Menanti Resuffle Menteri Agama

Oleh : Adlan Daie
Wakil Sekretaris PWNU Jawa Barat
Indramayu, Inako
Terbayangkah kita saat memilih pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin dalam kontestasi Pilpres 2019, Menteri Agama yang ditunjuk dari seorang purnawirawan Jenderal yang sangat minimalis khazanah pemahaman keagamaannya? Dan kini, sampai kapan suasana kebatinan umat Islam berhenti diganggu pernyataan, narasi, diksi dan kebijakan Menteri Agamanya? Seberapa kuat daya tahan umat memaklumi penunjukan Fachrul Rozi sebagai Menteri Agama yang bukan dari representasi ormas Islam moderat terbesar di Indonesia ?
Simak Video InaTV jangan lupa "klik Subscribe and Like" jadilah Agen Perubahan menuju NKRI Hebat.
Pasca pelantikannya, Menteri Agama dengan kepercayaan tinggi mendefinisikan diri sebagai Menteri Agama Republik Indonesia, menegasikan diri dari Menteri Agama Islam. Sesuatu yang benar secara konstitusional akan tetapi menarasikannya di ruang publik jelas sensitif menggangu suasana kebatinan mayoritas muslim di Indonesia. Pemahaman dan tradisi keagamaanya yang sangat minimalis dengan mudah melompat kesimpulannya bahwa cadar dan celana cingkrang adalah aksesoris keagamaan yang harus ditertibkan sebagai bagian dari ikhtiarnya menangkal radikalisme.
Presiden Jokowi tidak boleh membiarkan terlalu lama cara Menteri Agama menafsir radikalisme dan pendekatan solusinya. Merevisi pelajaran agama terkait konten khlilafah dan ayat-ayat Al Qur'an tentang jihad secara over dosis dan penertiban majelis-majelis taklim lewat regulasi Peraturan Menteri Agama (PMA) baru- baru ini adalah cara represif negara membungkam ekspresi warga negara atas keyakinan agamanya. Bertendesi bahwa umat Islam sumber pemantik radikalisme dan karena itu kebijakan Menteri Agama mau tidak mau adalah proses pendangkalan umat atas ajaran agamanya.
Radikalisme tidak bermotif tunggal agama dan bukan tupoksi Menteri Agama hingga cawe-cawe persoalan Aparat Sipil Negara (ASN) terpapar radikalimse di lingkungan BUMN, penertiban khotib-khotib Jum at, majlis taklim diregulasi dengan aturan-aturan sangat teknis. Semangat mengatur urusan agama nyaris berpola sama dengan semangat mengatur disipilin baris-berbaris pasukan tentara. Di sisi lain, masjid-masjid mulai dijaga polisi dipantau kegiatan jam'iyah dan jemaahnya.
Betapa sesaknya dada umat Islam di era Menteri Agama Fahrur Rozi, jenderal (purn) yang sangat minimalis pemahaman agamanya, dan anehnya, seolah-olah tanpa beban ditunjuk Presiden sebagai Menteri Agama untuk menangani urusan radikalisme yang hingga kini dari sisi definisinya tidak terukur, tergantung selera dan mood Menteri Agama.
Presiden harus menunjukkan kearifannya untuk segera meresuffle Menteri Agama, setidaknya, mereposisi ke tempat lain yang lebih kompatibel dengan tupoksi dan kompetensinya berlatar belakang tentara. Membiarkan terlalu lama Fahrur Rozi menjadi Menteri Agama makin menyesakkan suasana kebatihan umat yang sudah tertindih janji-janji ekonomi meroket yang tak kunjung tiba.
Stok figur yang sangat mumpumi untuk menjadi Menteri Agama di negara Indonesia yang mayoritas moderasi muslim sangat melimpah. Mulai dari ulama di pesantren, rektor di Unversitas Islam, politisi berlatar belakang kiai dan lain-lain. Satu di antara mereka jika segara ditunjuk menjadi Menteri Agama, insyallah, suasana kebatinan umat kembali sehat wal afiat, tidak dalam bayang-bayang tertuduh radikal dan terpapar radikalisme. Sekali lagi, kearifan Presiden Jokowi ditunggu.
TAG#Indramayu, #resuffle, #menteri agama
190215014

KOMENTAR