Masyarakat Adat Bangkit Bersama! Kembalikan Tanah Adat yang Sudah Disertifikat Para Mafia

Hila Bame

Sunday, 07-02-2021 | 23:01 pm

MDN
Pertemuan besar masyarakat adat Terlaing 2 Pebruari 2021 lalu. Target: Kembalikan tanah-tanah adat yang sudah dicaplok para mafia tanah.

 

Jakarta, INAKORAN

 

Pada tanggal 2 Pebruari 2021 warga  masyarakat adat Terlaing mengadakan pertemuan besar di rumah gendang (rumah adat). Pertemuan itu membahas bagaimana mengembalikan tanah-tanah adat yang sudah disertifikat para mafia tanah, demikian rilis yang diterima INAKORAN.COM  Minggu (7/2/21)

 

Selama satu decade terakhir tanah ulayat masyarakat Terlaing yang berjumlah 39 lingko (kawasan) sudah diacak-acak para mafia tanah. Tanah adat di kawsan lingko Nerot, Menjerite dan Kombong nyaris diserobot habis oleh para mafia tanah.


BACA:  

Persyaratan dan Mekanisme Pelayanan Kartu Tanda Penduduk (KTP)

 


 

 

Penyerobotan  tanah adat ini selain dengan  cara menggunakan dokumen palsu, pengangkatan Tua Golo akal-akalan, penguasaan lokasi hingga aksi teror. Aksi para mafia ini begitu leluasa nyaris tidak ada perlawanan.

 

Kondisi masyarakat adat yang tidak berdaya, miskin, sumber daya manusia lemah dan tidak mempunyai jaringan, menyebabkan mereka hanya pasrah dan menanggung  derita batin yang berkepanjangan. Padahal tanah-tanah adat itu sudah dilakukan ritual secara adat dengan darah ayam, babi dan kerbau oleh para leluhur kami.  Ya, setiap hari kami hanya mengeluh dan mengurut dada dan berkutak-katik di antara kami sendiri, ujar Hendrik Jempo, tua gendang Terlaing.

 

Ketika ditanya, bagaimana peran Pemda Mabar, tokoh intelektual Mabar, tokoh adat dan para aktivis Mabar dalam mengatasi aksi para mafia tanah ini? Bone Bola, tua Golo Terlaing dengan memelas mengatakan, Pemda Mabar diduga ikut berperan dalam kemelut mafia tanah ini. Dugaan Bone Bola ini dengan mengkaji keterlibatan Bupati Agustinus Dula yang menanda-tangan Surat  Kesatuan Adat Wa’u Pitu Gendang Pitu Tana Boleng di Kecamatan Boleng, Kabupaten Manggarai Barat (Mabar) yang diprakarsai Camat Boleng, Bonafantura Abunawan.

 

Berbagai peristiwa yang menimpa tanah adat di kawasan Pantura membuat masyarakat adat tertekan dan tidak berdaya. Hampir satu dekade belakangan ini, mereka seakan terbenam dalam lumpur sulit bernafas. Tanah-tanah adat mereka dirampas dengan leluasa para mafia tanah.

 

Skandal mafia tanah di Pantura ini memang mengerikan dan menakutkan. Sudah ada darah manusia yang tumpah di sini dan akan terjadi lagi pertumpahan darah jika para mafia itu tidak segera disingkirkan” ujar Henderik Jempo, tua gendang masyarakat adat Terlaing.

 

Tragedi berdarah di Menjerite tahun 2017 menjadi trauma yang mendalam  bagi masyarakat Manggarai Barat. Kemudian kisah ibu yang terkencing-kencing di celana ketika parang terhunus oleh preman yang didatangkan dari luar Manggarai Barat tahun 2008 di Lingko Menjerite masih terngiang-ngiang di ingatan masyarakat adat Terlaing.

Kasus terbaru kejadian September  2020 nyaris terjadi pertumpahan darah di tanah adat Lancang dan Menjerite. Kondisinya sudah kacau balau, ujar Hendrik Jempo.  

 

Kemudian tanah adat Sepang Nggieng sudah dirampas para mafia dengan menerbitkan 563 sertifikat dan di dalamnya tak satupun orang Manggarai. Perkaranya sudah P-21 di Kejaksaan Agung Jakarta.

KOMENTAR