebani sehingga sekolah tersebut tidak terurus dan berdampak pada turunnya mutuh pendidikan di daerah itu.
"Karena seakan-akan setelah dialihkan maka semua menjadi tanggungjawab provinsi sehingga kita cukup merasa kesulitan sekali bahkan bisa mempengaruhi kualitas dan mutu pendidikan," ujarnya.
Dia mencontohkan guru honor yang dialihkan sebanyak 3.600 orang dari 11 kabupaten dan kota ke provinsi, akhirnya mereka yang awalnya merupakan tenaga kontrak kabupaten kini harus diakomodir oleh provinsi, padahal APBD pemprov kecil.
Akhirnya sempat ribut masalah alokasi 20 persen APBD provinsi untuk bidang pendidikan, tetapi 20 persen ini juga harus secara proporsional harus bisa disiapkan agar kebutuhan dana untuk pendidikan terpenuhi.
Kemudian masalah sarana dan prasarananya, ketika pengalihan kewenangan seperti ini seakan-akan untuk SD dan SMP dikelola kabupaten/kota sedangkan SMA/SMK di provinsi.
"Namun ada beberapa kabupaten/kota bisa sharing dan terbangunlah semacam pra kesepakatan bahwa dan ini masih transisi untuk menyesuaikan dengan UU tetapi kedepannya bisa share, misalnya untuk guru honorer masih bisa melanjutkan," tandasnya.
Kemudian untuk beberapa sarana/prasarana masih dilakukan kerja sama untuk membantu, seperti kebutuhan multimedia untuk kebijakan nasional itu dalam tahun 2019 sudah harus tuntas UNBK, sementara sarana penunjangnya di seluruh SMA/SMK masih sangatlah kurang sehingga perlu ada koordinasi antara Disdikbud sebagai komponen penyelenggara pemerintahan.
Selain itu ada beberapa cabang dinas yang memang harus dibentuk di daerah seperti UPTD atau cabang dinas pendidikan di daerah.
Bagaimana pendidikan mau maju sementara cabang dinas dibiarkan mengurus dirinya sendiri, untuk sewa kantor harus pinjam dari pihak ketiga lalu mau beli kertas terpaksa pakai milik SMA/SMK.
"Saya kemarin datang ke Pulau Buru dan bertemu pihak UPTD setempat untuk mendengar dan share bersama-sama dengan beberapa OPD, rasanya seperti prihatin sekali," katanya.
KOMENTAR