Memenangkan Pasangan Independen

Indramayu, Inako
Pesimisme muncul di ruang publik saat Toto Sucartono - Deis Handika, bakal pasangan calon bupati - wakil bupati dalam kontestasi Pilkada Indramayu 2020 'nekat' maju melalui opsi jalur independen. Pesimisme yang dapat dimaklumi karena data statistik kemenangan jalur independen dalam pilkada di Indonesia tidak lebih dari satu persen. Di Jawa Barat, hanya Kabupaten Garut pasangan independen memenangkan pilkada tahun 2008 atas nama pasangan HM. Fikri - Dicky Chandra.
Akan tetapi sebagaimana definisi umum Otto Van Bismov, politisi Jerman abad ke - 20, politik tetaplah the act of the possible, the act of the next best, seni mengelola kemungkinan untuk pilihan opsi terbaik ke depan. Karena itu, pujian dan apresiasi harus diberikan pada bakal pasangan calon di atas terhadap opsi pilihan independesinya. Selangkah lebih maju dibanding bakal calon lain yang berputar-putar dalam siklus penjaringan jalur partai entah sampai kapan titik akhir siklusnya dan sulit pula ditebak hasil akhirnya.
Bagaimana kita membaca peluang menang bakal pasangan calon independen di atas tentu terlalu dini menjawabnya, antara lain karena kontestasi Pilkada Indramayu 2020 masih di tahap penjaringan, sulit diprediiksi konfigurasi pasangan calon dan basis koalisi partainya kecuali partai Golkar tanpa basis koalisi pun bisa walaupun problem yang dihadapi partai tua penuh pengalaman ini sangat rumit dan problematis akibat OTT KPK yang menjerat pucuk pimpinannya hingga menyasar jauh efek hukum lanjutannya.
Terlepas dari persoalan koalisi lain di atas sambil menunggu proses keabsahan verifikasinya tentu bakal pasangan calon independen ini jangan terlalu lama menoleh ke belakang dengan capaian 44 persen pasangan TORA yang dinisbatkan pada calon bupati Toto Sucartono tahun 2015. Variabel insentif elektoral dan momentum politiknya sangat jauh berbeda dengan proyeksi dinamika elektoral Pilkada Indramayu 2020 kecuali secara minimalis sekedar bermanfaat untuk membangun titik peta awal gerakan konsolidasi politik.
Keberhasilan menghimpun dukungan berbasis copy KTP walaupun harus diapresiasi dalam konteks riset prilaku pemilih lebih berdimensi teknis membutuhkan tanjakan ke atas untuk dibingkai dalam bentuk dukungan elektoral vote, suara pemilih. Yakni basis popularitas, liketabilitas dan elektabilitas dengan membaca trend the strong voters, prosentase pemilih tetap, the swing voters, pemilih potensial berpindah dan undersided voters, pemilih yang belum menentukan pilihan.
Kemungkinan rendahnya partisipasi publik untuk memilih yang pada pilkada Indramayu tahun 2015 jumlahnya sebesar 31 persen, atau 560 ribu pemilih lebih besar dari raihan suara pasangan ANDI pemenang Pilkada Indramayu 2015 harus menjadi bagian dari strategi bacaan peta jalannya pemenangan. Dalam konteks riset prilaku pemilih semua hal di atas dapat dideteksi dini hanya melalui metode survey profesional secara periodik.
Penulis percaya bahwa pesimisme publik di atas akan berbalik menjadi insentif optimisme bagi bakal pasangan Toto Sucartono - Deis Handika, berpeluang besar memenangkan Pilkada Indramayu 2020 dan akan menorehkan sejarah menumbangkan rezim tua partai Golkar dalam peta jalur independen mengikuti jejak kemenangan jalur independen dalam Pilkada Kabupaten Garut tahun 2008.
Syaratnya jika skenario rancang bangun kerja politik elektoralnya dibangun diatas peta riset prilaku pemilih secara profesional dengan supporting SDM tim pemenangan yang unggul kemampuan narasinya untuk menciptakan momentum yang menggerakkan gairah partisipasi publik. Tidak ada yang sanggup menghentikan gairah dan gelora terdalam publik kecuali kemenangan akan tiba.
Selamat berjuang, kawan !
TAG#Indramayu, #Pilkda Indramayu
190232227

KOMENTAR