Memaknai Penolakan F-PKB DPRD Indramayu

Johanes

Friday, 29-11-2019 | 01:43 am

MDN
Wakil Sekretaris PWNU Jawa Barat, Adlan Daie

Oleh : Adlan Daie

Wakil Sekretaris PWNU Jawa Barat


Indramayu, Inako


Penolakan Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) DPRD Kabupaten  Indramayu atas Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) terkait penyertaan modal untuk PD. BPR Karya Remaja dan PDAM Tirta Darma Ayu dengan aksi walk out dari forum rapat paripurna DPRD Indramayu yang terjadi pada Kamis, 28 November 2019, dapat dibaca dari beragam perspektif mulai dari sisi kedudukan konstitusional kelembagaannya, transparansi prosesnya maupun substansi, konten, desain alokasi dan proyeksi manfaatnya untuk maslahat publik.

Simak Video InaTV jangan lupa "klik Subscribe and Like" menuju Indonesia Hebat.

 

 

Fraksi adalah kepanjangan legal partai politik di lembaga Legislatif. Dalam pandangan James Rostau (1924-2001),  Ilmuan politik, Presiden International Studies Assosaciation , partai politik memiliki fungsi untuk mengartikulasi dan mengagregasi aspirasi-aspirasi publik di mana  tali sambung terhadap kebijakan pemerintah dihubungkan oleh instrument perjuangan fraksi. Di sinilah sikap Fraksi PKB DPRD Indramayu di atas sesungguhnya sesuatu yang lumrah,  cara yang beradab dalam sistem pemerintahan demokratis dalam kerangka  demokratisasi dan transparansi  proses pengambilan kebijakan publik.

Justru aneh dan anomali jika sikap F-PKB DPRD Indramayu di atas direspons berlebihan, terlebih jika dilakukan dengan cara-cara tekanan non demokratis. Sikap F-PKB di atas harus diletakkan dalam  kerangka uji rasionalisasi kebijakan publik. Sebuah sikap politik di mana hak legislasi, anggaran dan pengawasan yang melekat dalam kelembagaannya dimaksimalisasi bahwa setiap rupiah dana publik yang dikeluarkan untuk penguatan alokasi anggaran harus berbanding lurus dengan proyeksi maslahat yang diperoleh rakyat. 

Karena itu, cara pandang tunggal versi pemerintah harus ditimbang dan diuji dengan perspektif lain dari sisi lembaga Legislatif, setidaknya hari ini diwakili Fraksi PKB  untuk mempertautkan titik temu urgensi maslahatnya secara komplementer dan saling melengkapi satu sama lain dari keragaman sudut pandang dan perspektifnya. 

Inilah sejatinya chek and balances dalam sistem pemerintahan demokratis. Dengan kata lain, sistem demokratis tidak memberi ruang kepada pemerintah memaksakan kehendaknya secara otoritarian dan bersifat tunggal.

Statement Amroni, Ketua F-PKB DPRD Indramayu dan sepenuhnya didukung Moh. Solihin, Ketua DPC PKB Indramayu, induk partainya, tentang pentingnya evaluasi internal kedua BUMD di atas penting dimaknai sejauh mana progress manfaat dan maslahat kehadirannya bagi rakyat Indramayu. Makna penting penolakan F-PKB di atas diletakkan bahwa sebagai  Badan Usaha Milik Daerah, bersumber dari dana publik milik rakyat, prinsip-prinsip pengelolaannya tidak cukup berhenti seberapa besar profite sharing untuk sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) akan tetapi bagaimana management tata kelolanya benar-benar dapat dipertanggungjawakan dari sisi pelayanan publik sejalan dengan essensi dan tujuan kehadiran kedua BUMD di atas.

Dalam konteks politis, sikap penolakan F-PKB DPRD diatas dapat dibaca pula ibarat oase embun yang  membasahi dahaga ruang publik masyatakat yang terlalu lama menunggu kehadiran peran-peran proaktif partai politik atas keberpihakannya terhadap setiap tarikan nafas kepentingan publik. Sebuah harapan yang tersisa dari kecemasan menurunnya kepercayaan publik terhadap partai politik karena makin menguatnya oligarkhi politik dengan daya jangkau korupsinya yang makin terstruktur, sistemik dan massif.

Demikianlah sejatinya peran partai politik. Terlebih PKB adalah representasi masyarakat akar rumput yang umumnya tidak mengerti bagaimana cara membela dan memperjuangkan kepentingannya. Karena itu, sikap penolakan F-PKB  diatas bukan saja layak diapresiasi, lebih dari itu, akan mendapatkan dukungan positif yang mengalir dari ruang-ruang publik justru di situlah point power kehadiran partai politik yang selama ini ditunggu masyarakat.

Di sisi lain, seharusnya pemerintah daerah bersyukur atas penolakan sikap F-PKB diatas untuk introspeksi ke dalam meresonansi diri mengukur progres-progresnya secara objektif dan terukur demi maksimalisasi peran dan kontribusi kehadiran kedua BUMD diatas terhadap rakyat pemiliknya. Penolakan F-PKB sikapilah ibarat jamu pahit yang menyehatkan rohani kita semua, nutrisi politik penyeimbang atas puja puji  gula manis agar tidak overdosis dan proporsi takarannya tetap di garis yang moderat, berimbang dan menyehatkan suasana kebatinan kita semua.
Semoga.

TAG#Indramayu, #PKB, #PWNU, #BUMD

198732688

KOMENTAR