Menimbang Resiko H. Yance

Johanes

Wednesday, 11-12-2019 | 12:56 pm

MDN
Wakil Sekretaris PWNU Jawa Barat, Adlan Daie

Oleh. : Adlan Daie
Wakil Sekretaris PWNU Jawa Barat

Indramayu, Inako

Anatomi korupsi politik dalam perspektif Robert Klitgaard, ilmuwan dan penggiat anti korupsi di California University, adalah bertemunya kekuasaan politik hegemonik, kewenangan diskresi tak terbatas dan tukar tambah kepentingan ekonomis. Dalam konteks ini kita membaca pemanggilan saksi-saksi terkait OTT KPK terhadap tersangka H. Supendi, bupati sekaligus Ketua DPD partai Golkar Indramayu, sejumlah pejabat di lingkaran dalamnya dan seorang broker swasta sungguh sangat dahsyat akan mengalir sampai jauh.

Pemanggilan Direktur Utama PDAM Tirta Dharma Ayu dan penggeledahan Kantor PD. BPR Karya Remaja, misalnya, meskipun dari sisi anatomi kelembangaannya tidak terkait dengan titik pusat sumber kasusnya di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) akan tetapi cara kerja KPK menjahit jalinan tali temali saksi-saksi sambung menyambung menjadi satu karena prilaku korupsi bersifat terstruktur, berkelindan dan kait-mengkait satu sama lain, selalu menghadirkan fakta-fakta baru yang ujungnya membuka ruang kemungkinan tersangka baru.

Dari sudut pandang diatas itulah, H. Yance, tokoh epicentrum pusat kekuatan Partai Golkar Indramayu,  partai pemenang Pemilu 2019, tentu menyempit ruang opsi pilihanya untuk memajukan figur calon dalam kontestasi Pilkada Indramayu 2020. Ketidakcermatan membaca tanda-tanda lanjutan effect OTT KPK akan beresiko fatal bagi Partai Golkar dan akan berakhir seperti kasus Pilkada Kabupaten Subang, Jawa Barat  2018 dimana calon yang  diusung partai Golkar mengalami kekalahan akibat status tersangka calon bupati yang diusungnya.

H. Yance harus berdamai dengan keadaaan dan situasi kekinian pasca OTT KPK yang merambah hingga ke instansi-instansi lain diluar titik sumbu kasusnya yang tak terduga konektivias sebab akibat dari sisi jalinan relasi kasusnya. H Yance harus menimbang kemungkinan atas resiko politik diatas. Sebuah kemungkinan ditetapkannya tersangka baru dalam proses pengembangan kasus OTT KPK tersebut.

Pilihan yang tersedia bagi H.Yance atas kerumitan-kerumitan politis diatas adalah menghadirlan figur yang jauh dari relasi kasus lanjutan OTT KPK, figur moderat yang dapat diterima semua level jenjang struktural Partai Golkar dan secara politik menjadi instrument tambal sulam elektoral bagi absennya H. Supendi sebagai representasi tokoh Indramayu Barat yang telah membentuk opini publik secara resisten terhadap poros politik H. Yance.

Dengan kata lain, kemampuan berdamai dengan keadaan dan menghindari langkah spekulatif dari kemungkinan daya jangkau kasus lanjutan OTT KPK dan variabel-variabel efect politik turunannya adalah opsi yang tersisa bagi H Yance dan Partai Golkar untuk tetap dalam pusat epicentrum politik Indramayu melalui kontestasi Pilkada Indramayu 2020.

Di sisi lain, ironisnya momemtum kerumitan politis yang dihadapi H Yance dan Partai Golkar di atas tidak direkonstruksi menjadi  benifit dan keuntungan politis oleh poros non petahana, katakankah, poros perubahan. Problemnya minus tokoh perekat untuk mendamaikan ego personal diantara figur-figur di dalamnya. Kedewasaan dan kematangan politik mereka diuji untuk menjalin aliansi taktis bersatu dalam satu shaf perubahan.

Absennya  barisan juru bicara yang fasih membingkai opini negatif publik terhadap kasus OTT KPK yang merugikan lahir, batin, marwah dan martabat Indramayu adalah sisi lain dari kelemahan fundamental poros perubahan. Tidak memiliki kemampuan daya ganggu atas orkestrasi politik poros petahana yang sesungguhnya makin terbatas pilihan skenario politiknya.

Pilkada Indramayu 2020, terlepas dari segala kerumitannya di atas, secara konstitusional hakekatnya adalah proses seleksi kepemimpinan politik. Siapa pun pemenangnya nanti adalah pengemban amanah kuasa politik. Dalam konteks ini Imam Ali bin Abi Tholib dalam kitabnya "Nahjul Balaghah' mengingatkan para pemegang kuasa politik "wala taqulanna inni mu'ammatun fa utha'a" ,janganlah sekali-kali menganggap diri anda sebagai penguasa yang diangkat oleh kekuasaan legal, lalu meminta keta'atan tanpa reserve dari rakyat yang telah memilihnya.

Power pointnya  adalah representasi suara publik yang diamanatkan di pundak para pemegang kuasa politik, yakni pemimpin terpilih bukanlah alat kuasa untuk jual beli jabatan, transaksi gelap proyek, berdagang pelayanan publik, menghimpun logistik dan memutar arah birokrasi untuk mengabdi pada golongan politiknya melainkan sepenuhnya dimanfaatkan untuk kepentingan  maslahat publik. Hakekat kepemimpinan politik, yakni "tashorruful imam.'ala al roiyah manutun bil maslahah",  kepemimpinan politik sejatinya adalah menghadirkan maslahat dan manfaat bagi publik.

KOMENTAR