Masyarakat Adat Terlaing Siap Gugat Bonafantura, Camat Boleng

Hila Bame

Monday, 01-02-2021 | 23:04 pm

MDN
Antonius Ajua, fungsionaris adat Mbehal. Ia menegaskan bahwa Lingko Nerot dan Menjerite adalah tanah ulayat masyarakat Terlaing

 

 

Jakarta, INAKORAN

 

"Antonius Ajua, fungsionaris adat Mbehal. Ia menegaskan bahwa Lingko Nerot dan Menjerite adalah tanah ulayat masyarakat Terlaing. Tidak masuk akal jika ada yang pihak mengklaim bahwa tanah itu milik Mbehal, letaknya jauh kog. Itu karang-karang saja dan tidak sesuai dengan sejarah leluhur Mbehal"'

 

Masyarakat adat Terlaing sedang mempersiapkan gugatan kepada saudara Bonafantura Abunawan, camat Boleng. Langkah ini dilakukan setelah saudara Abunawan melakukan tindakan yang merugikan masyarakat adat Terlaing, demikian  rilis Masyarakat Adat Terlaing yang diterima Inakoran.com Senin ( 1/2/21).


BACA:  

Kecemasan Masyarakat Adat di Tengah Gempuran Mafia Tanah

 


Belakangan ini saudara Abunawan ini tidak henti-henti membangun opini bahwa masyarakat adat Terlaing itu tidak ada. Iapun menyebarkan isu bahwa di Terlaing tidak ada Compang (mesbah sakral) dan tidak ada gendang. Kampung Terlaing hanyalah riang atau penjaga. Targetnya, bagaimana ia menguasai tanah ulayat Terlaing di Menjerite dan Nerot. Abunawan sendiri orang Mbehal, yang letaknya jauh beberapa kampung dari kampung adat Terlaing.

 

Tidak berhenti di sini. Ia   juga diam-diam membuat  surat Kesatuan Adat Wa’u Pitu Gendang Pitu Tana Boleng di Kecamatan Boleng, Kabupaten Manggarai Barat (Mabar). Ini surat rekayasa yang bertujuan bagaimana Abunawan menguasai tanah ulayat Boleng, ujar Hendrik Jempo, tua gendang Terlaing.


BACA: 

Akta Lahir Anak Nasional, NTT Masih Macet, Alarm untuk Dukcapil Pemprov

 


 

Dalam dokumen  surat Kesatuan Adat Wa’u Pitu Gendang Pitu ini, diduga ada konspirasi antara Abunawan, Camat Boleng dengan Bupati Agustinus Dula. Karena dalam dokumen itu juga ada tanda-tangan  Bupati Dula.

 

Dokumen ini membuat masyarakat adat Terlaing marah  bukan main. Saudara Bone Bola, tua golo Terlaing pergi menghadapi Bupati Dula, minta klarifikasi atas dokumen yang bermasalah itu. Dengan nada emosi, Bone Bola menuding Bupati Dula berkonspirasi dengan Abunawan membuat kisruh kawasan Menjerite, ujar Jempo.

 

Dokumen ini memang heboh di Manggarai Barat dan menyeret Abunawan ke ranah hukum. Dokumen ini memang rekayasa dan Abunawan pun dihukum di Kupang beberapa waktu lalu. Setelah ia bebas dari hukuman, saudara Abunawan sempat dijadikan tersangka untuk kedua kali dan akan dijeblos ke penjara lagi, tetapi ia minta perlindungan orang Manggarai di Jakarta, ujar Beny Janur, pengacara yang tinggal di Labuan Bajo.

 

Apa yang dilakukan saudara Abunawan ini memang berbahaya. Target dia adalah bagaimana menguasai tanah ulayat Terlaing di Lingko Menjerite dan Nerot dengan cara licik bahwaTerlaing itu tidak ada Compang dan gendang. Jelas ini menginjak martabat masyarakat adat Terlaing. Martabat masyarakat adat adalah simbolnya  compang, gendang, mata air dan lingko adat. Abunawan ini memang aneh dan sangat berbahaya, ujar Jempo.

 

Antonius Ajua salah tokoh adat Mbehal, satu suku dengan Abunawan dan matan kepala Desa Pota Wangka menegaskan bahwa tanah adat Mbehal hanya sampai di kampung Rai saja. Kepada Flores-editorial beberapa waktu lalu Ajua mengatakan:   “Yang saya tahu persis, karena saya tinggal dengan nenek Taha, Dalu Boleng Keempat yang memimpin Boleng. Dia tidak pernah cerita tanah Mbehal itu sampai  ke bawah yang disebut Rangko, Menjerite. Bahkan Dalu Boleng Kelima dari Mbehal, Gregorius Jopong, tidak pernah cerita kita punya tanah di Rangko itu, di Nerot itu atau di Menjerite itu. Tidak ada. Dan tak satupun lingko yang dibuka orang Mbehal di Rangko itu, ungkap Antonius yang pernah menjabat Kepala Desa Pota Wangka (2004 – 2016).

Secara administratif, kata Antonius Ajua, saat terbentuk desa gaya baru tahun 1969, dusun Rangko termasuk wilayah desa Tanjung Boleng. Tetapi tanah adatnya termasuk Tanah Ulayat Terlaing. Hal ini didukung fakta bahwa sejak dulu tidak seorangpun orang Mbehal yang tinggal di bawah (Rangko), buka kebun di bawah (Rangko). “Saya sendiri orang Mbehal,” kata Antonius.

Saudara Abunawan ini sepertinya tidak ada tobatnya. Diduga, dengan cara sembunyi-sembunyi ia nekat menyerobot tanah ulayat Terlaing di Menjerite dengan cara mengajukan sertifikat dengan menggunakan hak ulayat Mbehal. Kemudian ia membangun pos rumah di Menjerite, yang secara logika tidak masuk akal. Itu kan tanah orang, kog berani membangun pondok. Ia mungkin melakukan strategi dengan cara membangun pondok, tanah itu sudah milik sukunya. Ah, itu konyol, nanti lihat saja, kami sedang siap gugatan, jelas Jempo.

Kami tengah meneliti mana saja tanah-tanah yang bersertifikat dengan menggunakan alas hak Mbehal atau saudara Abdullah Duwa Rangko. Kami akan memproses secara hukum karena itu tindakan penyerobotan dan penipuan, ujar Jempo.

 

KOMENTAR