Menguji Kepemimpinan Bupati Nina Agustina

Hila Bame

Saturday, 15-05-2021 | 18:08 pm

MDN

 


Oleh:  Adlan Daie

Analis politik/Wakil Sekretaris PWNU Jawa Barat.

 

JAKARTA, INAKORAN


Kepemimpinan Nina Agustina hadir di panggung politik Indramayu melalui proses politik demokratis. Karena itulah prinsip "check and balances" atas kepemimpinannya adalah sesuatu yang niscaya agar demokrasi tetap sehat dan tidak mati.

Steven Levitsky dan Daniel Ziblatt, dua profesor politik dari Harvad University dalam bukunya "How Democracies Die", mengingatkan bahwa demokrasi bisa mati justru di tangan pemimpin hasil proses demokrasi sekalipun jika lembaga DPRD mampet sebagai kanal aspirasi publik dan kritik serta gagasan alternatif dipinggirkan, mudah dilabeli "provokator", "radikal" dan lain lain.


Di usianya  yang masih seumur jagung tentu perlu waktu untuk menguji kepemimpinan Nina Agustina sebagai bupati Indramayu. Terlalu.terburu buru mengkritiknya dengan narasi ekstrim atau sebaliknya cepat  "dibaptis" seolah olah berhasil dengan narasi puja puji adalah tindakan politik "defisit demokrasi".


BACA:  

LaNyalla dan Bang OSO Bertemu Rahasia, Ada Apa?

 


Demokrasi harus dijaga bahwa sirkulasi kekuasaan politik dalam konteks ini hadirnya Nina sebagai Bupati Indramayu hanya  dimaknai untuk perubahan Indramayu ke level peradaban politik yang lebih bermartabat, bukan ibarat "arisan politik".atau  pergiliran dari kekuasaan oligarkhi politik lama ke oligarki politik baru yg sama watak hegemoniknya.

 


Dari segi gagasan demokrasi sudah tepat Nina Agustina hadir sebagai pemimpin sebagaimana tagline kampanyenya "Indramayu butuh pemimpin bukan penguasa".

Pemimpin hadir bukan untuk "memusuhi" masa lalu dan menyekat garis antar golongan tapi merangkai semua potensi dalam politik gotong royong untuk masa depan peradaban politik Indramayu yang bermartabat.

Pemimpin harus meletakkan legal otoritasnya sebagai bupati bukan alat kekuasaan monolitik melainkan "the power of infuencer", sebuah kekuatan pengaruh untuk menggerakkan mesin birokrasi demi.tujuan hanya untuk optimalisasi pelayanan publik dan fasilitasi kesejahteraan umum.


Secara elektoral kepemimpinan Nina harus dikaitkan dengan harapan harapan pemilihnya dan publik secara umum.

Bila benar bahwa rejim lama selama 20 tahun terakhir tidak dipilih lagi (setidaknya issu yang berkembang di ruang publik) karena "diduga" terlibat dalam praktek jual beli jabatan dan poyek,  IPM nya (pendidikan, kesehatan,.daya beli) rendah, pelayanan publiknya "slow motion", lambat, lelet dan arus investasinya mangkrak dengan konsekuensi angka pengangguran makin banyak maka di situlah hakekat tugas dan tanggungjawab Nina Agustina untuk menjawab harapan harapan di atas. Bukan target politik artifisial yang lain.

 


Pastilah tidak sederhana menjawab harapan harapan tersebut. Tapi dengan mengutip narasi  politik inspiratif Abraham Lincon, presiden legendaris AS, bahwa "mentalitas sukses politik akan selalu menemukan jalan seribu alasan untuk melangkah optimis.

Sebaliknya mentalitas gagal hanya selalu menyalahkan masa lalu untuk tidak memulai dan melangkah".

Penulis sungguh berharap  kepemimpinan Nina Agustina selalu optimis  bukan sekedar ingin dikenang di masa depan tapi jauh lebih penting dalam rangka menghadirkan "Indramayu Bermartabat" sesuai janji politiknya.

Yakni indramayu yang bebas praktek jual beli.jabatan dan proyek, IPM nya naik signifikan dan layanan publiknya terukur.


Selamat menghadirkan "Indramayu Bermartabat". Setiap kritik anggaplah nutrisi tambahan agar energi  tetes keringat politik mu ibarat  seteguk air sehat bagi dahaga kering tarikan nafas rakyatmu.

Selamat hari raya idul.fitri 1442 H. Mohon maaf lahir batin.
 

 

TAG#ADLAN DAIE

190214988

KOMENTAR