Membaca Ridwan Kamil Pasca Bernaung di bawah Pohon Beringin

Saverianus S. Suhardi

Thursday, 19-01-2023 | 15:17 pm

MDN
H. Adlan Daie-Staf pengajar di pesantren Al Mukminien Indramayu Jawa Barat [Foto: Inakoran]

 

 

Jakarta, Inakoran.com

(Oleh: H. Adlan Daie-Staf pengajar di pesantren Al Mukminien Indramayu Jawa Barat) 

 

Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil resmi bernaung dan berteduh di bawah lebatnya pohon beringin. Ridwan Kamil resmi bergabung menjadi kader partai Golkar pasca menerima kartu tanda anggota partai Golkar, diumumkan dan dikenakan jaket kuning secara langsung oleh ketua umum partai Golkar Airlangga Hartarto di kantor DPP Partai Golkar, Slipi,  Jakarta pada Rabu (18/1/2023).


Baca juga: Ridwan Kamil Bakal jadi Magnet Suara Bagi Golkar dan Airlangga


 

Sependek pengamatan penulis, "gestur" politik Ridwan Kamil memang relatif lebih adaptif dan connected dengan "gestur" poltik partai Golkar.  Ridwan Kamil, sosok politisi "nasionalis" dengan tampilan aksentuasi "keislaman" sangat kuat, berlatar belakang profesional dan teknokrat.

Dalam konteks di atas itulah titik temu "chemistry" politik Ridwan Kamil dan partai Golkar, yakni partai yang bertumpu pada kekaryaan, "realisme pragmatis," profesional, teknokratis, dan bersifat "melting pot", tempat keragamaan ideologi politik "nyaman" bernaung dan berhimpun di bawah "pohon beringin" partai Golkar.

Berdasarkan data lembaga survei "Poltracking" edisi 5 Desember 2022, terungkap bahwa dalam peta politik Jawa Barat, Ridwan Kamil menjadi satu-satunya tokoh politik Jawa Barat yang masuk dalam survei opini publik dengan tingkat elektoral 10%. Dia berada di posisi ke-4 dari 20 tokoh politik yang diandaikan maju dalam bursa capres 2024

Ridwan Kamil juga mendapat apresiasi publik dengan tingkat elektoral tertinggi di Jawa Barat sebesar 27% "dipilih" dalam posisi sebagai "cawapres" dari 20 tokoh terpilih.

Berdasarkan hasil survei lembaga yang sama, selama empat tahun kepemimpinannya sebagai Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil memperoleh tingkat kepuasan publik sangat tinggi dari masyarakat Jawa Barat, yakni sebesar 81%.

Di sisi lain partai Golkar, tempat pilihan Ridwan Kamil bernaung saat ini - juga dari data survei yang sama - berada di urutan kedua di Jawa Barat, yakni sebesar 14%. Golkar hanya kalah dari PDI Perjuangan yang memperoleh 15% (selisih 1%)  - dari 18 partai politik peserta pemilu 2024 dengan jumlah "undersided voters", pemilih yang belum menentukan pilihan sebesar 27%.

Deskripsi dan paparan tentang relasi politik Ridwan Kamil dan partai Golkar di atas dengan sedikit basis data survei di Jawa Barat dapat dibaca sebagai berikut: 

Pertama, Ridwan Kamil dapat menjadi mesin "vote getter" partai Golkar di Jawa Barat. Tingkat elektoral partai Golkar di Jawa Barat berdasarkan data survei di atas sangat  kompetitif dengan PDI Perjuangan. Dalam konteks ini partai Golkar berpotensi memenangkan pemilu 2024 di Jawa Barat  dengan effect kekuatan popularitas dan elektabilitas Ridwan Kamil yang saat ini menjadi kader partai Golkar.


Baca juga: Puan Maharani Beri Kode PDIP 'Bakal' Dukung Ganjar


 

Kedua, Ridwan Kamil dapat diinjeksi dalam kandisasi minimal posisi "cawapres" dari partai Golkar untuk bargaining dengan mitra koalisi partai lain. Akan tetapi dari sisi peluang, Ridwan Kamil lebih tepat maju kembali dalam kontestasi pilgub Jawa Barat 2024. Tingkat popularitas dan kepuasaan publik terhadap Ridwan Kamil nyaris "tanpa tanding" di Jawa Barat kecuali kelak terjadi "turbulensi" politik tak terduga.

Ketiga, bergabungnya Ridwal Kamil dalam partai Golkar membuka ruang bagi Ridwan Kamil untuk lebih memperkuat basis elektoral politiknya di wilayah pedesaan di mana partai Golkar relatif kuat infrastruktur politiknya. Kekuatan elektoral Ridwan Kamil di basis perkotaan tidak "terkarantina" melainkan mendapatkan "insentif" elektoral baru di basis pedesaan bersama partai Golkar.

Poinnya, dengan bergabungnya Ridwan Kamil, partai Golkar memiliki ruang kemungkinan memperoleh "insentif" elektoral minimal di Jawa Barat, sejauh keduanya mampu mendesain kelebihan masing-masing dalam satu konstruksi penguatan elektoral politik dan menghindari kontraksi-kontraksi politik yang menimbulkan kegaduhan tak berguna dan tidak produktif.

Akan tetapi ,di atas segala kemungkinan bacaan politik di atas tentu politik sebagaimana diktum Otto Van Bismohc tetaplah " the art off the posiblle", politik adalah seni mengelola kemungkinan. Oleh karena itu, kemungkinan apa kelak yang akan terjadi dalam dinamika relasi Ridwan Kamil dan partai Golkar, mari kita tunggu. 


Wassalam.

 

KOMENTAR