"Melawan" Petahana

Johanes

Sunday, 15-12-2019 | 14:40 pm

MDN
Wakil Sekretaris PWNU Jawa Barat, Adlan Daie

Oleh. : Adlan Daie 
Wakil Sekretaris PWNU Jawa Barat

Indramayu, Inako

Petahana (incumbent), yakni  pejabat publik yang sedang dalam posisi kekuasaan dalam sistem sosial paternalistik sebagaimana digambarkan Nikkal Luhmam, seorang sosiolog Jerman abad ke-20 dalam bukunya Theory Of Sociaty, ibarat seorang "bapak", pemimpin panutan yang dijunjung, dihormati dan dipatuhi. Pemimpin seperti ini dalam sistem hirarkhi sosial masyarakat Jawa relatif mudah menggunakan pengaruh "kebapakan" nya dalam menggerakan bawahan (birokrasi) dan akar rumput untuk mencapai tujuan politknya.

Karena itu, tidak mudah memenangkan kontestasi politik elektoral berhadapan dengan pasangan petahana atau pasangan yang diback up jaringan petahana. Buang jauh jauh asumsi bahwa dengan deklarasi yang meriah, massa membludak, bilboard dan spanduk di mana-mana serta berlimpah-limpah bermain narasi di media sosial secara viral lalu melompat kesimpulannya seolah-olah kemenangan sudah di depan mata. 

Kekuatan politik petahana tidak dapat dilawan dengan cara-cara biasa seperti diatas, hanya bersifat permulaan dan kerumunan artifisial.Melainkan harus dikonstruksi dalam sistem gerakan terstruktur, sistemik dan massif dengan varian konten, narasi, diksi dan pilihan isu yang menyentuh kedalaman suasana kebatinan publik berbasis riset prilaku pemilih.

Dalam sistem sosial paternalistik di atas petahana memiliki keunggulan dan kemampuan memanfaatkan jaringan birokratis dan anggaran negara dengan modus dan cara tak terjangkau regulasi negara dan pola yang piawai menghindari jerat delik hukum pidana pemilu dan pidana umum lainnya. Itulah yang selama ini menjadi daya tumpu kekuatan petahana untuk memenangkan setiap kontestasi politik secara elektoral.

Membungkus  konsolidasi MUI dengan acara bahstul masail, penghimpunan Pendamping Keluarga Harapan (PKH) dengan modus acara bimbingan teknis (bintek), pengumpulan keluarga miskin dengan kemasan pemberian zakat dari dana BAZ, acara silaturahim camat dengan tokoh tokoh masyarakat dan acara acara lain untuk penghimpunan massa adalah sedikit contoh cara klasik petahana yang tidak dimiliki oleh poros non petahana, katakanlah poros perubahan.

Perlawanan politis yang  biasa biasa saja sulit mencegah trend kemenangan pasangan petahana dalam kontestasi pilkada Indramayu tahun 2020, kecuali dengan langkah langkah menang : 

Pertama, bersatunya kesadaran pimpinan parpol non partai Golkar bahwa pilkada Indramayu tahun 2020 adalah batu loncat pertama dan penting  untuk pemilu legislatif tahun 2024. Kekalahan petahana akan membuka ruang bagi seluruh partai politik membangun eksistensinya di pemilu legislatif  tahun 2024 dan menutup kemungkinan dominasi satu partai menang telak yang tidak terjadi di kabupaten dan  kota manapun di jawa barat kecuali di Indramayu. Sehingga terbentuk keberimbangan chek and balance dalam sistem politik yang sehat dan demokratis.

Kedua, kesadaran politik diatas diturunkan dalam kesepakatan penjaringan pasangan calon yang paling bermagnit secara elektoral di antara figur-figur calon yang mengikuti tahap penjaringan. Sesuatu yang tidak mudah mencapai komprominya kecuali diikat kesadaran bersama untuk memutus mata rantai rezim petahana melalui kontestasi konstitusional Pilkada Indramayu tahun 2020 demi eksistensi partai-partai non Partai Golkar di Pemilu Legislatif tahun 2024.

Ketiga, bagian dari urutan pertama dan kedua diatas, adalah membentuk tim sukses bersama dengan pelibatan rumpun relawan partisipatif yang dipandu tim konsultan politik profesional hingga aplikasi teknis penghitungan suara berbasis smartphone di  level TPS secara cepat dan tepat untuk deteksi dini atas kemungkinan curang yang akan terjadi secara massif dan terstruktur dengan kemampuan mengelak dari sisi jerat hukum positif Pemilu dan pidana umum.

Tim sukses diinjeksi barisan juru bicara yang fasih dengan kepiawaian retoris dan tim khusus daya ganggu yang terlatih. Barisan juru bicara berfungsi membranding pencitraan pasangan calon dengan varian isu yang magnitik secara elektoral sekaligus meruntuhkan citra petahana dengan memviralkan kasus OTT KPK sebagai tindakan pengkhianatan terhadap rakyat dan negara. Tim daya ganggu diarahkan untuk mengganggu petahana memanfaatkan jaringan birokrasi dengan segala modusnya, antara lain, dengan gerakan show of force  yang memukul telak jantung psyikhologi kekuatan mereka.

Demikianlah, melawan petahana dalam sistem sosial paternalistik sebagaimana digambarkan diatas memang tidak cukup dengan cara cara normal biasa Membutuhkan soliditas oposisi, keberanian, kesabaran, kesungguhan dan kecerdasan sistemik tim dalam kerja kerja politik elektoralnya.

Politik seperri kata Otto Van Bismov,  adalah The Act Of Possible, seni mengelola kemungkinan. Kemungkinan "meng-Ahok-kan" (mengalahkan) petahana sangat berpeluang besar pasca OTT KPK yang sudah pasti mempersempit ruang panggung politik mereka.

Semoga

KOMENTAR