Masyarakat Minta BPOM Malut Intensifkan Pengawasan Terhadap Jajanan Sekolah

Binsar

Thursday, 24-01-2019 | 12:31 pm

MDN
Ilustrasi [ist]

Ternate, Inako –

Sejumlah pihak menilai, jajanan yang dijual di lingkungan sekolah di daerah Maluku Utara banyak yang menggunakan bahan berbahaya. Karena itu, Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Maluku Utara diminta mengintensifkan pengawasan terhadap jajanan sekolah guna mencegah terjadinya hal yang tidak diinginkan semua orang khususnya orang tua dari para siswa yang menyantap jajanan tersebut.

"Anak saya setiap hari jajan di sekolah dan saya selalu khawatir jangan sampai anak saya membeli jajanan sekolah yang mengandung bahan berbahaya," kata Rusnalia, warga Ternate yang anaknya bersekolah di SD, Rabu.

Untuk itu BPOM diminta rutin turun ke sekolah untuk memeriksa jajanan yang dijual di sekolah, sehingga kalau ada jajanan sekolah yang mengandung bahan berbahaya bisa diketahui.

Ia mengharapkan penjual jajanan sekolah yang terbukti menggunakan bahan berbahaya, jangan hanya diberi peringatan, tetapi harus ditindak tegas sesuai ketentuan yang berlaku untuk memberi efek jerah kepada mereka.

Bahan berbahaya yang disinyalir sering digunakan penjual jajanan sekolah di antaranya pewarna pakaian, formalin dan boraks, yang dapat mengakibatkan kanker dan berbagai penyakit lainnya bagi yang mengonsumsinya.

Kepala BPOM Malut, Syahrina mengaku pihaknya sudah memprogramkan pengawasan terhadap pangan jajanan sekolah yang pada 2019 ini sasarannya sekitar 300 sekolah.

BPOM akan melakukan pemantauan terhadap pangan jajanan sekolah yang dijual di kanting sekolah dan sekitar sekolah dan setelah melakukan pendampingan agar semua jajanan sekolah yang dijual aman untuk di konsumsi.

"Kanting sekolah yang kita nilai telah menerapkan proses pengolahan pangan jajanan sekolah secara baik akan diberi piagam sehingga siswa tidak perlu lagi khawatir membeli jajanan di kanting itu," katanya.

Para penjual jajanan sekolah diimbau untuk tidak menggunakan bahan berbahaya, karena selain bisa mengakibatkan gangguan kesehatan bagi yang mengonsumsinya, juga bisa diproses secara hukum, misalnya dengan menggunakan Undang-Undang Pangan atau Undang-Undang Konsumen.

KOMENTAR