Masyarakat Harus Waspada Aksi Tipu-Tipu Pinjaman Berbasis Daring

Hila Bame

Friday, 31-08-2018 | 13:36 pm

MDN
Ujung jari bermain uang mengular (ist)

Jakarta, Inako

Perkembangan teknologi membawa kemajuan pesat terhadap kehidupan manusia di muka bumi termasuk pinjam meminjam uang.

Jika sebelumnya perkara pinjam meminjam uang mesti ke bank, lembaga pembiayaan (leasing), tetangga jauh maupun dekat hingga rentenir tak luput disambangi.

Maka saat ini dengan ujung jari bertaut dengan jemari lentik seberang sana, uangpun mengular ke rekening bank.

Dengan perkakas smartphone, masalah finansial teratasi dengan gesit, ada Peer to Peer Lending (P2P) nama perusahaan keuangan era milenial. P2P dalam makna harafiah adalah dari ujung ke ujung, atau lebih tersohor lagi dengan "pinjam meminjam uang berbasis online".

Bagi yang terburu-buru lahir (lahir di era industri di bawah 80-an) subyek dagang uang P2P, mungkin terdengar asing meski tak  perlu sesal, takdir mengatakan demikian, demikianlah faktanya. Walaupun begitu, kaum industri ada perlu juga, perlu tau P2P.

Di Indonesia saat ini ada ratusan bahkan ribuan perusahaan serupa telah beroperasi dengan platform P2P tersebut. Yang terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sedikitnya ada 64 perusahaan, tegas Sunu Widyatmoko, Ketua Bidang Pinjaman Cash Loan Aftech. Aftech adalah Asosiasi Financial Technologi. 

ilustrasi 

 

Meski masih belia sudah memiliki asosiasi dengan tujuan bersama selain mengawasi sepak terjang perusahaan keuangan berbasis teknologi juga wadah berbagi info seputarnya. 

Perusahan P2P yang beroperasi tidak boleh menipu para peminjam uang atau dikenal dengan nama  predatory lending (tipu - menipu). tegas Sunu, Kamis (30/8/2018).

Karena itu beberapa tips berikut layak dicerna untuk memastikan bahwa perusahaan tersebut aman dan setiap saat diradar OJK. 

  1. Pastikan P2P yang berhubungan dengan kita memiliki izin operasi dari OJK, hal ini ditandai dengan logo OJK yang terpampang pada profile perusahaan.
  2. Bunga yang dibebankan kepada peminjam tidak menjulang tingginya, layaknya bunga dari rentenir. Harus mencari lebih dari dua referensi P2P, terkait besarnya bunga pinjaman sebelum memutuskan mengambil pinjaman. 
  3. Berapa persen denda yang akan dibayar jika terlambat membayar.
  4. Cara menghitung bunga, terkait ini perlu dicermati sebelum menandatangi akad. Jangan sampai tiap bulannya terjadi tinggi rendah pembayaran bunga. Dan terakhir memanggil tukang tagih, memakasa peminjam habis-habisan.

Sebaliknya perusahaan yang tidak memiliki izin operasi dari OJK, sambung Sunu, penampakkan biasanya memiliki beberapa ciri, yakni tidak memaparkan dengan jelas informasi terkait bunga pinjaman, denda jika terlambat membayar, dan cara perhitungan bunga serta denda. 

Ciri-ciri seperti itu artinya perusahaan tersebut sekurang-kurangnya memiliki potensi untuk melakukan praktek  predatory lending (tipu menipu) debitur habis-habisan tanpa sedikit pengampunan.  

"Jika sebuah layanan peminjaman tidak menjelaskan secara rinci poin-poin tersebut sebelum peminjam melakukan peminjaman, maka kemungkinan besar itu adalah praktik predatory lending.

 Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech) meminta masyarakat Indonesia untuk waspada terhadap praktik-praktik peminjaman uang berbasis online yang sarat penipuan. Praktik ini kerap disebut predatory lending.

Jadi, pembaca inakoran.com, paham ya...

 

KOMENTAR