Menegakan Aturan PJ Kepala Daerah

Timoteus Duang

Monday, 04-04-2022 | 19:40 pm

MDN
Toenjes Swansen Maniagasi

 

Oleh: Toenjes Swansen Maniagasi (Ketua LIRA Papua)

Papua, Inako

Pemilu serentak 2024 masih menyisakan waktu dua tahun lagi. Sebelum itu, ada 271 kepala daerah yang jabatannya akan berakhir, dengan rincian Tahun 2022 sejumlah 101 kepala daerah dan Tahun 2023 ada 170 daerah.

Artinya punandaan Pilkada sebagaimana diatur dalam Pasal 201 ayat (8) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 menyebutkan pelaksanaan pilkada harus tertunda satu hingga dua tahun.

Guna mencegah kekosongan jabatan dan pemerintahan daerah tetap berjalan, UU Pilkada memberi wewenang kepada pemerintah pusat untuk menunjuk Aparatur Sipil Negara (ASN) sebagai penjabat kepala daerah.

Untuk Pj Gubernur dipilih Presiden, sementara Pj Bupati/Wali Kota dipilih Menteri Dalam Negeri. Lebih lanjut diatur dalam Pasal 201 ayat (9) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 bahwa pengangkatan pejabat kepala daerah yang akan menjalankan tugas kepala daerah sampai dengan terpilihnya kepala daerah periode berikutnya berdasarkan hasil Pilkada 2024. 

 

Sedangkan Pasal 201 ayat (10) dan Pasal 201 ayat (11) menjelaskan bahwa jabatan kepala daerah dapat diisi dengan terpenuhinya kriteria atau kualifikasi. Kualifikasi utama yang dimaksud adalah untuk Pejabat Gubernur dan Bupati/Walikota masing-masing harus berasal dari jabatan pimpinan tinggi madya dan jabatan pimpinan tinggi pratama.

PJ Dilarang Maju di Pilkada

Para Penjabat (Pj) kepala daerah baik Gubernur, Bupati maupun Wali Kota dari ASN tidak bisa mencalonkan diri di Pilkada Serentak 2024.

Walaupun Undang-Undang No 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota (UU Pilkada) menyebutkan bahwa setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama untuk mencalonkan diri dan dicalonkan sebagai Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota (Pasal 7 ayat 1).

UU Pilkada jelas mencegah Pj kepala daerah ikut berpolitik. Larangan tersebut terdapat di Pasal 7 ayat (2) huruf q yang menjelaskan bahwa Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota harus memenuhi persyaratan salah satunya adalah tidak berstatus sebagai penjabat Gubernur, penjabat Bupati, dan penjabat Walikota.

 

 

Pada bagian penjelasan pasal tersebut, syarat ini diberlakukan untuk mencegah Pj kepala daerah berpolitik. UU Pilkada mencegah Pj kepala daerah mengundurkan diri saat pencalonan pilkada. Ini jelas berbeda dengan UU Pilkada sebelumnya yang tidak mencantumkan hal serupa.

Akibatnya, banyak Pj kepala daerah yang ikut Pilkada.  Namun, jika ada Pj yang tetap maju mencalonkan diri, tidak ada sanksi bagi mereka. Jadi Pasal 7 ayat (2) huruf q hanya bersifat larangan, tidak punishment.

KOMENTAR